Tuesday, October 20, 2009

keratitis bakteri Author: Fernando H Murillo-Lopez, MD, Senior Surgeon, Unidad Privada de Oftalmologia CEMES Updated: Apr 18, 2006, EMEDICINE

LATAR BELAKANG
Keratitis bakteri adalah gangguan penglihatan yang mengancam. Ciri-ciri khusus keratitis bakteri adalah perjalanannya yang cepat. Destruksi corneal lengkap bisa terjadi dalam 24 – 48 jam oleh beberapa agen bakteri yang virulen. Ulkus kornea, pembentukan abses stroma, edema kornea dan inflamasi segmen anterior adalah karakteristik dari penyakit ini.

PATOFISIOLOGI
Awal dari keratitis bakteri adalah adanya gangguan dari epitel kornea yang intak dan atau masuknya mikroorganisme abnormal ke stroma kornea, dimana akan terjadi proliferasi dan menyebabkan ulkus. Factor virulensi dapat menyebabkan invasi mikroba atau molekul efektor sekunder yang membantu proses infeksi. Beberapa bakteri memperlihatkan sifat adhesi pada struktur fimbriasi dan struktur non fimbriasi yang membantu penempelan ke sel kornea. Selama stadium inisiasi, epitel dan stroma pada area yang terluka dan infeksi dapat terjadi nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) mengelilingi ulkus awal dan menyebabkan nekrosis lamella stroma.
Difusi produk-produk inflamasi (meliputi cytokines) di bilik posterior, menyalurkan sel-sel inflamasi ke bilik anterior dan menyebabkan adanya hypopyon. Toksin bakteri yang lain dan enzim (meliputi elastase dan alkalin protease) dapat diproduksi selama infeksi kornea yang nantinya dapat menyebabkan destruksi substansi kornea.
Grup bakteri yang paling banyak menyebabkan keratitis bakteri adalah Streptococcus, Pseudomonas, Enterobacteriaceae (meliputi Klebsiella, Enterobacter, Serratia, and Proteus) dan golongan Staphylococcus. Lebih dari 20 kasus keratitis jamur (terutama candidiasis) terjadi komplikasi koinfeksi bakteri.

ANGKA KEJADIAN
 Di Amerika Serikat kira-kira 25.000 penduduk Amerika setiap tahun menderita penyakit ini.
 Secara global, insidensi keratitis bakteri bervariasi secara luas, dimana negara dengan industrialisasi yang rendah menunjukkan angka pemakai soft lens yang rendah sehingga bila dihubungkan dengan pemakai soft lens dan terjadinya infeksi menunjukkan hasil penderita yang rendah juga.

ANGKA KESAKITAN DAN KEMATIAN
Untuk kasus inflamasi yang berat, ulkus yang dalam dan abses stromal dapat bergabung sehingga menyebabkan tipisnya kornea dan pengelupasan stroma yang terinfeksi. Proses-proses ini menyebabkan komplikasi berikut ini:
LEUKOMA KORNEA: jaringan parut dengan munculnya vaskularisasi kornea, timbul sebagai akhir dari keratitis bakteri. Tergantung dari lokasi dan dalamnya perkembangan stroma, menyebabkan timbulnya leukoma kornea yang secara jelas terlihat signifikan memerlukan bedah korna untuk rehabilitasi visual (meliputi phototherapeutic keratectomy [PTK] atau penetrating keratoplasty [PK]).
ASTIGMATISME IREGULER: komplikasi lain yang mungkin terjadi karena infeksi ini tidak rata penyembuhan stromanya sehingga menyebabkan astigmatisme ireguler (membutuhkan lensa kontak gas-permeable atau PTK untuk meningkatkan penglihatan)
PERFORASI KORNEA: ini merupakan komplikasi yang paling banyak dari keratitis bakteri yang secara sekunder menyebabkan endophthalmitis dan hilangnya penglihatan.

PEMERIKSAAN KLINIS
Pasien dengan keratitis bakteri biasanya mengeluh nyeri dengan oncet cepat, fotophobia dan menurunnya visus. Penting untuk mengetahui riwayat penyakit sistemik lengkap dan riwayat penyakit mata pada pasien tersebut untuk mengidentifikasi factor resiko potensial yang mungkin mengakibatkan perkembangan infeksi seperti:
 Pemakaian lensa kontak (catat tipe lensa, waktu penggunaan dan cara disinfeksi)
 Trauma (meliputi bedah kornea sebelumnya)
 Penggunaan obat-obatan mata
 Penurunan imunitas tubuh
 Kekurangan cairan air mata
 Penyakit kornea sebelumnya (keratitis herpetic, keratopathy neurotrophik)
 Perubahan structural dan malposisi kelopak mata



Pemeriksaan luar dan biomikroskopik pasien menampakkan hal-hal berikut ini:
 Ulserasi epitel ; infiltrate kornea dengan hilangnya jaringan yang tidak signifikan ; tebal, inflamasi stroma supuratif dengan tepi tidak jelas ; hilangnya jaringan stromal dan edema sekeliling stroma.
 Meningkatnya reaksi bilik anterior dengan atau tanpa hypopyon
 Lipatan di membran descemet
 Edema kelopak mata atas
 Sinekhia posterior
 Inflamasi sekeliling kornea fokal atau difus
 Hiperemi konjungtiva
 Eksudat mukopurulen
 Plak inflamasi endothelial

ETIOLOGI
Agen-agen yang menyebabkan kerusakan epitel kornea adalah penyebab potensial atau factor resiko untuk keratitis bakteri. Lebih jauh lagi, pajanan penetrasi beberapa bakteri virulen ke epitel intak (contoh: Neisseria gonorrhoeae) dapat menyebabkan keratitis bakteri.
 Penyebab utama trauma epitel kornea dan sebagai factor resiko utama keratitis bakteri adalah penggunaan lensa kontak, terutama sekali penggunaan lensa kontak lama. Dari semua penderita keratitis bakteri, 19 – 42% adalah pengguna lensa kontak. Insidensi keratitis bakteri sekunder akibat penggunaan lensa kontak lama adalah sekitar 8.000 kasus per tahun. Insidensi keratitis bakteri untuk pengguna lensa kontak harian adalah 3 kasus per 10.000 penduduk per tahun
 Penggunaan obat-obatan mata yang terkontaminasi dan cairan lensa kontak.
 Menurunnya system pertahanan tubuh sekunder akibat malnutrisi, alcoholism dan diabetes (Moraxella).
 Kekurangan cairan air mata.
 Penyakit kornea sebelumnya (meliputi keratitis herpetic, keratopathy neurotrophik).
 Perubahan structural dan malposisi kelopak mata (meliputi entropion dengan trichiasis dan lagophthalmus) .
 Dakrosistitis kronis
 Penggunaan kortikosteroid topical

DIAGNOSIS BANDING
1. Blepharitis
2. Conjunctivitis Viral
3. Endophthalmitis Bacterial
4. Entropion
5. Gonococcus
6. Herpes Simplex
7. Herpes Zoster
8. Keratitis, Fungal
9. Keratitis, Herpes Simplex
10. Keratitis, Interstitial
11. Keratoconjunctivitis, Atopic
12. Keratoconjunctivitis, Epidemic
13. Keratopathy, Band
14. Keratopathy, Neurotrophic
15. Keratopathy, Pseudophakic Bullous
16. Obstruksi duktus Nasolacrimal
17. Ocular Rosacea
18. Scleritis
19. Ulkus kornea
PENYAKIT LAIN YANG PERLU DIPERHATIKAN
 Ulkus Mooren: ulkus steril sekunder akibat dari penyakit jaringan ikat (meliputi arthritis rheumatoid dan sindrom Sjögren
 Ulkus Catarrhal atau ulkus marginal (sekunder akibat hipersensitifitas staphylococcus) – ulserasi phlyctenule, biasanya kedalaman 1 mm pada ruangan yang jernih di limbus, multiple dan berhubungan dengan blepharoconjunctivitis
 Infiltrat kornea dari reaksi imun terhadap pemakaian lensa kontak (infiltrate kecil multiple subepitel dengan reaksi minimal di KOA)
 Cincin Coat’s – disebabkan dari benda asing atau karat kornea (seperti besi)
 Keratitis toxis (dari penggunaan obat topical seperti tetes mata anestesi)
 Infeksi mikobakterial atipik kornea (disebabkan reaksi mikobakterium basilus)
 Infeksi protozoa yang disebabkan amoeba (semua infeksi mata dapat disebabkan oleh genus Acanthamoeba dan biasanya didahului oleh penggunaan lensa kontak atau trauma okuler)
 Ulkus Ring – ulkus ini disebabkan karena pemisahan infiltrasi ulkus kornea di tepi berlanjut hingga terjadi gabungan dan membentuk cincin baik lengkap maupun parsial (sering dihubungkan dengan penyakit sistemik jaringan ikat)


PEMERIKSAAN LABORATORIUM
 Pemeriksaan dilakukan dengan menggores ulkus kornea juga bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian ditanam di media cokelat, darah dan agar Sabouraud.
 Kaca mikroskop digunakan untuk pengecatan dengan Gram, Giemsa dan pengecatan tahan asam atau acridine oranye/ calcofluor putih (jika curiga jamur atau Acanthamoeba).
 Sample dari kelopak mata atau konjungtiva, obat-obatan topical mata, lensa kontak dan cairan-cairan untuk mata sebaiknya dikultur
 Jika pasien sudah diterapi maka penggunaan terapinya ditunda 12 jam sebelum dilakukan kultur kornea atau konjungtiva untuk meningkatkan sensitifitas kultur yang positif
 Swab yang mengandung asam lemak dapat menghambat efek pertumbuhan bakteri. Kalsium alginate dengan trypticase soy broth dapat digunakan untuk menginokulasi bahan secara langsung ke media kultur
 Anestesi topical (proparacaine hydrochloride 0.5%) sebaiknya digunakan untuk menganestesi pasien sebelum dilakukan kultur karena tidak ada efek penghambatan terhadap bakteri, namun penggunaan tetrakain dan kokain mempunyai efek bakterostatik.
 Kultur ulangan dapat dilakukan jika hasilnya negative dan ulkus tidak membaik.
 Biopsy kornea dilakukan jika kultur negative dan tidak ada perbaikan secara klinis dengan menggunakan trephine kecil atau blade kornea bila ditemukan infiltrate dalam di stroma.



PEMERIKSAAN FOTOGRAFI
 Pemeriksaan fotografi dengan slit lamp dapat membantu dalam melihat perkembangan keratitis dan pada beberapa kasus dimana penyebabnya apa diragukan, pemeriksaan ini dilakukan sebagai pilihan lain, terutama pada kasus yang tidak merespon terapi antimikroba.
 Pemeriksaan ultrasound A B-scan dapat dilakukan pada ulkus kornea yang berat dan dicurigai adanya endophthalmitis.
 Cara pemeriksaan biopsy kornea dengan eksisi lamella dalam dapat digunakan dengan trephine kornea Elliot. Bagian superficial kornea diinsisi dan diperdalam dengan blade bedah sampai kira-kira 200 mikron. Kemudian dilakukan diseksi lamella dan bahan yang dikultur dimasukkan langsung ke kultur media. Bahan juga bisa dikirim untuk pemeriksaan histology.

PEMERIKSAAN HISTOLOGI
 Selama stadium awal, epitel dan stroma di area yang terinfeksi atau terkena trauma akan membengkak dan nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) akan mengelilingi ulkus awal ini dan menyebabkan nekrosis lamella stroma. Pada beberapa inflamasi yang lebih berat, ulkus yang dalam dan abses stroma yang lebih dalam dapat bergabung sehingga menyebabkan kornea menipis dan mengelupaskan stroma yang terinfeksi.
 Sejalan dengan mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi, respon imun seluler dan humoral digabung dengan terapi antibacterial maka akan terjadi hambatan replikasi bakteri. Mengikuti proses ini akan terjadi fagositosis organism dan penyerapan debris tanpa destruksi selanjutnya dari kolagen stroma. Selama stase ini, garis batas terlihat pada epitel ulkus dan infiltrate stroma berkonsolidasi dan tepinya tumpul
 Vaskularisasi kornea bisa terjadi jika keratitis menjadi kronis. Pada stase penyembuhan, epithelium berganti mulai dari area tengah ulserasi dan stroma yang nekrosis diganti dengan jaringan parut yang diproduksi fibroblast. Fibroblast adalah bentuk lain dari histiosit dan keratosit. Daerah kornea yang menipis diganti dengan jaringan fibrous. Pertumbuhan pembuluh darah baru langsung di area ulserasi akan mendistribusikan komponen imun seluler dan humoral untuk penyembuhan lebih lanjut. Lapisan Bowman tidak beregenerasi tetapi diganti dengan jaringan fibrous.
 Epitel baru akan mengganti dasar yang ireguler dan vaskularisasi sedikit demi sedikit menghilang. Pada keratitis bakteri yang berat, stadium lanjut dimana terjadi stadium regresi merupakan proses penyembuhan. Pada beberapa ulkus yang berat, keratolisis stroma dapat berkembang menjadi perforasi kornea. Pembuluh darah uvea dapat berperan pada perforasi yang nantinya akan menyebabkan leukoma yang tervaskularisasi.

PENGOBATAN
Jika tidak ditemukan adanya organism di kultur, antibiotic inisial broad-spectrum berikut ini sebaiknya diberikan : tobramycin (14 mg/ ml) 1 tetes tiap jam dikombinasi cefazolin (50 mg/ml) 1 tetes tiap jam
Jika ulkus kornea kecil, perforasi tidak muncul, berikan terapi intensif monoterapi dengan fluoroquinolones. Anti mikroba lain dapat digunakan tergantung perkembangan klinis dan penemuan laboratorium.
Generasi ke 4 fluoroquinolones meliputi moxifloxacin (VIGAMOX, Alcon Laboratories, Inc, Fort Worth, TX) dan gatifloxacin (Zymar, Allergan, Irvine, CA) yang juga digunakan pada terapi konjungtivitis bakteri. Kedua antibiotic mempunyai aktivitas melawan gram positif yang lebih kuat daripada ciprofloxacin atau ofloxacin. Moxifloxacin lebih mudah masuk ke jaringan mata daripada gatifloxacin dan fluoroquinolones yang lama. Aktivitas moxifloxacin dan gatifloxacin melawan bakteri gram negative sama dengan fluoroquinolones lama. Moxifloxacin juga mempunyai efek pencegahan lebih baik daripada fluoroquinolones lama. Penemuan ini mendukung penggunaan fluoroquinolones baru untuk pencegahan dan terapi infeksi mata serius (keratitis, endophthalmitis) yang disebabkan bakteri.
Dari penelitian ini bisa disimpulkan bahwa penggunaan moxifloxacin atau gatifloxacin bisa digunakan sebagai terapi pilihan alternative pengganti ciprofloxacin sebagai first line monoterapi keratitis bakteri
0.5% moxifloxacin, levofloxacin dan ciprofloxacin terbukti efektif menurunkan Mycobacterium abscessus pada percobaan in vivo sehingga direkomendasikan sebagai terapi potensial pencegahan keratitis yang disebabkan M. abscessus
Penggunaan antibiotic sebaiknya dilakukan system tapering off dengan menggunakan parameter berikut ini:
 Infiltrate stroma di batas pinggir
 Menurunnya densitas infiltrate stromal
 Menurunnya edema stromal dan inflamasi endothelial
 Menurunnya inflamasi bilik anterior
 Reepitelisasi defek epitel kornea
 Perbaikan gejala-gejala nyeri


PERAWATAN BEDAH
• Penyebab tersering perforasi kornea adalah infeksi bakteri, virus atau jamur yang diperkirakan 24 – 55% dari semua kasus perforasi, dimana infeksi bakteri adalah yang tersering. Potongan sklerokornea atau aplikasi jaringan cyanoacrylat yang adhesive merupakan penyebab perforasi pada kornea.
• Penggunaan antibiotic intravena (biasanya digunakan ciprofloxacin 500 mg per oral 2x sehari) sebaiknya dimulai sejak ulkus kornea mengalami perforasi dan 3 hari setelah pemberian PK
• Pelindung mata plastic sebaiknya dipasang pada mata
• Penggunaan anestesi umum biasanya dipilih pada operasi keratoplasti. Anestesi topical dapat digunakan untuk aplikasi jaringan adhesive
• Ukuran transplant sebaiknya ukuran terkecil yang sesuai dengan tempat perforasi dan ulkus yang terinfeksi. Donor sebaiknya berukuran lebih dari 0.5 mm
• Penghilangan katarak sebaiknya ditinggalkan karena resiko perdarahan tiba-tiba dan endophthalmitis
• Sinekhia anterior dan posterior sebaiknya diperlakukan hati-hati
• Bilik anterior diirigasi untuk menghilangkan debris nekrotik dan inflamasi
• Donor kornea sebaiknya terkunci dengan jahitan putus putus 16 menggunakan nilon 10-0
• Injeksi subkonjungtiva dengan antibiotic dapat diberikan tanpa injeksi steroid
• Tindakan postoperative digunakan antibiotic fortified topical. Penggunaan kortikosteroid 4x sehari dapat digunakan segera setelah bedah jika eksisi infeksi sudah lengkap. Steroid bisa tidak diberi untuk beberapa hari untuk memonitor infeksi. Jika periode postoperative akut berakhir, perawatan lanjutan sama seperti pada keratitis yang tidak berkomplikasi
• Konsultasi dengan ahli vitreoretinal membantu dalam diagnosis endophthalmitis

PENGOBATAN
Antibiotic topical merupakan terapi utama pada kasus keratitis bakteri dan terapi antibiotic sistemik digunakan hanya pada kasus perforasi atau organism spesifik (N. gonorrhoeae). Penggunaan kortikosteroid topical terdapat beberapa kontroversi: tetapi bila digunakan sesuai guideline memberikan hasil yang baik pada pasien.
Aminoglikosid mempunyai aktivitas bakteri spectrum luas, terutama kuman batang gram negative. Antibiotic ini mempunyai afinitas pada ribosom 30S dan 50S bakteri untuk memproduksi komplek 70S nonfungsional yang dapat menginhibisi sintesis sel bakteri. Tidak seperti bakteri lain yang mengganggu sintesis protein, antibiotic ini lebih mempunyai sifat bakterisid. Aktivitas klinis mereka terbatas pada kondisi anaerob dan mempunyai ratio toksisitas rendah.
Cephalosporins mempunyai aktivitas spectrum luas meliputi aksi melawan Haemophillus yang efektif. Antibiotic ini mempunyai cincin beta laktam seperti penisilin dan cincin dihydrothiazin yang membuat resisten terhadap penisilinase yang dihasilkan staphlyocococcus. Antibiotic ini menginhibisi pembentukan sel dinding pada stadium ke 3 dan terakhir dengan berikatan pada protein yang terikat penisilin di membrane sitoplasmik dibawah sel dinding. Antibiotic ini ditoleransi baik secara topical.
Chloramphenicol biasanya digunakan pada infeksi yang spesifik disebabkan oleh H influenzae. Penggunaannya dibatasi karena sifat toksiknya dan juga dapat mendepresi sumsum tulang.
Makrolid adalah agen bakteriostatik (erythromycin, tetracycline) yang dapat menekan pertumbuhan gram positif kokus. Kelompok ini bekerja dengan menginhibisi sintesis protein.
Glikopeptid mempunyai aktivitas melawan bakteri gram positif dan kuman resistant penicillin dan methicillin. Antibiotic ini menghambat biosintesis polimer selama stadium kedua pembentukan sel dinding, yang berbeda dari antibiotic beta laktam. Antibiotic ini juga mempunyai aktivitas yang baik melawan kuman basilus gram positif.
Sulfonamide mempunyai struktur sama dengan PABA (para -aminobenzoic acid (PABA), yaitu precursor yang dibutuhkan bakteri untuk sintesis asam folat. Sehingga mereka menghambat secara kompetitif pembentukan asam dihidropteroik, yaitu precursor asam dihiropteroik dari pteridin PABA. Inhibisi ini tidak berefek pada sel mamalia karena kurangnya mensintesis asam folat dan membutuhkan asam folat bentuk akhir. Antibiotic ini aktif melawan gram positif dan gram negative juga merupakan obat pilihan untuk melawan keratitis Nocardia
Fluoroquinolones secara bervariasi melawan aksi DNA gyrase bakteri yaitu enzim esensial untuk sintesis DNA. Obat ini mempunyai aktivitas melawan kebanyakan bakteri gram negative dan beberapa gram positif. Penelitian ditujukan pada resistensi Fluoroquinolones pada staphylococcus. Resistensi ini dilaporkan pada kasus infeksi mata dan selain mata pada isolasi. Obat ini juga terbatas melawan streptococci, enterococci, non-aeruginosa Pseudomonas, and anaerobes. 2 penelitian yang membandingkan efikasi solusio ciprofloxacin 0.3% dan ofloxacin 0.3% dengan kombinasi cefazolin dan tobramycin memperlihatkan efikasi yang lebih baik dengan monoterapi menggunakan Fluoroquinolones. Obat ini juga mempunyai toksisitas lebih rendah, penetrasi yang baik di permukaan mata dan penetrasi lebih lama pada air mata. Monoterapi keratitis bakteri dengan obat ini terbukti efektif pada percobaan yang lebih luas meski sudah ada laporan resistensi Fluoroquinolones.

OBAT-OBATAN
Tobramycin 14 mg/mL (AKTob, Tobrex)
 Mengganggu sintesis protein bakteri dengan berikatan pada subunit ribosom 30S dan 50S yang menyebabkan kerusakan pda sel membrane. Penggunaan 2 ml parenteral tobramycin (40 mg/cc) sampai 5 mL tobramycin 0.3%. Obat ini sebaiknya disimpan di kulkas (kadaluarsa dalam 7 hari)
 Dosis dewasa: 1 tetes pada 24 jam pertama, diturunkan perlahan tergantung respon klinis dan hasil laboratorium
 Dosis anak: sama seperti dewasa
Amikacin 20 mg/mL (Amikin)
 Obat ini bekerja dengan berikatan pada subunit ribosom 30S bakteri, memblok rekognisi pada sintesis protein sehingga terjadi inhibisi pertumbuhan.
 Dosis dewasa: 1 tetes selama 24 jam pertama, diturunkan jika terdapat perbaikan
 Dosis anak: sama seperti dewasa
Cefazolin 50 mg/mL (Ancef, Kefzol, Zolicef)
 Cephalosporin generasi pertama yang cocok untuk gram positif dan sedikit efektif untuk gram negative. Untuk penggunaan topical maka cairkan 500 mg bubuk parenteral cefazolin 500 mg di air steril 10 ml. obat ini disimpan di kulkas dan kadaluarsa dalam 7 hari
 Dosis dewasa: 1 tetes pada 24 jam pertama, diturunkan perlahan tergantung respon klinis dan hasil laboratorium
 Dosis anak: sama seperti dewasa

Ceftazidime 50 mg/mL (Fortaz, Ceptaz)
 Cephalosporin generasi ke tiga mempunyai aktivitas kurang pada gram positif pathogen, namun lebih kuat pada gram negative jika dibandingkan pada cephalosporin generasi pertama. Untuk penggunaan, larutkan bubuk ceftazidime ke cairan pengganti air mata sebanyak 9.2 cc. kemudian larutan 5 cc tadi dilarutkan lagi ke cairan pengganti air mata 5 cc, kocok.
 Dosis dewasa: 1 tetes pada 24 jam pertama, diturunkan perlahan tergantung respon klinis dan hasil laboratorium
 Dosis anak: sama seperti dewasa
Chloramphenicol (Chloromycetin)
 Bekerja dengan menginhibisi sintesis protein bakteri. Berikatan dengan suunit ribosom 50S dan 70S dan mencegah penangkapan asam amino pada akseptor akhir ribosom aminoacyl-tran. Aktif digunakan untuk melawan bakteri secara luas meliputi gram-positive, gram-negative, organism aerobic dan anaerobic.
 Dosis dewasa: 1 tetes pada mata yang terinfeksi, diturunkan perlahan tergantung respon klinis dan hasil laboratorium
 Dosis anak: sama seperti dewasa
Erythromycin (E-Mycin)
 Ointment mata dapat diaplikasikan tiap jam dengan dikombinasikan dengan fluoroquinolone untuk meningkatkan perlawanan terhadap streptococcus dan bakteri gram positif lain pada ulkus kecil dan pasien rawat jalan
 Dosis dewasa: gunakan 0.25 inch ke dalam kelopak mata tiap jam
 Dosis anak: sama seperti dewasa

Vancomycin 50 mg/mL (Vancocin)
 Untuk persiapan penggunaan topical, larutkan 500 mg bubuk parenteral vancomycin ke dalam air steril, cairan pengganti air mata atau larutan salin (0.9%) sebanyak 10 ml. preparat ini disimpan di kulkas dan bertahan dalam 4 hari. Konsentrat 25 mg/ml lebih efektif daripada konsentrat 50 mg/ml
 Dosis dewasa: 1 tetes pada mata yang terinfeksi, diturunkan perlahan tergantung respon klinis dan hasil laboratorium
 Dosis anak: sama seperti dewasa
Sulfa
 Digunakan apabila positif keratitis Nocardia. Aksi bakterostatiknya yaitu bekerja secara antagonis kompetitif pada PABA (komponen penting untuk sintesis asam folat)
 Dosis dewasa: 1 tetes pada mata yang terinfeksi, diturunkan perlahan tergantung respon klinis dan hasil laboratorium
 Dosis anak: sama seperti dewasa
Ciprofloxacin 0.3% (Ciloxan)
 Merupakan Fluoroquinolone yang aktif melawan pseudomonas, streptococci, MRSA, S epidermidis dan kebanyakan organism gram-negative, tetapi tidak dapat melawan organism an aerob. Kerjanya dengan menghambat sintesis DNA.
 Dosis dewasa: 1 tetes tiap 30 menit untuk 12x penggunaan, kemudian 1 tetes untuk 24 – 48 jam pertama; diturunkan perlahan tergantung respon klinis dan hasil laboratorium
 Dosis anak: sama seperti dewasa

Ofloxacin 0.3% (Floxin)
 Merupakan derifat asam karboksilik dengan efek bakterisid spectrum luas
 Dosis dewasa: 1 tetes tiap 30 menit untuk 12x penggunaan, kemudian 1 tetes untuk 24 – 48 jam pertama; diturunkan perlahan tergantung respon klinis dan hasil laboratorium
 Dosis anak: sama seperti dewasa
Gatifloxacin
 Golongan Quinolon yang mempunyai aktivitas antimikroba dengan meninhibisi DNA gyrase dan topoisomerases, yang dibutuhkan untuk replikasi, transkripsi dan translasi materi genetic. Quinolon mempunyai aktivitas melawan gram positif dan gram negative aerob. Perbedaan struktur kimia quinolon akan mempunyai hasil yang berbeda dalam melawan bakteri dan mempunyai efek toksisitas yang berbeda pula
 Dosis dewasa: 1 tetes tiap 30 menit untuk 12x penggunaan, kemudian 1 tetes untuk 24 – 48 jam pertama; diturunkan perlahan tergantung respon klinis dan hasil laboratorium
 Dosis anak: sama seperti dewasa
Corticosteroids topikal
 Agen antiinflamasi yang mengganggu pertahanan tubuh dan menambah proliferasi mikroba tetapi dapat mengurangi respon inflamasi tubuh sehingga dapat terjadi scar konjungtiva dan kornea. Sebaiknya tidak digunakan sebelum terapi antimikroba dapat mengatur proliferasi bakteri. Bukti klinis yang membaik pernah dilaporkan. Penggunaan obat ini sebaiknya dengan bijaksana dengan memperhatikan efek sampingnya. Penghentian sebaiknya dengan perlahan diturunkan untuk meminimalkan efek rebound
Prednisolone acetate 1% (AK-Pred, Pred Forte)
 Menurunkan inflamasi dengan mensupresi migrasi leukosit polymorphonuclear mengurangi peningkatan permeabilitas kapiler. Digunakan jika keratitis diterapi dengan antimikroba secara baik kemudian diberikan peningkatan kortikosteroid dan penurunan antibiotik
 Dosis dewasa: 1 tetes perhari sebagai dosis awal memberikan perbaikan, kemudian dimonitor dengan ketat untuk mencegah perburukan infeksi

PERAWATAN LANJUTAN PASIEN INAP
Pemberian antibiotic sebaiknya diturunkan perlahan dengan melihat parameter berikut ini:
 Infiltrate stroma di batas pinggir
 Menurunnya densitas infiltrate stromal
 Menurunnya edema stromal dan inflamasi endothelial
 Menurunnya inflamasi bilik anterior
 Reepitelisasi defek epitel kornea
 Perbaikan gejala-gejala nyeri
PERAWATAN LANJUTAN PASIEN RAWAT JALAN
Pasien sebaiknya dimonitor ketat pada infeksinya kemudian pengobatan diturunkan perlahan, jika penggunaan kortikosteroid dilakukan maka sebaiknya antibiotic distop.
PENCEGAHAN
Antibiotic topical diberikan secara rutin setelah trauma kornea (juga pada tindakan bedah).
Pencegahan kontaminasi perlu dilakukan terhadap penggunaan obat-obatan topical dan sterilitas penggunaan lensa kontak

KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling ditakutkan adalah penipisan kornea, descemetocele sekunder dan perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophthalmitis dan hilangnya penglihatan

PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada beberapa factor:
 Virulensi organism
 Lokasi dan perluasan ulkus kornea
 Vaskularisasi dan deposit kolagen
Diagnosis awal dan terapi tepat dapat membantu mengurangi kejadian hilangnya penglihatan

Tuesday, October 13, 2009

ISLAM DAN PENTINGNYA KESEHATAN

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang bersih”.
Berangkat dari petikan satu ayat tersebut di atas, dapat ditegaskan bahwa Islam mempunyai kesungguhan dalam masalah kesehatan. Kesungguhan ini tercermin dari kecintaan Allah kepada orang yang bertobat (al-tawwabin) dan orang yang bersih (mutathahhirin). Dari taubat menghasilkan kesehatan mental, sedangkan kebersihan lahiriyah menghasilkan kesehatan fisik. Dengan demikian, setidaknya, ada dua kesehatan yang ditekankan ajaran Islam, yaitu kesehatan mental dan kesehatan fisik. Kesehatan mental tercermin dalam kata al-tawwabin dan kesehatan fisik tercermin dalam kata al-mutathahhirin.
Dua kesehatan ini akan banyak ditemukan dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits. Bahkan dalam beberapa ayat, ditemukan kesehatan fisik berpengaruh terhadap kesehatan mental. Ini membuktikan bahwa Islam mempunyai perhatian yang serius terhadap kesehatan. Kesehatan mental mempunyai posisi penting dalam pergaulan manusia. Dari kesehatan mental yang dimiliki setiap individu pada setiap manusia maka akan muncul masyarakat yang sehat. Dengan cara demikian, kenyamanan kehidupan akan bisa dinikmati secara bersama.
Perhatian tentang kesehatan fisik, misalnya dapat dijumpai pada firman Allah yang memerintah kepada Nabi:
     
“Dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah.” (Q.S. Al Muddatstsir: 4-5)
Menariknya, dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada Nabi untuk membersihkan pakaian sekaligus bersamaan dengan perintah menyampaikan ajaran agama dan membesarkan nama-nama Allah. Dalam salah satu hadits, Nabi pernah bersabda:


“Sesungguhnya, badanmu mempunyai hak atas dirimu.” (HR. Al-Bukhari)
Pesan yang bersamaan seperti di atas, juga dijumpai pada ayat lain, misalnya, dalam surat Al-A’raf: 31:
         
“Dan makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan, karena Allah tidak suka kepada orang-orang berlebihan.” (Q.S. Al-A’raf: 31)
Dalam ayat ini, Allah melarang makan dan minum secara berlebihan. Penekanan larangan secara berlebihan terhadap makanan dan minuman dalam mengkonsumsi, bukan saja membuat orang menjadi rakus, yang dalam tingkat tensi tertentu bisa membuat hubungan manusia di tengah masyarkat menjadi tidak harmonis bahkan muncul konflik-konflik horizontal, tetapi juga berdampak pada perut sebagai terminal pengolahan makanan yang mempunyai kapasitas yang terbatas, bahkan tidak jarang mendorong munculnya suatu penyakit.
Karena itu, Nabi Muhammad SAW jauh-jauh hari telah mewanti-wanti kepada umat Islam untuk memperhatikan betul tentang kapasitas perut manusia dalam menerima makanan. Dalam hal ini, Nabi memberikan petunjuk seperti disebutkan dalam sabdanya sebagai berikut:



“Jika tidak ada sesuatu yang dipenuhkan oleh putra-putri Adam lebih buruk daripada perut. Cukuplah bagi putra-putr Adam beberapa suap yang dapat menegakkan tubuhnya. Kalaupun harus dipenuhkan, maka sepertiga untuk makannya, sepertiga lainnya untuk minumnya, dan sepertiga lagi (sisanya) untuk penafasan. (H.R. Tirmidzi)
Para ulama berpendapat bahwa jenis makanan itu dapat mempengaruhi kesehatan mental manusia. Kesimpulan ini diambilkan dari kata rijzun yang dipergunakan beberapa ayat Al-Qur’an dalam menjelaskan perlunya memperhatikan makanan yang disertai penyebutan kata rijsun. Misalnya, ayat 145 surat An-An’am berikut ini:
      ••       
“Kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor.” (Q.S. Al-An’am: 145)
Kata rijsun di sini lebih dimaknai pada kotor dalam pengertian budi pekerti, bukan kotor dalam pengertian fisik. Jadi, kata rijsun ini mempunyai dampak psikologis terhadap aktivitas manusia.
Karena itu, Allah menganjurkan untuk mencari makanan yang dihasilkan dengan cara yang halal dan baik: halalan thayyibah. Halal tidak hanya dilihat dari cara memperoleh, tetapi juga secara dzatnya makanan dan minuman itu tidak haram. Sedangkan thayyibah mengandung pengertian makanan makanan itu sehat dan bergizi bagi tubuh. Perintah mencari makanan seperti ini, dapat dilihat dalam Surat Al-Baqarah: 168 berikut ini:
 ••                
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. Al-Baqarah: 168)
Seperti disebutkan di atas, makanan yang rijsun itu mempunyai dampak psikologis. Dalam tingkat tertentu, kondisi psikologis ini bisa menjadi penyakit rohani. Kalau itu terjadi, bisa merusak dan menghalangi hubungan sesama manusia dan hubungan dengan Allah (ibadah). Jadi, Islam memperhatikan kesehatan fisik dan kesehatan mental. Kesehatan fisik berpengaruh terhadap kesehatan mental.

MANFAAT WUDHU UNTUK KESEHATAN

KHOTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya mengajak kaum muslimin, khususnya diri saya pribadi untuk menambah ketaqwaan kita kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , yaitu dengan memperbanyak amal ibadah kita sebagai bekal untuk menghadap Illahi Rabbul Jalil. Serta melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala laranganNya.
Seperti firman Allah:
Artinya: “Dan berbekallah kalian, karena sebaik-baik bekal adalah taqwa, dan bertaqwalah kepadaKu wahai orang-orang yang menggunakan akalnya.”
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Kita hidup bukanlah semata-mata mementingkan urusan dunia, sebab urusan ukrawi adalah lebih penting. Kehidupan dunia terbatas oleh usia dan waktu dan kelak pada saatnya kita akan kembali ke alam yang tiada terbatas waktu. Semua amal perbuatan kita selama di dunia akan diminta pertanggungjawabannya, karena amal perbuatan tersebut merupakan tabungan akhirat.
Kebahagiaan dunia dapat diperoleh melalui keuletan berusaha dan dapat dinikmati hasilnya selagi hidup, baik berwujud materi kebendaan maupun yang hanya dirasakan oleh perasaan batin. Sebaliknya kebahagiaan akhirat tidak nampak sekarang, namun dapat dicapai dengan jalan mengikhlaskan diri dalam Ibadat khusu’ dalam shalat serta menjauhi semua yang dibenci oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala .



Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia.
Barang siapa mengingat Allah *(dzikrullah) ketika wudhu, niscaya disucikan oleh Allah tubuhnya secara keseluruhan. Dan barang siapa tiada mengingat Allah niscaya tiada disucikan oleh Allah dari tubuhnya selain yang kena air saja (HR.Daruquthni).
Citra air amat lekat dengan kesejukan,ketenangan,kedamaian.Selain mampu membersihkan kotoran yang menyelimuti tubuh,ternyata banyak sekali mepunyai khasiat.Diantaranya, air yang menyentuh tubuh akan menghasilkan efek rileks dan nyaman sehingga orang dapat fokus dan tenang dalam beraktifitas.
Maha Suci Allah, demikianlah dengan berbagai manfaatnya Islam mensyariatkan penggunaan air wudhu sebagai awal ibadahnya. Wudhu menjadi sebuah media penyiapan hamba untuk bertemu dengan Allah SWT. Lalu mengapa harus air wudhu? kuncinya adalah titik akupuntur yang tersentuh oleh air, terapi Air, para ahli kesehatan menyebutnya. Bila kita mau merenung kembali, coba perhatikan pada bagian mana saja Rasul Saw mengajarkan wudhu? Jawabnya, ternyata seluruh bagian badan yang di basuh ketika berwudhu adalah anggota badan yang sangat rentan di datangi kuman.Dengan terkena airnya bagian- bagian tersebut akan membuat efek pengenduran saraf-saraf , hasilnya jelas terasa kan segarnya.


Berwudhu wajib dilakukan oleh orang yang akan mengerjakan shalat. Berwudhu harus lengkap syarat-syaratnya, yaitu :
1. Islam.
2. Mumaiz (dapat membedakan baik dan buruk).
3. Tidak berhadas besar.
4. Berwudhu dengan air yang mensucikan dan tidak ada yang menghalangi sampainya air kekulit.


Begitu pula berwudhu harus memenuhi rukun-rukunnya, yaitu:
1. Niat.
2. Membasuhmuka.
3. Membasuh dua tangan sampai ke siku.
4. Menyapu sebagian kepala dengan air.
5. Membasuh dua kaki sampai ke dua mata kaki.
6. Menertibkan semua rukun wudhu.


Firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku. Sapulah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai ke dua mata kaki“(QS. Al Maidah:6).
Kita perlu mendalami kembali makna perintah berwudhu ini. Wudhu suatu perintah Allah SWT akan terasa tidak sulit bagi setiap orang yang ingin shalat Tetapi sudahkah kita betul-betul merasakan manfaat wudhu itu secara lahir dan bathin ?
1. Membasuh Muka
Kelika membasuh muka (untuk mengerjakan shalat) apayangtarlintas di hati kita saat air membasahi wajah? Setidaknya ada dua hal :
* Pertama, wajah kita akan bersih dari kotoran berupa debu dan lainnya Akhimya perasaan senang dan puas menyertai diri karena wajah telah bersih, dan tidak kalah pentingnya kita merasa sehat. Dokter Ahmad Syauqy Ibrahim peneliti hidung, penyakit dalam, dan penyakit jantung di London mengatakan : “Para pakar sampai kepada kesimpulan: Pencelupan anggota tubuh ke air akan mengembalikan tubuh yang lemah menjadi kuat, mengurangi kekejangan pada syaraf dan otot, menormalkan detak jantung, kecemasan dan insomania (susah tidur) ”
* Kedua, dari hakikat membasuh wajah, suatu isyarat bahwa diri kita siap berhadapan dengan Yang Maha Kuasa Diakui, anggota tubuh kita yang selalu tampak dan disepakati paling indah adalah wajah. Maka wajah kitayang telah indah dibasuh/disirami air lagi agar lebih indah menghadapi panggilan Allah SWT saat shalat. Maka seyogyanyalah setelah berwudhu kita gembira dan senang melaksanakan shalat bukannya malas dan tidak bersemangat. Sepertihalnya di dunia, di akhirat kelak orang yang senang akan terlihat dari wajahnya Allah SWT berfirman :


“Banyak muka pada waktu itu berseri-seri, tertawa dan gembira” (QS.’Abasa: 38-39).
Pada hakikatnya saat membasuh wajah, Mata berharap dosa-dosa yang ditimbulkan oleh wajah diampuni Allah SWT, karena mulut, hidung, mata ada pada wajah yang sering berbuat dosa.

2. Mencuci Tangan
Lahiriyahnya kita membersihkan tangan dengan air wudhu dari kotoran. Secara hakikatnya : kita menyadari kedua tangan ini sering berbuat dosa Maka saat berwudhu kita seperti diingatkan agar menjaga tangan dari perbuatan dosa. Kita ketahui Allah SWT memberi dua tangan pada manusia, tetapi bahaya yang ditimbulkan oleh tangan itu berbeda bagi setiap orang. Misalnya : mencuri. Tangan juga dapat diartikan kekuasaaan. Jika orang miskin mencuri pakai tangan, orang “gede” tidak perlu dengan tangan langsung, tetapi bisa melalui perintah pada orang lain atau melalui penipuan, korupsi dan sebagainya.

3. Menyapu Sebagian Kepala
Secara lahiriyah, kita menyapu kepala dengan air saat berwudhu, agar kepala dan rambut bersih dari kotoran, sekaligus memberi kesegaran bagi kepala itu sendiri.Di kepala terdapat akal manusia. Akal menjadikan manusia dapat membedakan baik dan buruk, maka secara rohaniah diharapkan agar akal kita terus berupaya memahami urusan akhirat, bukan hanya berpikir untuk duma semata.
Ada dua makna akal :
* Pertama, akal berarti pemahaman terhadap yang dikehendaki. Fungsinya menjelaskan semua urusan baik berkenaan dengan masalah dunia maupun agama.
* Kedua, berarti pandangan maia bathin danpengetahuan terhadap mana yang manfaat dan tidak untuk dunia maupun akhirat

4. Mencuci Kaki
Sama halnya dengan mencuci tangan, mencud kaki jugaberfungsi membersihkan kaki dan kotoran, berupa debu, bakteri, dan lainnya yang merusak kulit. Dari sisi maknawinya kaki diibaratkan alat transportasi tubuh, ia dapat melangkah ke mana-mana, ke tempat yang baik dan buruk. Saat mencuci kaki ketika berwudhu, kita diingatkan kembali agar melangkahkan kaki ketempat yang baik saja Contohnya seperti ke tempat shalat yang sebentar lagi dilakukan saat selesai wudhu.

Maka jika kita telah sempurna syarat dan rukun wudhu, ditambah dengan melakukan sunat-sunat wudhu seperti membaca basmalah saat berwudhu, berkumur-kumur, memasukkan air kehidung, menyapu kedua telinga, menyilangi anak jari tangan serta kaki, dan menyapu seluruh kepala, maka dosa kita insya Allah akan diampuni Allah SWT. Jadi dengan wudhu kita akan suci dari dosa Nabi SAW bersabda : “Barangsiapa yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, maka semua dosanya keluar dari badannya, hingga keluar dari bawah kuku-kukunya” ( (HR.Muslim). (Imam Nawawi, Terjemahan Riyadhus Shalihin, Cetakan ke-IV,Halaman 33).
Bagian-bagian tubuh yang terkena air wudhu adalah bagian tubuh terbuka. Bagian ini lah yang sering kali dihinggapi berbagai kuman penyakit, sehingga kehadiran kuman-kuman ini akan menambah kuman-kuman yang memang sudah terdapat dikulit. Menurut ilmu bacteria(mikro bacteriology), 1cm persegi dari kulit kita yang terbuka bisa dihinggapi lebih dari 5 juta bakteri yang bermacam-macam.
Perkembangan bakteri di kulit tersebut sangat cepat. Salah satu factor yang paling memengaruhi perkembangannya adalah keseimbangan asam basa (pH). Bisa dikatakan pH permukaan kulit inilah yang melindungi tubuh dan membatasi perkembangan kuman yang menimbulkan penyakit. Ketika membasuk kulit dengan air wudhu, maka secara langsung akan memengaruhi kesimbangan pH dan kelembaban sehingga akan membuat sel kulit kembali normal.
“Sempurnakanlah dalam berwudhu dan gosoklah sela-sela jari kalian…” hal ini diterangkan dalam hadist riwayat Imam yang empat (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad Hambal).
Menurut pandangan medis hal ini sangatlah rasional. Karena pada bagian tersebut terdapat banyak serabut saraf, arteri, vena, dan pembuluh limfe. Menggosok pada sela-sela jari sudah semestinya memperlancar aliran darah perifer (terminal) yang menjamin pasokan makanan dan oksigen.
Manfaat wudhu bagi kesehatan sudah banyak mendapatkan perhatian ahli-ahli kesehatan. Salah satu pakar kesejatan yang melakukan kajian ilmiah tentang wudhu adalah Dr. Magomedov. Asisten pada lembaga General Hygiene and Ecology (Kesehatan Umum dan Ekology) di Daghestan State Medical Academy. Menurut dokter Magomedov, wudhu dapat menstimulasi/merangsang irama tubuh alam, khususnya pada area yang disebut Biological Active Spots (BASes) atau titik-titik aktif biologis. Menurut riset ini, mirip dengan titik-titik refleksologi Cina.
Kalau untuk mempelajari titik-titik refleksi Cina bisa diselesaikan dalam waktu 15-20 tahun, dengan wudhu menurut Dr. Magamedov bisa diselesaikan dengan cepat dan sederhana. Dan, keunggulan lainnya refleksi dengan wudhu tidak hanya menyembuhkan penyakit, tetapi juga mencegah masuknya penyakit.
Apa yang diungkapkan Dr. Magamedov bukan isapan jempol belaka. Ketika seseorang melakukan wudhu, 61 sampai 65 titik refleksi merupakan bagian-bagian yang terkena basuhan wudhu. Titik-titik tersebut merupakan saraf-saraf yang berhubungan dengan organ-organ tubuh manusia yang sering kali menimbulkan penyakit akut seperti ginjal, jantung, paru-paru, darah tinggi, dan kangker. Ketika melakukan wudhu titik tersebut akan terrefleksi sehingga selain bisa mengobati bisa juga mencegah terjadinya penyakit-penyakit akut tersebut.
Dalam pengobatan modern guyuran air wudhu sama dengan hidroterapi atau pemijatan dengan memanfaatkan air sebagai media penyembuhan. Ketika seseorang sedang berwudhu dan kemudian membasuh wajah, misalnya, hal ini akan memberik efek positif pada usus, ginjal, dan system saraf maupun reproduksi. Membasuh kaki kiri berefek positif pada kelenjar pituiri dan otak yang mengatur fungsi-fungsi kelenjar endokrin. Di telinga terdapat ratusan titik biologis yang akan menurunkan tekanan darah dan mengurangi sakit.
Dalam buku yang berjudul (“shalat : Olah raga untuk Jasmani dan Rohani”), Mokhtar Salem, mengungkapkan pendapat yang hamper senada dengan Dr. Magamedov. Menurutnya, wudhu bisa menjadi alat paling efektif untuk mencegah terjadinya kangker kulit. Dari hasil penelitian medis kangker kulit disebabkan oleh berbagai bagan kimia – baik zat-zat hasil pembuangan limbah industry maupun kosmetika-yang kemudian menempel pada kulit. Selama ini belum ditemukan cara paling jitu untuk menghindari penyakit itu. Yang sering kali dianjurkan dokter kulit baru sebatas pencegahannya, yaitu dengan membersihkan kulit secara rutin. Dan dengan wudhu anjuran dokter tersebut dapat terlaksana karena setiap hari paling tidak umat Islam melakukan wudhu lima kali dalam sehari.
Berkaitan dengan kangker kulit, selain menguraikan bahwa air yang membasuh wajah ketika berwudhu akan dapat meremajakan sel-sel kulit muka dan membantu mencegah muncuknya keriput. Selain itu, wudhu juga meremajakan selaput lender yang menjadi gugus depan pertahanan tubuh. Proses ini penting karena salah satu tugas utama lender adalah membawa zat-zat asing yang masuk kepada sel pelindung manusia, yaitu limfosit T (sel T) dan limfosit B (sel B). keduanya bersiaga dijaringan limfoid dan system gatah bening serta mampu menghancurkan penyakit yang akan menggerogoti tubuh. Maka jika fungsi terganggu tubuh akan mendapat ancaman yang besar karena kehilangan kekebalan alaminya. Dan dengan melakukan wudhu fung tersebut bisa ditingkatkan daya kerjanya.
”Sungguh ummat-Ku akan diseru pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya karena bekas wudhunya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Satu lagi bagian tubuh yang mendapatkan perhatian ketika berwudhu adalah lubang hidung. Seperti yang sudah banyak diketahui hidung merupakan organ pernafasan tempat keluar masuknya udara. Tidak selamanya udara yang dibawa masuk kedalam tubuh itu bersih. Udara yang tidak bersih tersebut menyebabkan berbagai penyakit seperti ISPA(Infeksi Saluran Pernapasan Akut), TBC dan kangker. Dengan membersihkan saluran hidung dengan air ketika wudhu maka akan melakukan pencegahan dini terhadap penyakit-penyakit tersebut.
Selain sebagai pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit, wudhu juga bisa memperlancar aliran darah. Ketika air wudhu membasuh anggota wudhu, secara langsung akan membuat darah bereaksi sehinga bekerja bisa lebih cepat dan gesit mengalirkan darah keseluruh tubuh. Hal ini bisa terjadi karena air wudhu mengenai tubuh akan menyebabkan normalisasi suhu tubuh sebagai akibat bertemunya suhu panas dalam tubuh dengan dinginnya guyuran air wudhu. Saat itu juga darah mengalir kedaerah seputar wajah, kedua tangan dan telapak kaki dengan sangat lancar.
Lancarnya aliran darah pada seluruh tubuh(dan juga termasuk pada bagian kulit) akan membuat kelenjar kulit bekerja. Tugas kelenjar kulit ini adalah menyedot darah-darah kotor dan membuangnya keluar tubuh melalui pembuluh-pembuluh halus yabg terletak dipermukaan kulit. Maka begitu darah kotor itu keluar, air wudhu akan langsung membersihkannya. Egek dari proses ini adalah kulit di sekitar wajah dan bagian tubuh yang lain akan selalu tampak segar dan berseri-seri. Inilah mungkin alas an ilmiahnya kenapa disunnahkan membasuh bagian tubuh yang terkana air wudhu sebanyak tiga kali.
Proses membuang darah kotor lewat permukaan kulit tersebut selain membuat kulit selalu segar dan berseri-seri juga akan membantu fungsi ginjal. Ginjal merupakan organ tubuh yang bertugas membuang zat-zat baracun lewat kencing. Ketika tugas ini telah dibantu oleh pembuluh darah yang ada dipermukaan kulit maka tugas ginjal juga akan berkurang. Artinya, berwudhu ternyata mengurangi sedikit beban berat kerja ginjal dan dampaknya bisa meminimalisir kemungkinan terkena resiko sakit ginjal.
Ada satu lagi organ tubuh yang diuntungkan dengan lancarnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh, yaitu jantung. Tugas jantung adalah memompa darah keseluruh bagian tubuh. Semakin jauh dari bagian yang akan dipompa maka kerja jantung akan semakin besar. Daerah-daerah yang jauh itu antara lain wajah, telapak tangan dan kaki. Nah, ketika berwudhu maka jantung akan langsung bereaksi dan kemudian memompa darah dengan kuat menuju tiga anggota badan yang berjauhan itu, sehingga beban kerja jantung semakin berkurang. Ketika jantung bisa bekerja denga rileks dan normal maka hal ini akan mencegah terjadinya serangan jantung.
Ketika berwudhu disunnahkan untuk berkumur-kumur dan bersiwak. Secara medis hal ini ternyata sangat bermanfaat bagi kesehatan gigi dan mulut. Sebuah penelitian mencatat bahwa 90% dari mereka yang menderita kerusakan gigi, adalah karena keteledoran dalam melakukan kebersihan mulut. Penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri yang ada dimulut tidak hanya mengancam gigi dan gusi, tetapi juga mengancam system pencernaan kita, ini karena ait liur yang kita telan berasal dari mulut. Dengan berkumur-kumur dan bersiwak maka kebersihan dalam rongga mulut dan gigi akan terjamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

KHOTBAH KEDUA
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ؛
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Manfaat wudhu bagi kesehatan sudah banyak mendapatkan perhatian ahli-ahli kesehatan. Salah satu pakar kesejatan yang melakukan kajian ilmiah tentang wudhu adalah Dr. Magomedov. Asisten pada lembaga General Hygiene and Ecology (Kesehatan Umum dan Ekology) di Daghestan State Medical Academy. Menurut dokter Magomedov, wudhu dapat menstimulasi/merangsang irama tubuh alam, khususnya pada area yang disebut Biological Active Spots (BASes) atau titik-titik aktif biologis. Menurut riset ini, mirip dengan titik-titik refleksologi Cina.
Kalau untuk mempelajari titik-titik refleksi Cina bisa diselesaikan dalam waktu 15-20 tahun, dengan wudhu menurut Dr. Magamedov bisa diselesaikan dengan cepat dan sederhana. Dan, keunggulan lainnya refleksi dengan wudhu tidak hanya menyembuhkan penyakit, tetapi juga mencegah masuknya penyakit.
Dalam pengobatan modern guyuran air wudhu sama dengan hidroterapi atau pemijatan dengan memanfaatkan air sebagai media penyembuhan. Ketika seseorang sedang berwudhu dan kemudian membasuh wajah, misalnya, hal ini akan memberik efek positif pada usus, ginjal, dan system saraf maupun reproduksi. Membasuh kaki kiri berefek positif pada kelenjar pituiri dan otak yang mengatur fungsi-fungsi kelenjar endokrin. Di telinga terdapat ratusan titik biologis yang akan menurunkan tekanan darah dan mengurangi sakit.
Selain sebagai pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit, wudhu juga bisa memperlancar aliran darah. Ketika air wudhu membasuh anggota wudhu, secara langsung akan membuat darah bereaksi sehinga bekerja bisa lebih cepat dan gesit mengalirkan darah keseluruh tubuh. Hal ini bisa terjadi karena air wudhu mengenai tubuh akan menyebabkan normalisasi suhu tubuh sebagai akibat bertemunya suhu panas dalam tubuh dengan dinginnya guyuran air wudhu. Saat itu juga darah mengalir kedaerah seputar wajah, kedua tangan dan telapak kaki dengan sangat lancar.


Amin, Amin, Ya robbal alamin.
جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْفَائِزِيْنَ وَالآمِنِيْنَ وَأَدْخَلَنَا وَإِيَّاُكْم فِيْ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ، وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
لَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغفر لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Friday, October 2, 2009

Kasus Schizofrenia Tak Terinci

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. L.A.M
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : tidak bekerja
Status Pernikahan : Belum Menikah
Agama : Katholik
Alamat : Wonosari, Jeruk Agung, Srumbung Magelang
Tanggal Pemeriksaan : 13 April 2009
Masuk Rawat Inap RSSM : 11 April 2009
Rawat Inap RSSM yang ke: 15

II. ALLOANAMNESA
Nama : Bp. Agha
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Hubungan : kakak kandung
Sifat Kenal : Sangat Dekat
Alamat : Wonosari, Jeruk Agung, Srumbung Magelang Tanggal Pemeriksaan : 13 April 2009



A. SEBAB DIBAWA KE RUMAH SAKIT
KELUHAN UTAMA: marah-marah dan mengancam membunuh keluarga sejak 5 HSMRS
KELUHAN TAMBAHAN:
- Tidak bisa tidur
- Mudah tersinggung
- Mengamuk dan merusak alat-alat rumah tangga
- Mengurung diri
- Hubungan sosial terganggu
- Malas bekerja
- Gelisah
- Mendengar suara-suara
- Melihat bayangan-bayangan hitam
- Curiga

B. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Data diperoleh dari autoanamnesa, alloanamnesa dan rekam medis RSSM.

16 tahun yang lalu, pasien pernah masuk RSJ Magelang untuk pertama kalinya dan kambuh-kambuhan hingga sekarang dengan berbagai macam penyebab, baik karena masalah yang ringan maupun berat. Gejala pertama yang menyebabkan pasien mengalami gangguan jiwa 16 tahun yang lalu adalah karena rencana pernikahan yang gagal. Pasien sekeluarga menganut agama Katholik dan keluarga pasangan laki-laki adalah Islam, dari ibu pasien tidak menyetujui rencana pernikahan tersebut, padahal sudah ada acara pertemuan antara kedua belah pihak. Pasien walaupun dilarang tetap menyusul calon suaminya ke Jakarta dengan alasan ikut kerja disana, tetapi kurang lebih 3 bulan di Jakarta kemudian pulang ke rumah, pasien menjadi murung, banyak diam, mengurung diri di kamar. Pasien mondok kurang lebih 3 bulan dan berobat jalan sampai sembuh. Saat keadaan pasien membaik pasien tidak mau minum obat rutin dan tidak mau control, sehingga kambuh lagi

14 tahun yang lalu pasien kambuh lagi, dalam satu tahun kambuh 2x dengan selang waktu kurang lebih 3 bulan, kambuhan ini disebabkan karena ibu pasien mendadak meninggal, kemungkinan disebabkan karena sakit jantung. Pasien merasa ditinggalkan ibu pasien yang menentang rencana pernikahannya. Pasien menanyakan ke kakak tentang pesan terakhir dari ibu, kakak pasien mengatakan pesannya agar pasien tidak nakal. Pesan tersebut diartikan pasien, bahwa ibu menganggap dirinya adalah anak nakal sehingga menyebabkan keluarga tidak mau menerima rencana pernikahannya. Muncul kembali gangguan seperti murung, diam dan mengurung diri. Pasien dirawat selama 2 minggu dan kambuh lagi 3 bulan kemudian karena teringat kematian ibunya dan mondok selama 2 bulan, pasien setelah sembuh menjalani obat rutin dan control setiap obat habis.

12 tahun yang lalu, pasien kambuh lagi karena teringat dengan rencana pernikahannya yang gagal saat menghadiri acara pernikahan saudaranya. Sepulang dari acara pernikahan saudara, pasien mendadak diam, murung, muncul gangguan seperti sebelumnya. Pasien merasa diingatkan dengan rencana pernikahan yang gagal sehingga kembali mondok di RSJ Magelang selama 4 bulan sampai sembuh. Setelah sembuh pasien terus berobat rutin dan rajin control.

10 tahun yang lalu pasien kembali mondok, dalam tahun ini pasien mondok hingga 2x dengan jarak kambuhan 1 bulan. Hal ini disebabkan karena ayah pasien menikah lagi dan memberi tekanan kepada pasien, dimana pasien merasa kehilangan sosok ayah. Ayah seperti direbut oleh ibu tiri, pasien memilih tinggal dengan kakak bukan dengan ayah dan ibu tirinya. Gejala yang muncul sama, pasien murung, diam dan mengurung diri sehingga keluarga membawa kembali ke RSJ hingga sembuh tetapi kemudian kambuh lagi 1 bulan kemudian karena bermasalah dengan ayah pasien. Pasien menuntut mempunyai rumah sendiri, tidak ingin tinggal dengan ayah pasien maupun kakak pasien. Tapi keinginan tidak bisa terealisasikan cepat sehingga kambuh lagi.

9 tahun yang lalu, rumah yang dibangun untuk pasien dan kakaknya sudah jadi, namun perbaot-perabotnya belum lengkap. Pasien meminta kepada ayah untuk membelikan perabot-perabot rumah tangga, namun karena biaya juga pas-pasan ayah pasien tidak bisa menuruti kemauan pasien, sehingga muncul lagi gangguan yang sama dengan sebelumnya. Pasien mondok ke RSJ Magelang selama 1 bulan hingga sembuh dan terus minum obat rutin.

8 tahun yang lalu pasien saat ditinggal pergi oleh keluarga, pasien sendiri di rumah. Melakukan percobaan bunuh diri gantung dengan selendang. Namun, selendang yang dipakai usang, sehingga pasien selamat. Sepulang keluarga dari bepergian, mendapati hal tersebut, segera membawa ke RSJ lagi, ditakutkan pasien melakukan bunuh diri lagi. Alasan pasien ingin bunuh diri, informasi dari keluarga tidak mengetahui dan pasien merasa bingung mengapa ingin bunuh diri saat itu. Saat itu pasien dirawat hingga 3 bulan.

6 tahun yang lalu, pasien tinggal dengan kakak, namun kadang-kadang berkunjung ke rumah ayah. Pasien merasa tidak nyaman jika dengan ayahnya, sering bertengkar dan sampai menyebabkan kambuhan tersebut. Kakak pasien yang dianamnesis sudah lupa dengan permasalahan tersebut. Pernah bertengkar hebat, pasien mendadak muncul gangguan seperti sebelumnya dan dimondokkan hingga 3 bulan. Pasien sembuh dan sempat dititipkan di suster gereja hampir 2 tahun. Di tempat suster gereja itu pasien mengenal laki-laki dan sampai akrab.

5 tahun yang lalu pasien kambuh lagi disebabkan karena laki-laki yang dikenal di suster tersebut saat mau dikenalkan dengan keluarga dan keluarga calon tersebut, tiba-tiba pasien mengamuk dan marah-marah saat perkenalan tersebut. Pasien masih ingat dengan pacarnya yang dulu di Jakarta, sehingga muncul gangguan lagi, sehingga dibawa lagi ke RSJ Magelang dan dirawat sampai 2 bulan. Rencana pernikahan tersebut gagal untuk kedua kalinya.

3 tahun yang lalu pasien kembali mondok, dan tahun tersebut juga sampai kambuh 2x dalam setahun. Pasien mempunyai adik angkat (dulunya bayi yang dibantu kelahirannya oleh almarhum ibu pasien dan dirawat oleh ayah pasien sampai sekarang), tetangga-tetangga pasien mengolok-ngolok pasien agar menikah saja dengan adik angkatnya, kakak pasien dan ayah tidak menyetujui karena adik angkat itu bagaimanapun juga sudah seperti anak sendiri dan tidak bisa walaupun adik angkatnya menyetujui. Pasien muncul lagi gangguan dari yang murung, diam, hingga marah-marah dan membanting meja seperti almari dan alat-alat rumah tangga. Pasien dirawat kembali dan kambuh lagi dalam tahun yang sama, karena bermasalah dengan ayah, tetapi kakak pasien tidak tahu masalahnya apa.

2 tahun yang lalu pasien sempat berkenalan dekat dengan sesama pasien laki-laki di RSJ. Kakak pasien berniat ingin menjodohkan dengan pasien apabila saling menyukai, namun di tengah perkenalan dengan keluarga calon, calon tersebut menghilang tiba-tiba tanpa meninggalkan pesan, pasien merasa gagal lagi, pasien mendadak marah-marah dan teringat rencana pernikahannya yang gagal sebelum-sebelumnya, sehingga pasien hingga kambuh lagi.

2 bulan yang lalu pasien sudah terlambat control 2 bulan. Pasien tidak mau control karena merasa sehat dan baikan. Pasien masih mau bekerja ke sawah dan membantu memasak kakak ipar, namun suatu hari pasien mendadak diam, murung setelah cekcok dengan ayah, pasien minta uang tetapi tidak diberi oleh ayah. Kakak pasien mengecek kotak obat, didapati obat yang biasa diminum ternyata utuh, kakak pasien curiga dengan keadaan pasien yang menjadi mudah tersinggung, cepat marah apalagi dengan ayah, bahkan karena masalah kecil seperti masakan, pasien mengaku kepada kakak mendengar suara-suara bisikan, pasien juga sempat mengatakan sudah beragama Islam, tetapi sadar tidak melakukan salat, dan juga tidak pernah ke gereja. Malam sebelum dibawa ke rumah sakit pasien mandi lebih 2x pada malam hari dan keesokan harinya mengamuk, sehingga pasien dibawa ke rumah sakit dengan keadaan terikat. Kakak pasien merasa ada perbedaan dibandingkan dengan gejala-gejala sebelumnya yang tidak sampai mengamuk. Pasien dirawat kurang lebih sebulan dan membaik. Di rumah pasien sudah agak tenang karena tinggal dengan kakak pasien. Pasien mau melakukan pekerjaan ke sawah salak, membantu memasak kakak ipar dan rajin minum obat. Kakak pasien merasa kehadiran ayah akan membuat pasien mudah tersinggung. Pasien tenang hingga 5 HSMRS.

5 hari SMRS pasien berkunjung ke rumah ayah, sudah seperti yang diperkirakan kakak, pasien bercek-cok dengan ayah, setelahnya tiba-tiba diam dan murung sendiri di kamar. Pasien mengancam ingin membunuh ayah nya setiap kali keinginannya tidak dipenuhi. Pasien mau minum obat tetapi masih mudah tersinggung. Malam sebelum dibawa ke rumah sakit pasien mandi hingga 3x, keesokan harinya (Hari pasien dibawa ke rumah sakit) pasien marah-marah dan mengamuk. Meja dan almari dihancurkan, selain mengancam ingin membunuh ayah, pasien juga ingin membunuh anak kakaknya. Pasien di rumah merasa curiga dengan tetangga-tetangga dan keluarga, pasien merasa mereka membenci dan iri hati pada pasien. Karena takut membahayakan keluarga, pasien dibawa ke RSJ lagi.
Saat dianamnesis Pasien mengatakan sering dibisiki suara-suara Yesus agar pasien tenang. Ketika ditanya Yesus siapa, pasien menjawab bahwa Yesus adalah pacarnya, pasien merasa tenang dengan mengingat Yesus, sering mengobrol dengan Yesus mengenai kehidupan rumah tangga. Pasien mengaku ingin menikah dan mempunyai anak, merawat anak, ingin memiliki kehidupan keluarga seperti kakaknya. Pasien juga melihat bayang-bayang hitam yang dianggapnya gendruwo sering mengganggunya jika malam hari bahkan bayangan itu mengikuti sampai di rumah sakit. Pasien tidak ingin pulang, senang berada di rumah sakit cinta Magelang, karena di rumah sakit cinta banyak mendapat kasih sayang dan perhatian dari perawat dan dokter. Saat melihat laki-laki lewat pasien akan bercerita laki-laki yang lewat itu mirip dengan pacarnya yang dahulu, tetapi tidak pernah jadi menikah. Pasien berulang-ulang mengatakan ingin menikah, mempunyai anak dan merawat anak. Bahkan ketika ditanya hal lain pasien menjawab dengan keinginannya menikah. Pasien tidak suka melihat acara gossip di tivi karena banyak menampilkan pasangan-pasangan yang akan menikah membuatnya iri. Pasien mengatakan pernah masuk di acara tivi, tetapi pasien tidak bisa menjelaskan acara apa dan menampilkan apa.

C. HAL – HAL YANG MENDAHULUI SAKIT
1. Faktor Organis
- Medis Umum
Tidak didapatkan riwayat penyakit demam Tifoid. Tidak didapatkan riwayat kejang dan trauma kapitis. Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung dan Tuberculosis.
- Penyalahgunaan Napza
Tidak didapatkan riwayat penyalahgunaan obat dan konsumsi alkohol.

2. Faktor Psikososial
- Kepribadian Premorbid
Pasien dalam keseharian sebelum muncul gangguan jiwa, dikenal sebagai pribadi yang tertutup, pendiam, cuek dan penyendiri terutama jika ada masalah. Pasien lebih menyukai aktivitas di rumah, tidak suka ketemu dengan tetangga. Pasien mempunyai sedikit teman.

- Kasih Sayang
Menurut kakak, keluarga pasien hangat dan memperhatikan pasien dengan baik sejak kecil.
- Sosial Ekonomi
Kehidupan ekonomi pasien cukup
- Faktor Predisposisi
Berdasarkan keterangan di atas, terdapat beberapa faktor yang memungkinkan menjadi faktor predisposisi kondisi pasien sekarang, antara lain :
a. Ciri kepribadian schizoid
b. Masalah keluarga dan status belum menikah pasien

D. RIWAYAT KELUARGA
1. Pola Asuh Keluarga
Pasien adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Pasien tinggal bersama keluarga kakak kandung dan kadang ikut dengan ayah pasien, mendapatkan kasih sayang dan perhatian sebagaimana mestinya. Hubungan dengan anggota keluarga lainnya berjalan cukup baik. Pasien tidak menyukai almarhum ibu kandungnya, karena menentang rencana pernikahannya, dan kematian ibunya yang tiba-tiba membuat pasien merasa ditinggalkan. Ayah pasien kemudian menikah lagi, sejak itu pasien sering bermasalah dengan ayahnya, sikap ayah sering disalah artikan pasien, sampai membuat pasien terpancing marah dan teringat masalah-masalah yang dahulu sehingga sering kambuh






2. Silsilah Keluarga























Keterangan:

= Laki-laki


= Wanita

= Pasien


= Tinggal serumah

= Mempunyai gangguan jiwa sejak kecil

= Pernah mengalami gangguan jiwa depresi




RIWAYAT PRIBADI (ALLOANAMNESIS)
1. Masa prenatal dan perinatal
Pasien lahir di rumah ditolong oleh dukun. Tidak ada kelainan selama kehamilan, lahir cukup bulan dan tidak ada kesulitan selama persalinan. Pasien merupakan anak yang diinginkan, keluarga pasien bahagia atas kelahiran pasien.
2. Masa kanak-kanak
- Masa kanak awal (0-3 tahun)
Pasien mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia. Pasien minum ASI sejak bayi sampai umur 2 tahun. Sikap orang tua merawat pasien dengan penuh kasih sayang.
- Masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien tinggal bersama orang tua dan mendapat perhatian yang sama. Pasien masuk SD umur 6 tahun dan tidak pernah tinggal kelas. Pasien mempunyai banyak teman dan ceria.
- Masa kanak akhir dan remaja (11-18 tahun)
Pasien masuk SMP saat umur 12 tahun dan tidak pernah tinggal kelas. Perkembangan pasien sama seperti anak remaja lainnya. Pasien melanjutkan sekolahnya hingga lulus SMA. Setelah SMA pasien lebih suka menyendiri, pasien tidak mempunyai teman sebanyak waktu SMP.
3. Perkembangan jiwa
Pasien dibesarkan dalam keluarga yang harmonis dan mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya.
4. Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SMA dengan riwayat prestasi baik. Pasien tidak pernah tinggal kelas. Pasien pernah ingin melanjutkan kuliah tetapi tidak bisa karena alasan biaya.
5. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah kerja sebagai tani di sawah salak milik ayahnya. Pasien jarang melakukan pekerjaan rumah tangga.
6. Hubungan Sosial
Sebelum terjadi perubahan perilaku, hubungan pasien dengan keluarga, saudara, tetangga, maupun dengan teman cukup baik (tidak ada masalah). Setelah timbul gangguan perilaku, hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat kurang baik.
7. Kegiatan Moral Spiritual
Pasien adalah penganut agama Katholik dan cukup rajin menjalankan ibadah. Tapi setelah mengalami gangguan perilaku, pasien jarang melaksanakan ibadah ke Gereja
8. Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan khusus.
9. Gambaran Kepribadian
Pasien dikenal sebagai pribadi yang tertutup, pendiam, cuek dan penyendiri terutama jika ada masalah. Pasien lebih menyukai aktivitas di rumah, tidak suka ketemu dengan tetangga dan jarang bersosialisasi dengan tetangga. Pasien cenderung memiliki ciri kepribadian schizoid
10. Sifat Alloanamnesis Dapat dipercaya.










E. Grafik Perjalanan Penyakit





























Keterangan:
A. Tahun 1993 pasien dirawat untuk pertama kali di RSJ Magelang, penyebab munculnya gangguan karena rencana pernikahan yang gagal karena tidak disetujui ibu.
B. Tahun 1995 dirawat untuk ke 2 kalinya, penyebab kambuh karena ibu pasien meninggal dunia, pasien kehilangan sosok ibu, di benak pasien, ibu menganggap dirinya anak nakal.
C. Tahun 1995 dirawat untuk ke 3 kali, karena masih teringat dengan kematian ibu
D. Tahun 1997 dirawat untuk ke 4 kali, karena teringat akan rencana pernikahan yang gagal saat diajak ke pernikahan saudara
E. Tahun 1999 dirawat untuk ke 5 kali, pasien kambuh lagi karena ayah pasien menikah lagi, pasien merasa kehilangan sosok ayah seperti direbut ibu tiri
F. Tahun 1999 dirawat untuk ke 6 kali, kambuh karena bermasalah dengan ayah
G. Tahun 2000 dirawat untuk ke 7 kali, penyebab kambuhan karena tidak dibelikan perabot rumah
H. Tahun 2001 dirawat ke 8 kalinya karena pasien mencoba bunuh diri dengan gantung
I. Tahun 2003 dirawat ke 9 kali, kambuh lagi akibat bertengkar dengan ayah
J. Tahun 2004 dirawat sudah ke 10 kalinya, disebabkan karena pasien akan mengenalkan calon pasangan baru, tetapi mendadak muncul gangguan lagi, sehingga rencana pernikahan gagal lagi untuk ke 2 kalinya
K. Tahun 2006 dirawat ke 11 kali karena ada olokan-olokan dari tetangga agar pasien menikah dengan adik angkatnya
L. Tahun 2006 dirawat ke 12 kali karena bermasalah lagi dengan ayah
M. Tahun 2007 dirawat ke 13 kali pasien gagal lagi mau menikah untuk ke 3 kali
N. Tahun 2009 bulan Februari, dirawat lagi ke 14 kali, pasien tidak rutin kontrol, obat masih utuh, pasien mudah marah dan tersinggung dengan ayah
O. Bulan April tahun 2009 dirawat lagi ke 15 kali, belum sebulan di rumah, pasien mudah marah dan mengamuk sejak 5HSMRS. Pasien juga mengancam akan membunuh ayah dan keponakannya, sehingga dibawa lagi ke RSJ Magelang lagi.

III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Internus
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5° C
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva Anemis (-), Sklera Ikterik (-), Pupil kanan
dan kiri Isokor
Lidah : Tidak kotor
Leher : Deviasi Trachea (-), Struma (-)
Dada
Paru : Simetris, Vesikular, Ronkhi (-),
Wheezing (-)
Jantung : Ictus Cordis tak tampak, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Supel, Hepar dan Lien tidak teraba,
bising usus (+) normal
Ekstremitas : Tonus dan pergerakan normal


b. Status Neourologik
Nervus Cranial : Dalam batas normal (DBN)
Reflek – reflek :
a. Reflek Fisiologis : Dalam batas normal
b. Reflek Patologis : Dalam batas normal

c. Status Psikiatrik
Pemeriksaan dilakukan tanggal 13 April 2009
A. Deskripsi Umum

1. Penampilan
Perempuan, sesuai umur, rawat diri baik, status gizi cukup, tampak bingung, mondar mandir dan curiga
2. Kesadaran
Compos mentis
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Hiperaktif
4. Pembicaraan
Pasien berbicara apabila ditanya dan volume suara normal
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kurang Kooperatif

B. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, ekspresi Afektif (Hidup Emosi) serta empati

1. Afek (Mood)
Mood: disforik
Afek : tumpul
2. Ekspresi Afektif
Tumpul
3. Roman muka
Sedikit mimik
4. Empati (Einfuhlung)
Dapat ditarik, dapat dicantum

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)

1. Taraf Pendidikan, Pengetahuan dan Kecerdasan
Lulusan SMA, kecerdasan kurang.
2. Daya Konsentrasi
Baik dengan hitungan angka
3. Orientasi:
- Waktu : Baik, pasien dapat membedakan pagi, siang dan malam
- Tempat : Buruk, pasien merasa di rumah sakit cinta Magelang
- Orang : Baik, pasien mengenal dokter-dokter dan perawat
- Situasi : Baik, pasien mengetahui saat ax di bangsal sepi
4. Daya Ingat
- Segera : Baik
- Jangka pendek : Baik
- Jangka panjang : Baik
- Akibat hendaya daya ingat (inpairment) pada pasien tidak terganggu
5. Pikiran Abstrak
Kurang
6. Bakat Kreatif
Tidak Ada
7. Kemampuan Menolong Diri Sendiri
Pasien mampu melakukan activity daily living



D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi Dan Ilusi
- Halusinasi visual : ada
- Halusinasi auditorik : ada
- Halusinasi olfaktori : tidak ada
- Ilusi : tidak ada
2. Depersonalisasi Dan Derealisasi
- Depersonalisasi : ada
- Derealisasi : tidak ada

E. Proses Pikir
1. Arus Pikiran
- Produktifitas : Pasien hanya menjawab apabila ditanya
- Kontinuitas : Asosiasi Longgar
- Hendaya Berbahasa : tidak ditemukan
2. Isi Pikiran
- Preokupasi : ingin menikah dan mempunyai anak
- Obsesi : tidak ada
- Gangguan Pikiran :
o Waham bizarre:
• Tought of echo : negatif
• Tought insertion : negatif
• Tought broadcasting : negatif
• Tought withdrawl : negatif
• Waham magic mistik : negatif
o Waham non bizarre:
• Waham curiga : positif
• Waham kebesaran : negatif
• Waham kejar : negatif
• Waham cemburu : negatif
• Waham dosa/bersalah : negatif/ negatif
• Waham tersangkut:
Idea of persecution : negatif
Idea of reference : positif
Idea of influence : negatif
• Waham nihilistic : negatif
1. Bentuk Pikir
Non realistik, sirkumstansial (+)

F . Pengendalian Impuls
Pasien kurang dapat mengendalikan diri
G . Daya Nilai
- Norma Sosial : Pasien mengamuk, merusak alat rumah tangga dan mengancam akan membunuh ayah dan anak-anak kakak
- Uji Daya Nilai : terganggu
- Penilaian Realitas : terganggu

H . Persepsi (tanggapan) pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien ingin menikah.dan mempunyai anak
I . Tilikan (insight) :
I: pasien tidak sadar bahwa dirinya sakit
J . Taraf dapat dipercaya
Kurang dapat dipercaya





IV. IKHTISAR PENEMUAN YANG BERMAKNA

• Tingkah laku : hiperaktif
• Roman muka : sedikit mimik
• Mood : disforik
• Afek : tumpul
• Keserasian : inappropriate
• Empati : dapat ditarik, dapat dicantum
• Orientasi tempat : buruk
• Gangguan persepsi : halusinasi visual dan auditorik, depersonalisasi
• Arus pikiran : asosiasi longgar
• Isi pikiran : waham curiga, idea of reference
• Bentuk pikiran : non realistic, circumstansial
• Tilikan : I

Sindrom skizofrenia yang didapat:

- Asosiasi longgar
- Afek tumpul
- Waham curiga
- Halusinasi visual
- Halusinasi auditorik
- Idea of reference


V. DIAGNOSIS BANDING
1. Skizofrenia Tak Terinci (F 20.3)
2. Skizofrenia Paranoid (F 20.0)
3. Skizofrenia Residual (F20.5)

VI. PEMBAHASAN
1. Skizofrenia tak terinci (F20.3)
No Kriteria diagnostic Pada pasien
1.

2.


3. Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik;
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia Terpenuhi

Terpenuhi


Terpenuhi


2. Skizofrenia Paranoid (F 20.0)
No. Kriteria Diagnosis Pada Pasien
1.
2. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Sebagai tambahan:
• Halusinasi dan atau waham harus menonjol;
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit (whistling), mendengung (humming) atau bunyi tawa (laughing);
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delution of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau” passivity” (delusion of passivity) dan keyakinan dikejar-kejar yang beranekaragam, adalah yang paling khas;
• Gangguan Afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/ tidak menonjol Terpenuhi

Terpenuhi




Tidak Terpenuhi



Tidak Terpenuhi




Tidak Terpenuhi



3. Skizofrenia Residual (F 20.5)
No Kriteria diagnostic Pada pasien
1.




Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua:
a. Gejala negatif dai skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu 1 tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia
d. Tidak terdapat dementia atau penyakit gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut Terpenuhi

Tidak Terpenuhi









Terpenuhi


Terpenuhi





Terpenuhi






VII. DIAGNOSIS KERJA
Aksis I : F 20.3 Schizofrenia tak terinci
Aksis II : F 60.1 Gangguan Kepribadian Skizoid
Aksis III : Tidak ditemukan
Aksis IV : Masalah keluarga dan status belum menikah
Aksis V : GAF 60 – 51 (gejala sedang (moderate), disabilitas sedang

VIII. TERAPI
Farmakoterapi
- Antipsikosis tipikal
 Chlorpromazine 2 x 100mg
 Haloperidol 2 x 5 mg
- Trihexylphenidil 2 x 2 mg

Psikoterapi
1. Terapi perilaku
Rencana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Contohnya: memberikandan latihan ketrampilan, sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Latihan ketrampilan perilaku (behavioral skills training) atau terapi ketrampilan sosial (social skills therapy); seperti pekerjaan rumah tentang ketrampilan yang telah dilakukan. Pada pasien ini sebaiknya tidak bekerja untuk orang lain, tetapi pekerjaan keluarga seperti bertani atau bercocok tanam.
2. Terapi berorientasi keluarga
Terapi keluarga adalah proses pemulihan pada penderita skizofrenia. Terapi keluarga dapat diarahkan untuk berstrategi menurunkan stress dan mengatasi masalah dan pelibatan kembali pasien ke dalam aktivitas. Edukasi kepada keluarga untuk lebih memaklumi kondisi pasien sehingga tidak terlalu memberikan beban pikiran terhadap pasien, berlaku baik dan tidak kasar ataupun keras. Tiap anggota keluarga harus menunjukkan kasih sayang mereka kepada pasien, agar pasien tidak merasa sendiri dan dikucilkan. Pada pasien ini, keluarga memberi dukungan dengan mengurangi konflik dengan pasien. Keluarga juga sebaiknya terus memberi support dan meyakinkan pasien, walaupun belum mendapat jodoh, pasien masih mempunyai keluarga yang terus menyayanginya dan agar pasrah kepada Tuhan dan terus berdoa.

IX. PROGNOSIS
No. Kriteria Baik Buruk
1.
2.
3.

4.
5.
6.

7.

8.

9.

Perjalanan penyakit kronis
Onset <25 tahun: Ya
Faktor kepribadian premorbid: kepribadian skizoid
Faktor Psikososial: Ada
Faktor Organik: Tidak ada
Pola keluarga yang sakit serupa: tidak ada
Mendapat pertolongan medis <6 bulan setelah onset: Tidak
Pengobatan: Tidak mau minum obat
Gejala negatif: Ada




+


+ +
+
+

+

+



+

+

Kesimpulan: Dubia ad malam

KASUS OTITIS EKSTERNA

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Nn. DA
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Selomerto, Wonosobo
Tanggal masuk RS : 27 Juni 2009

II. ANAMNESA
Keluhan Utama : Nyeri pada telinga sebelah kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik THT BRSD Wonosobo pada tanggal 27 Juni 2009 dengan keluhan nyeri pada telinga sebelah kanan. Keluhan dirasakan sejak tiga hari yang lalu, saat pasien membersihkan telinga dengan cotton bud. Nyeri juga dirasakan saat pasien menarik daun telinganya. Pasien mengaku sering membesihkan telinga dengan cotton bud.
Tidak ada gangguan pendengaran pada telinga kanan maupun kiri, juga tidak didapatkan cairan yang keluar dari telinga. Pasien mengaku badan agak demam sejak kemarin namun setelah minum obat warung demam turun. Pasien tidak batuk pilek dan hudung tidak tersumbat. Pasien juga dapat makan dan minum seperti biasa tanpa nyeri telan.

Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa seperti ini sebelumnya. Pasien mengaku tidak punya riwayat alergi obat-obatan.

Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang menderita penyakit serupa dengan pasien


Resume Anamnesis :
Seorang pasien perempuan 16 tahun, dengan keluhan nyeri pada telinga kanan sejak 3 hari yang lalu. Riwayat kebiasaan mengorek-ngorek telinganya dengan cotton bud (+), tidak ada cairan yang keluar dari telinga. Tidak terjadi penurunan pendengaran pada kedua telinga. Pasien demam namun tidak batuk pilek. Tidak ada nyeri telan. Riwayat alergi disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
Tekanan Darah : tidak dilakukan
Nadi : 88x/mnt
RR : 22x/mnt
T : afebris
Status lokalis
A. Telinga
Inspeksi :
Auricula dx Auricula sin
Benjolan pada telinga luar - -
Otore - -
Hiperemis - -
Edema - -
Serumen - -
Kelainan Kongenital - -




Palpasi
Auricula dx Auricula sin
Tragus Pain + -
Nyeri tarik Auricula + -
Kelenjar limfe Retrouriculer - -
Kelenjar limfe Preuriculer - -

Otoskopi :
Auricula dx Auricula sin
Laserasi Meatus Eksternus + -
Otore - -
Hiperemis + -
Edema + -
Serumen - -
Membrana Timpani Intak Intak
Refleks Cahaya + +

B. Hidung
Inspeksi
 Deformitas hidung (-/-)
 Deviasi septum nasi (-/-)
 Oedem (-/-)
 Hiperemis (-/-)
 Cikatrik (-/-)
 Discharge (-/-)

Palpasi
 Nyeri tekan (-/-)
 Krepitasi (-/-)
Rhinoskopi anterior :
Kolumela Dextra Kolumela Sinistra
Mukosa hidung hiperemis - -
Mukosa hidung oedem - -
Konka oedem - -
Permukaan konka Licin Licin
Discharge - -
Massa - -
Rhinoskopi posterior : tidak dilakukan

C. Tenggorokan
Inspeksi
 Mukosa lidah : dalam batas normal, tidak terdapat gambaran peta
 Mukosa faring : hiperemis (-), granuler (-), oedem (-)
 Uvula : di tengah, tidak hiperemis
 Tonsil : tidak membesar, T1-T1, tidak hiperemis

Palpasi
 Pembesaran lnn submandibula (-), nyeri tekan (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS KERJA
Otitis Eksterna






VI. TERAPI
1. Kausatif : - Antibiotik sistemik Amoksisilin 3x500 mg
- Antibiotik local Ottopain 2-4 x sehari 4-5 tetes.
2. Simptomatis - Analgetik Asam mefenamat 3x500 mg
- Antiinflamasi Dexamethasone 3 x 0,5 mg.
3. Edukatif - Kontrol jika obat habis
- Minum obat secara teratur, antibiotic harus dihabiskan.
- Telinga jangan kemasukan air.
- Mengurangi kebiasaan mengotek telinga dengan cotton bud.
VII. PROGNOSIS
Dubia at Bonam



















PEMBAHASAN


Otitis Eksterna adalah radang liang telinga akut meupun kronis yang disebabkan oleh bakteri. Di klinik, seringkali sukar dibedakan peradangan yang disebabkan oleh penyebab lain, seperti jamur, alergi (eksim) atau virus, sebab seringkali timbul secara bersama-sama.

Factor-faktor yang mempengaruhi otitis eksterna :
 Perubahan kulit kanalis yang biasaya asam atau normal berubah menjadi basa (pH yang basa akan menurunkan proteksi terhadap infeksi).
 Perubahan lingkungan terutama gabungan peningkatan suhu dan kelembapan (udara hangat dan lembab).
 Trauma ringan, seringkali oleh karena membersihkan telinga secara berlebihan atau berenang yang menyebabkan perubahan kulit karena terkena air.

I. OTITIS EKSTERNA DIFUS
Biasanya mengenai kulit liang telinga dua per tiga dalam. Tampak kulit liang telinga hiperemis dan edema dengan tidak jelas batasnya, serta tidak terdapat furunkel.
Kuman penyebabnya biasanya golongan pseudomonas. Kuman lain yang dapat sebagai peyebab ialah Staphylococcus albus, Eschericia colli dan sebagainya. Otitis Eksterna Difus juga dapat terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis.
Gejalanya berupa rasa nyeri, kadang-kadang terdapat secret yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir (musin) seperti secret yang keluar dari kavum timphani pada otits media. Pengobatannya ialah dengan memasukkan tampon yang mengandung antibiotic ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang. Kadang-kadang diperlukan obat antibiotic sistemik.

II. OTITIS EKSTERNA SIRKUMSKRIPTA
Oleh karena kulit di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka di tempat tersebut dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus sehingga membentuk furunkel.
Kuman penyebabnya biasanya Staphilococcus aureus dan Staphilococcus albus. Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat yang tidak sesuai dengan besarnya bisul. Hal ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar di bawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium.

III. OTITIS EKSTERNA MALIGNA
Adalah suatu infeksi khusus pada liang telinga yang biasanya pada penderita diabetes mellitus dan orang tua. Peradangan dapat meluas ke lapisan sub kutis dan organ sekitarnya. Gejala utamanya ialah rasa gatal pada liang telinga, nyeri hebat, secret yang banyak serta pembengkakan liang telinga.
Pengobatan tidak boleh ditunda-tunda, sebab penyakit akan segera menyerang bagian-bagian penting di sekitarnya. Pengobatan yang dianjurkan ialah pemberian antibiotic dosis tinggi terhadap pseudomonas aeruginosa yang dikombinasikan dengan aminoglikosid dan diberikan secara parenteral selama 4-6 minggu. Disampig obat-obatan, juga dilakukan pembersihan luka (debridement) secara radikal.

KASUS RHINITIS ALERGI

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny. TB
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : petani
Alamat : Gunung Tunggal 2/4 Sukoharjo
Tanggal masuk RS : 27 Juni 2009

II. ANAMNESA
Keluhan Utama : pilek kambuh-kambuhan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik THT BRSD Wonosobo pada tanggal 27 Juni 2009 dengan keluhan pilek kambuh-kambuhan kurang lebih 10 tahun, memberat 1 bulan ini. Pasien sering bersin-bersin apabila menghirup serbuk bunga salak (mata pencaharian pasien sebagai petani salak), tetapi dirasakan 1 tahun ini lebih sering dari sebelum-sebelumnya dan membuat pasien berhenti bekerja. Hidung dirasakan tersumbat, dan keluar ingus cair. Pasien juga mengeluh di tenggorokan terasa gatal. Mata kadang sampai nrocos. Bila pagi hari dan udara dingin pilek dirasakan bertambah, bersin-bersin juga dikeluhkan bertambah. Pasien tidak demam saat datang ke poliklinik, tetapi dalam 1 bulan ini kadang-kadang muncul demam. Pasien bolak-balik berobat ke puskesmas, tetapi tidak mereda.

Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan ini muncul kambuh-kambuhan sejak pasien bekerja di kebun salak kurang lebih 10 tahun, pasien hanya berobat di puskesmas bila berat. Pasien belum pernah melakukan tes alergi. Riwayat penyakit asma disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang menderita penyakit serupa dengan pasien

Resume Anamnesis :
Pasien ♀ 36 tahun, dengan keluhan pilek kambuh-kambuhan kurang lebih 10 tahun, memberat 1 bulan ini. Pasien juga sering bersin-bersin terutama apabila menghirup serbuk bunga salak. Hidung dirasakan tersumbat, dan keluar ingus cair. Tenggorokan terasa gatal, mata kadang sampai nrocos. Bila pagi hari dan udara dingin pilek dirasakan bertambah, bersin-bersin juga dikeluhkan bertambah. Pasien tidak demam saat datang ke poliklinik,. Pasien bolak-balik berobat ke puskesmas, tetapi tidak mereda. Pasien belum pernah melakukan tes alergi, menyangkal mempunyai penyakit asma dan tidak ada keluarga yang menderita penyakit serupa dengan pasien.

DIFFERENSIAL DIAGNOSA
 Rhinitis alergi
 Rhinitis vasomotor
 Sinusitis

III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : pasien tampak pilek keluar ingus dari hidung
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
Tekanan Darah : tidak dilakukan
Nadi : 80x/mnt
RR : 20x/mnt
T : suhu raba afebris






Status lokalis
A. Telinga
Inspeksi
Bentuk dan ukuran : (N/N)
Benjolan : (-/-)
Laserasi canalis auditoris : (-/-)
Serumen : (-/-)
Otore : (-/-)
Edema : (-/-)
Hiperemi : (-/-)

Palpasi
Tragus pain : (-/-)
Nyeri tarik auricular : (-/-)
Nyeri pre aurikula & retroaurikula : (-/-)
Pembesaran kelenjar limfe pre aurikula & retro aurikula : (-/-)

Otoskopi
Auricula dx Auricula sin
Membrane tymphani intake + +
Serumen - -
Hiperemis - -
Perforasi - -
Cone of light + +
Otore - -




B. Hidung
Inspeksi
 Tidak terdapat kelainan congenital pada hidung
 Tidak terdapat jaringan parut dalam hidung
 Tidak terdapat deviasi septum
 Tampak pembengkakan & hiperemis pada konka hidung
 Tidak tampak oedem mukosa
 Mukosa hidung hiperemis

Palpasi
 Tidak ada nyeri tekan
 Tidak ada krepitasi

Rhinoskopi anterior :
Kolumela Dextra Kolumela Sinistra
Mukosa hidung hiperemis + +
Mukosa hidung oedem - -
Konka (warna) Merah Merah
Konka oedem + +
Permukaan konka Licin Licin
Discharge +(serous) jernih +(serous) jernih
Massa - -
Rhinoskopi posterior : tidak dilakukan

C. Tenggorokan
Inspeksi
 Mukosa lidah : dalam batas normal, tidak terdapat gambaran peta
 Mukosa faring : hiperemis (+), granuler (+), oedem (+)
 Uvula : di tengah, tidak ada kelainan
 Tonsil : tidak membesar, T1-T1, tidak hiperemis
 Detritus : (-)

Palpasi
 Pembesaran lnn submandibula (-), nyeri tekan (-)
Pemeriksaan tanda-tanda khas rhinitis alergi:
 Allergic shiner : (+)
 Allergic salute : (-)
 Allergic crease : (-)
 Facies adenoid : (-)
 Cobblestone appearance : (+)
 Geographic tongue : (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
• Test allergi : tidak dilakukan
• Garputala : tidak dilakukan
• Audiometric : tidak dilakukan
• Transluminasi : tidak dilakukan
• Nasal swab : tidak dilakukan
• Laboratorium : tidak dilakukan

V. DIAGNOSIS KERJA
Rhinitis Alergi

VI. DIAGNOSA BANDING
Rhinitis vasomotor



VII. TERAPI
1. Control lingkungan dengan mengusahakan penghindaran terhadap allergen penyebab (disini pollen bunga salak)
2. Simptomatis
a. Medikamentosa
 Antihistamin : Cerini (cetirizine 10mg) 1x1
 Dekongestan : Pseudoefedrin 3x60 mg
 Kortikosteroid : dexamethasone 2x0,5 mg
b. Operatif
Diperlukan apabila terjadi komplikasi seperti sinusitis, hipertrofi konka atau polip nasi. Tindakan konkotomi (pemotongan kedua konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat

VIII. RENCANA TINDAKAN
 Terapi simptomatis karena belum terjadi komplikasi
 Menjaga control lingkungan untuk menghindari allergen
 Test alergi
IX. PROGNOSA
Dubia ad Bonam

X. MASALAH
Pasien tinggal di dekat kebun salak sehingga factor pencetus tetap ada

XI. SARAN/ EDUKASI
 Test alergi
 Obat digunakan sesuai aturan
 Apabila obat habis atau keluhan semakin bertambah segera control
 Hindari factor pencetus, disini serbuk bunga salak
 Meningkatkan kondisi badan dengan asupan gizi yang cukup, olahraga serta istirahat yang cukup


























PEMBAHASAN

Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA tahun 2001 rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung degan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE.
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya dan Laten Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2 – 4 jam dengan puncak 6 – 8 jam (fase hipereaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24 – 48 jam.
Pada reaksi ini dilepaskan berbagai mediator seperti histamine (H), leukotrien (LT), prostaglandin D-2 (PGD-2), bradikinin (BK), platelet activating factor (PAF) dan lain-lain yang akan menimbulkan gejala klinis. Pada rhinitis alergi, H, BK, LT dan PAF mengaktifkan sel-sel endotel pembuluh darah mukosa hidung sehingga terjadi vasodilatasi dan pengumpulan darah, serta peningkatan permeabilitas vaskuler dan sekresi kelenjar akibat stimulai reflex saraf kolinergik.
Stimulasi pada reseptor H1 di ujung saraf sensoris menyebabkan gejala bersin-bersin dan gatal pada hidung. Gejala-gejala tersebut timbul beberapa saat setelah terpapar allergen. Fase ini disebut respon fase cepat dengan histamine sebagai mediator utama sehingga preparat anti histamine efektif untuk mengatasi gejala. Gejala dapat berlanjut sampai 6 – 8 jam kemudian yang timbul akibat aktivitas berbagai mediator, tetapi histamine bukan pemegang peran utama. Fase ini disebut respon fase lambat dengan gejala yang menonjol terutama adalah obstruksi hidung. Pada fase ini selain factor spesifik (allergen), iritasi oleh factor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembapan yang tinggi.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis menderita rhinitis alergi. Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan keluhan pilek berulang kurang lebih 10 tahun dan memberat sudah 1 bulan ini. Pasien sering bersin-bersin apabila menghirup serbuk bunga salak, hidung dirasakan tersumbat, dan keluar ingus cair. Pasien juga mengeluh di tenggorokan terasa gatal. Mata kadang sampai nrocos. Bila pagi hari dan udara dingin pilek dirasakan semakin parah, bersin-bersin juga lebih banyak dari biasa. Pasien tidak demam saat datang ke poliklinik, tetapi dalam 1 bulan ini kadang-kadang muncul demam.
Pemeriksaan didapat pembengkakan & hiperemis pada konka hidung inferior, mukosa hidung hiperemis dan terdapat secret serous (encer) berwarna jernih. Pada pasien ini ditemukan gejala allergic shiner yaitu adanya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini biasa muncul pada anak. Gejala lain yang sering muncul pada anak seperti Allergic salute, Allergic crease, Facies adenoid dan Geographic tongue tidak ditemukan pada pasien ini. Cobblestone appearance ditemukan pada pasien ini dimana dinding posterior pasien tampak granuler dan oedem.
Gejala-gejala pasien muncul apabila terpapar dengan allergen serbuk bunga salak. Untuk memastikan adanya alergi terhadap factor pencetus ini pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan tes alergi/ tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End point Titration/ SET) yang sering dilakukan untuk allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya.
Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi. Terapi medikamentosa pada pasien ini diberikan anti histamine non sedative cetirizine, preparat dekongestan oral pseudoefedrin dan preparat kortikosteroid. Pengobatan baru untuk rhinitis alergi adalah dengan pemberian anti leukotrien (zafirlukast/ montelukast), anti IgE dan DNA rekombinan. Tindakan operatif konkotomi parsial, konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan apabila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat. Pengobatan imunoterapi diberikan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta pengobatan lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking antibody dan penurunan IgE.

OMSK (OTITIS MEDIA SUPURATIVA KRONIS)

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah radang kronis mukosa telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluar sekret dari telinga tengah lebih dari 2 bulan baik terus menerus maupun hilang timbul, sifat sekretnya mungkin serous, mukus atau mukopurulen (Soepardi, 2001).
Otitis media supuratif kronik di dalam masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair. Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi (Nursiah).
Otitis media supuratif kronik termasuk salah satu masalah kesehatan utama yang ditemukan pada banyak populasi di dunia, dan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan. Penyakit ini biasa ditemukan pada masyarakat kelas menengah ke bawah di negara-negara berkembang, dan menyebabkan meningkatnya biaya untuk pengobatan. OMSK dapat menyebabkan gangguan pendengaran sehingga menimbulkan dampak yang serius terutama bagi anak-anak, karena dapat menimbulkan pengaruh jangka panjang pada komunikasi anak, perkembangan bahasa, proses pendengaran, psikososial dan perkembangan kognitif serta kemajuan pendidikan.
Prevalensi OMSK di dunia berkisar antara 1 sampai 46 % pada komunitas masyarakat kelas menengah ke bawah di negara-negara berkembang. Adanya prevalensi OMSK lebih dari 1% pada anak-anak di suatu komunitas menunjukkan adanya suatu lonjakan penyakit, namun hal ini dapat diatasi dengan adanya pelayanan kesehatan masyarakat.
Otitis media kronik terjadi secara perlahan-lahan namun dalam jangka waktu yang lama. Dengan demikian, dalam penanganannya memerlukan suatu kecermatan dan ketepatan agar dapat dicapai penyembuhan yang maksimal.

B. TUJUAN PENULISAN
Referat ini disusun agar penulis dan pembaca dapat mengetahui lebih jauh tentang hal yang berhubungan dengan otitis media supuratif kronik terutama pada penatalaksanaan penyakit ini. Selain itu, refereat ini disusun untuk memenuhi syarat koasisten di stase THT RSUD Setjonegoro Wonosobo.


























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.

B. KLASIFIKASI
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe (Nursiah) yaitu :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
a. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.
b. Penyakit tidak aktif
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga.

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis.
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
a. Kongenital
b. Didapat.

Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-kadang sub total.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.

C. ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat (Nursiah).
Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis (Nursiah).
Faktor predisposisi OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukous atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.

5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis media kronis.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.

D. PATOGENESIS
Patogenesis OMSK belum diketahui secara lengkap, tatapi dalam hal ini merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah missal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis.
Suatu teori tentang patogenesis dikemukan dalam buku modern yang umumnya telah diterima sebagai fakta. Hipotesis ini menyatakan bahwa terjadinya otitis media nekrotikans, terutama pada masa anak-anak, menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga. Setelah penyakit akut berlalu, gendang telinga tetap berlubang, atau sembuh dengan membran yang atrofi yang kemudian dapat kolaps kedalam telinga tengah, memberi gambaran otitis atelektasis.
Hipotesis ini mengabaikan beberapa kenyataan yang menimbulkan keraguan atas kebenarannya, antara lain :
1. Hampir seluruh kasus otitis media akut sembuh dengan perbaikan lengkap membran timpani. Pembentukan jaringan parut jarang terjadi, biasanya ditandai oleh penebalan dan bukannya atrofi.
2. Otitis media nekrotikans sangat jarang ditemukan sejak digunakannya antibiotik. Penulis (DFA) hanya menemukan kurang dari selusin kasus dalam 25 tahun terakhir. Dipihak lain, kejadian penyakit telinga kronis tidak berkurang dalam periode tersebut.
3. pasien dengan penyakit telinga kronis tidak mempunyai riwayat otitis akut pada permulaannya, melainkan lebih sering berlangsung tanpa gejala dan bertambah secara bertahap, sampai diperlukan pertolongan beberapa tahun kemudian setelah pasien menyadari adanya masalah. Anak-anak tidak dibawa berobat sampai terjadi gangguan pendengaran yang ditemukan pada pemeriksaan berkala disekolah atau merasa terganggu karena sekret yang selalu keluar dari telinga (Nursiah).


E. PATOLOGI
Otitis media supuratif kronis lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman ini disebabkan karena proses peradangan yang menetap atau kekambuhan ini ditambah dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut.
Secara umum gambaran yang ditemukan adalah :
1. Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral. Ukurannya dapat bervariasi mulai kurang dari 20% luas membrana timpani sampai seluruh membrana dan terkenanya bagian-bagian dari anulus. Dalam proses penyembuhannya dapat terjadi penumbuhan epitel skuamosa kedalam ketelinga tengah. Pertumbuhan kedalam ini dapat menutupi tempat perforasi saja atau dapat mengisi seluruh rongga telinga tengah. Kadang-kadang perluasan lapisan tengah ini kedaerah atik mengakibatan pembentukan kantong dan kolesteatom didapat sekunder. Kadang-kadang terjadi pembentukan membrana timpani atrifik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat. Membrana ini cepat rusak pada periode infeksi aktif.
2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang, akan tampak normal kecuali bila infeksi telah menyebabkan penebalan atau metaplasia mukosa menjadi epitel transisional. Selama infeksi aktif, mukosa menjadi tebal dan hiperemis serta menghasilkan sekret mukoid atau mukopurulen. Setelah pengobatan, penebalan mukosa dan sekret mukoid menetap akibat disfungsi kronik tuba Eustachius. Faktor alergi dapat juga merupakan penyebab terjadinya perubahan mukosa menetap.
Dalam berjalannya waktu, kristal-kristal kolesterin terkumpul dalam kantong mukus, membentuk granuloma kolesterol. Proses ini bersifat iritatif, menghasilkan granulasi pada membran mukosa dan infiltrasi sel datia pada cairan mukus kolesterin.
3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi sebelumnya. Biasanya prosesus longus inkus telah mengalami nekrosis karena penyakit trombotik pada pembuluh darah mukosa yang mendarahi inkus ini. Nekrosis lebih jarang mengenai maleus dan stapes, kecuali kalau terjadi pertumbuhan skuamosa secara sekunder kearah ke dalam, sehingga arkus stapes dan lengan maleus dapat rusak. Proses ini bukan disebabkan oleh osteomielitis tetapi disebabkan oleh terbentuknnya enzim osteolitik atau kolagenase dalam jaringa ikat subepitel.
4. Mastoid
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi paa usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang. Antrum menjadi lebih kecil dan pneumatisasi terbatas, hanya ada sedikit sel udara saja sekitar antrum.

F. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Gejala dan Tanda Klinis
 Gejala Klinis
• Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid.
Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap.
Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
• Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis.
Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.


• Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
• Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.

 Tanda Klinis
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
• Adanya Abses atau fistel retroaurikular
• Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
• Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
• Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom






Gambar 1. Membrane Tympani sehat

Gambar 2. Membrana Tympani pada Otitis Media Supuratif Kronik



2. Pemeriksaan Klinik
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut :
• Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tulikonduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah.
Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengaran dengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan masking adalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.

• Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom
Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah:
1. Proyeksi Schuller
2. Proyeksi Mayer atau Owen
3. Proyeksi 4. Proyeksi Chause III



• Bakteriologi
Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari mulainya infeksi akut, bakteriologi yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut.
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp.
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus parasanal, adenoid atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus, atau hemofilius influenza. Tetapi pada OMSK keadaan ini agak berbeda. Karena adanya perforasi membran timpani, infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.
Bakteri penyebab OMSK dapat berupa:
1. Bakteri spesifik
Misalnya Tuberkulosis. Dimana Otitis tuberkulosa sangat jarang ( kurang dari 1% menurut Shambaugh). Pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh infeksi paru yang lanjut. Infeksi ini masuk ke telinga tengah melalui tuba. Otitis media tuberkulosa dapat terjadi pada anak yang relatif sehat sebagai akibat minum susu yang tidak dipateurisasi. Mycobacterium tuberkulosa pada OMSK (Munzel 1978, Jeang dan Fletcher, 1983).
2. Bakteri non spesifik baik aerob dan anaerob.
Bakteri aerob yang sering dijumpai adalah Pseudomonas aeruginosa, stafilokokus aureus dan Proteus sp. Para penulis mendapat presentase yang berbeda terhadap jenis kuman OMSK.
Pseudomonas aeruginosa termasuk kuman gram negatif, aerob dan jumlah kecil sering dijumpai sebagai flora saprofit normal pada kulit dan usus. Perubahan sifat saprofit menjadi patogen pada OMSK terjadi karena faktor-faktor predisposisi yaitu serangan otitis media akut sebelumnya, adanya perforasi membran timpani, efusi kronis telinga tengah, abnormalitas struktur epitel telinga tengah, disfungsi tuba auditiva.
Stafilokokus aureus termasuk golongan gram positif, aerob dan hidup saprofit pada kulit normal manusia . Perubahan sifat saprofit menjadi apatogen terjadi pada kondisi kuman mampu memproduksi toksin dan enzim sehingga mempermudah terjadinya invasi lokal.
Proteus sp. Termasuk kuman gram negatif, aerob, normal terdapat dalam saluran nafas atas, masuk kavum timpani diperkirakan sebagai kuman sekunder sewaktu terjadi otitis media akut, baru mampu menyebabkan infeksi bila pertahanan auris media lemah.



G. PENATALAKSANAAN
Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktorfaktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.
Menurut Nursiah, prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi
1. OMSK BENIGNA
a. OMSK BENIGNA TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

b. OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan ( toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme ( Fairbank, 1981).
Cara pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :
• Toilet telinga secara kering ( dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering.
• Toilet telinga secara basah ( syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan kemastoid ( Beasles, 1979). Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.

• Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anakanak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “ displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotik topikal
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotik topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Rif menganjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakannya, bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu.Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni.
Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.
Bubuk telinga yang digunakan seperti :
a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
b. Terramycin.
c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Seperti aminoglokosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram negatif dan gentamisin kerjanya “sedang” dalam melawan Streptokokus. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata.
Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya B. fragilis ( Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada ot itis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap :
Stafilokokus, koagulase positif, 99%
Stafilokokus, koagulase positif, 95%
Stafilokokus group A, 100%
E. Koli, 96%
Proteus sp, 60%
Proteus mirabilis, 90%
Klebsiella, 92%
Enterobakter, 93%
Pseudomonas, 5%
Dari penelitian terhadap 50 penderita OMSK yang diberi obat tetes telinga dengan ofloksasin dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69% dan tidak ada perbaikan 4,53%
3. Pemberian antibiotik sistemik
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dalam pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat terhadap kondisi tubuhnya . dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah
Kuman aerob Antibiotik sistemik
Pseudomonas Aminoglikosida karbenisilin
P. Mirabilis Ampisilin atau sefalosforin
P. Morganii Aminoglikosida Karbenisilin
P. Vulgaris
Klebsiella Sefalosforin atau aminoglikosida
E. Koli Ampisilin atau sefalosforin
S. Aureus Anti-stafilikokus penisilin, Sefalosforin,
eritromosin, aminoglikosida
Streptokokus Penisilin, sefalosforin, eritromisin
Aminoglikosida
B. fragilis Klindamisin

Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK.
Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu1.
2. OMSK MALIGNA
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain (Soepardi, 2001):
• Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMSK tipe benigna yang tidak sembuh dengan pengobatan konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
• Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial.
• Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah attic, tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
• Miringoplasti
Dilakukan pada OMSK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada OMSK tipe benigna dengan perforasi yang menetap.
• Timpanoplasti
Dikerjakan pada OMSK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe benigna yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi adalah menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.
• Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)
Dikerjakan pada kasus OMSK tipe maligna atau OMSK tipe benigna dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di sini adalah membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani melalui dua jalan, yaitu liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior. Namun teknik operasi ini pada OMSK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena sering timbul kembali kolesteatoma.






BAB III
KESIMPULAN

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul.
OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna (tenang dan aktif) dan OMSK tipe maligna. Pada OMSK tipe benigna, peradangan terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Pada OMSK tipe maligna, peradangan dapat mengenai tulang.
Bakteri penyebab tersering pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus.
Prinsip penatalaksanaan OMSK tergantung jenisnya. Pada OMSK benigna tenang tidak memerlukan pengobatan. Pada OMSK benigna aktif prinsip pengobatannya adalah: pembersihan liang telinga dan kavum timpan ( toilet telinga), pemberian antibiotik topikal, pemberian antibiotik sistemik. Pada OMSK maligna memerlukan operasi, meliputi mastoidektomi sederhana, mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy), miringoplasti, timpanoplasti dan timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty).











DAFTAR PUSTAKA


1. Anonym, “Middle Ear Infections”
www.nfwrhs.sa.gov.au/.../Chronic_Suppurative.jpg
2. Anonym, “Middle ear infection (otitis media)” www.nlm.nih.gov/.../ency/fullsize/19324.jpg
3. Nursiah, “Pola Kuman Aerob Penyebab Omsk dan Kepekaan Terhadap Beberapa
Antibiotika Di Bagian THT FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan”
http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-siti%20nursiah.pdf

4. Matorin P.A, “Pathology and Pathogenesis of Otits Media”
http://www.bcm.edu/oto/grand/42194.html

5. Parry, D., Roland, P., “Middle ear, Chronic Suppuratif Otitis, Medical
Treatment”, http://www.emedicine.com/ent/topic214.htm

6. Soepardi, E.A., Iskandar, N., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, FKUI: Jakarta, 2008