Friday, July 24, 2009

KIPI POLIO

BAB I

PENDAHULUAN

A. 1. Latar Belakang

Banyak orang bilang bahwa sehat itu mahal. Sakit itu derita, tak ada yang ingin mengalami. Untuk menuju sehat, orang tak harus menghabiskan banyak biaya, karena ada imunisasi sebagai jalan keluarnya. Namun, benarkah efek samping imunisasi berbahaya?(8)

Lebih dari 10 juta balita meninggal tiap tahun di dunia, diperkirakan 2,5 juta meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin yang kini ada maupun yang terbaru. Menurut para pakar dunia, sedikitnya sebanyak 10 juta jiwa dapat diselamatkan pada tahun 2006 melalui kegiatan imunisasi. Bahkan hingga tahun 2015 sebanyak 70 juta jiwa anak-anak dinegara miskin dapat diselamatkan dari penyakit-penyakit infeksi yang umumnya menjangkiti kita.(4)

Infeksi polio terjadi diseluruh dunia, diamerika serikat tranmisi virus polio liar berhenti sekitar tahun 1979. Eliminasi polio sejak tahun 1991 didapatkan dinegara-negara barat. Program Eradikasi Polio Global dapat meturunkan secara drastis angka kejadian polio liar diseluruh belahan dunia, kecuali India, Timur Tengah dan Afrika, di Indonesia sendiri tampaknya masyarakat dibuat panik dengan timbulnya kasus polio yang sudah hampir 10 tahun tidak pernah dilaporkan.(5)

KLB polio berkembang di Indonesia sejak ditemukannya kasus polio pertama Maret 2005 lalu setelah 10 tahun (1995-2005) tidak ditemukan lagi kasus polio, sampai dengan 24 Agustus 2005 jumlah penderita AFP (Acute Flaccid paralysis = lumpuh layuh) sebanyak 377 kasus dan setelah dilakukan pemeriksaan di laboratorium yang positif menderita polio ada 226 kasus dapat di 108 desa, 56 kecamatan, 18 kabupaten di 5 provinsi yaitu Jabar, Banten, Lampung, Jateng dan DKI Jakarta.(3) Setelah pemberian vaksinasi OPV sebagian kecil penerima akan mengalami gejala pusing-pusing, diare ringan dan sakit pada otot.(8)

Dalam upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit polio, pemerintah telah melaksanakan program Eradikasi Polio (ERAPO) yang terdiri dari pemberian imunisasi polio secara rutin, pemberian imunisasi massal pada anak balita melalui PIN (pekan imunisasi polio). Sebagai mana kita ketahui, sebagian besar kasus poliomielitis bersifat non-paralitik atau tidak disertai manifestasi klinis yang jelas. Sebagian kecil saja dari kasus poliomielitis yang dapat menimbulkan kelumpuhan (poliomielitis paralitik).(8)

Ada beberapa kejadian yang mengusik perhatian terkait dengan kegiatan vaksinasi tersebut. Pada hari pelaksanaan PIN sedang dilaksanakan, beberapa orangtua balita mempertanyakan efek pemberian polio PIN, karena setelah diberi vaksin polio katanya anaknya sakit panas, mencret-mencret, dan keluhan lainnya yang kejadiannya bertepatan dengan pemberian vaksin polio PIN.(8)

Dari cerita tersebut dapat disimpulkan bahwa ada kekurang pahaman dari sebagian anggota masyarakat akan arti vaksinasi termasuk apa yang akan terjadi setelah vaksinasi yang dalam istilah kesehatannya disebut sebagai "kejadian ikutan pasca-imunisasi" (KIPI). Sejak mulai dilaksanakan PIN pada 1990-an, KIPI telah menjadi perhatian masyarakat. Mereka mulai mengkhawatirkan efek samping imunisasi, jika hal ini terjadi secara berlebihan, akan dapat menggagalkan program imunisasi. KIPI didefinisikan sebagai semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah vaksinasi. Bahan atau obat yang diberikan pada saat vaksinasi adalah vaksin yang dibuat dari kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan. Dapat juga toksin yang diambil dari kuman tersebut atau bagian dari sel kuman tertentu.(8)

A. 2. Batasan Permasalahan

Vaksin telah terbukti memiliki peranan yang sangat besar dalam mengendalikan penyakit infeksi. Namun beberapa komplikasi yang terjadi setelah pemberian vaksinasi telah dilaporkan, sehingga membuat masyarakat memiliki rasa takut dan khawatir untuk memberikan imunisasi pada anaknya, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mencoba memberikan informasi tentang komplikasi yang mungkin terjadi setelah pemberian vaksinasi polio, sedikitnya laporan tentang kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) terutama imunisasi polio yang ada menyebabkan kurang jelasnya data serta informasi yang ada, serta menyebabkan perbedaan pendapat.

A. 3. Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk memahami tentang pengertian, isi, serta kejadian ikutan pasca imunisasi setelah vaksinasi polio.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

B.1. Definisi

Vaksin adalah suatu produk biologik yang terbuat dari kuman, komponen kuman atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna untuk merangsang kekebalan tubuh seseorang.(7)

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut.(7)

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah vaksinasi, yang diduga ada hubungannya dengan pemberian vaksinasi.(7)

B.2. Vaksin Polio

Vaksin oral polio adalah vaksin polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 (Strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.(1)

Vaksin polio terdiri dari 2 jenis, yaitu Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vaccine = OPV) dan Vaksin Polio Inactivated (Inactived Poliomyelitis Vaccine). Jenis Vaksin Polio Oral atau Oral Polio Vaccine (OPV) ini paling sering dipakai di Indonesia. Vaksin OPV pemberiannya dengan cara meneteskan cairan melalui mulut. Meskipun sudah tersedia tetapi Vaksin Polio Inactivated atau Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV) belum banyak digunakan di Indonesia. IPV dihasilkan dengan cara membiakan virus dalam media pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan pemanasan atau bahan kimia.(2,6)

B.3. Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit poliomyekitis.(1)

B.4. Kemasan

1. 1 box terdiri dari 10 vial

2. 1 vial terdiri dari 10 dosis pemberian

3. Vaksin polio adalah vaksin yang berbentuk cairan

4. Setiap vial vaksin polio disertai 1 buah penetes (dropper) terbuat dari bahan plastik.(1)

B.5. Komposisi

Setiap dosis (2 tetes : 0,1 ml) mengandung virus polio tidak kurang dari :

· Tipe 1 : 106 CCID50

· Tipe 2 : 105.0 CCID 50

· Tipe 3 : 105.5 CCID50 (1)

B.6. Cara pemberian dan dosis

1. Sebelum digunakan pipet penetes harus dipasangkan pada vial vaksin.

2. Diberikan secara oral, 1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali pemberian, dengan interval tiap vaksinasi minimal 4 minggu sampai 8 minggu

3. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru

4. Di unit pelayanan yang statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2 minggu dengan ketentuan :

· Vaksin belum kadaluarsa

· Vaksin disimpan dengan suhu 20C sampai dengan 80C

· Tidak pernah terendam air

· Sterilitasnya terjaga

· VVM masih dalam kondisi A atau B

5. Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari berikutnya.(1)

B.7. Efek Samping

Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17:1.000.000)(1)

Pada umumnya reaksi terhadap vaksin dapat berupa reaksi samping (advarse events), atau kejadian lain yang terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi samping vaksin antara lain berupa efek farmakologi, efek samping, interaksi obat, intoleransi, reaksi idiosinkrasi dan reaksi alergi. Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi vaksin, kesalahan prosedur, teknik pelaksanaan dan faktor kebetulan.(6)

Kejadian ikutan pasca imunisasi adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Kejadian ikutan pasca imunisasi polio memang jarang ditemukan. Setelah pemberian vaksinasi OPV sebagian kecil penerima akan mengalami gejala pusing-pusing, diare ringan dan sakit pada otot. Lebih jarang lagi, diperkirakan setiap 2,5% OPV yang diberikan dapat mengalami kasus paralitik poliomyelitis (Vaccine Associated Paralytic Poliomyelitis atau VAPP). VAPP merupakan kejadian lumpuh layu akut (AFP) 4-40 hari setelah diberikan vaksin OPV dengan sekuele neurologis susula yang mirip dengan polio setelah 60 hari. Sementara itu, kasus VAPP kontak terjadi ketika virus yang berasal dari vaksin OPV (VDPV) dieskresikan dan menyebar kepada anak-anak yang belum menerima OPV sevara lengkap.(6)

KIPI dapat dibagi menjadi 5 jenis, yaitu reaksi yang pasti berhubungan dengan imunisasi disertai bukti-bukti, ada bukti-bukti yang memperkuat bahwa kejadian tersebut memang karena imunisasi, ada bukti yang kuat untuk menolak bahwa itu bukan karena imunisasi, ada bukti tidak cukup kuat untuk menolak maupun menerima kejadian itu sebagai akibat imunisasi, ataupun tidak terdapat bukti bahwa itu akibat imunisasi - berdasarkan rekomendasi VSC (1994).(8)

Wabah VAPP di Mesir, Filipina, Republik Dominika, Haiti dan Madagaskar yang dihubungkan dengan sirkulasi VDPV yang telah berubah bentuk menjadi neurovirulen yang disebabkan karena perubahan genetik dan rekombinasi dengan enterovirus non-polio. Strai VDPV yang diisolasi dari kultur tinja di Thailand ditemukan pada 3 dari 15 kasus AFP yang dilaporkan selama 5 tahun terakhir dengan 1-5 kasus lumpuh neurologis menetap yang terjadi 60 hari setelah pemberian OPV. Namun, VAPP yang disebabkan OPV jarang terjadi pada daerah dengan cakupan imunisasi baik lebih dari 90% dan tingkat imunitas kelompok yang tinggi.(6)

Menurut laporan Vaccine Safety Commite, Division of Health Promotion and Disease Prevention, Institute Medicine National Academy of Science USA, tahun 1994 terdapat bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal bahwa OPV dapat menyebabkan Sindrom Guillain Barre (GBS). Demikian juga di Turki pada tahun 2003 pernah dilaporkan 5 penderita GBS setelah pemberian vaksinasi OPV. Penyakit GBS adalah penyakit yang menyerang kelumpuhan kaki dan otot pernafasan manusia, dimana penyebabnya masih belum diketahui dengan jelas. Secara teoritis vaksin hidup seperti OPV dapat merubah menjadi bentuk patogenik. Risiko paling sering terjadi pada pemberian dosis pertama dibandingkan dosis berikutnya. Risiko yang relatif sangat jarang tersebut memang tidak boleh diremahkan, namun bukan menjadi alasan untuk menghindari pemberian OPV karena pemberiannya terbukti sangat berguna untuk menghindari penyakit polio dan menurunkan kasus polio di dunia. Untuk mengurang kejadian ikutan pasca imunisasi maka sebaiknya harus diperhatikan secara cermat kondisi kesehatan penerima vaksinasi.(6)

Kejadian ikutan pada janin belum pernah dilaporkan, namun OPV jangan diberikan pada ibu hamil 4 bulan pertama kecuali terdapat alasan terdesak, misalnya berpergian kedaerah endemis Poliomyelitis. Vaksin polio oral dapat diberikan bersama-sama dengan vaksin inactivated dan virus hidup lainnya, tetapi tidak boleh diberikan bersama vaksin tifoid oral. Bila BCG diberikan pada bayi, tidak perlu memperlambat pemberian OPV, karena OPV memacu imunitas lokal dan pembentukan antibodi dengan cara replikasi dalam usus.(6)

Didalam vaksin polio OPV dan IPV mengandung sejumlah kecil antibiotik (Neomisin, Polimisin, Streptomisin) namun hal ini tidak merupakan kontra indikasi, kecuali pada anak yang mempunyai bakat hipersensitif yang berlebihan.(6)

Tampaknya dengan era globalisasi dimana mobilitas pemduduk dunia antar negara yang sangat tinggi dan cepat mengakibatkan kesulitan dalam mengendalikan penyebaran virus ini. Pencegahan selain dengan imunisasi polio, harus disertai dengan peningkatan sanitasi lingkungan dan higiane sanitasi perorangan untuk mengurangi penyebaran virus yang kembali mengkhawatirkan ini.(6)

B.8. Kontraindikasi

Pada individu yang menderita “immune deficiency”, tidak ada efek yang membahayakan yang timbul akibat pemberian OPV pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. Bagi individu yang terinveksi oleh HIV (Human Immunodefisiansi Virus)baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi OPV berdasarkan jadwal tertentu.(1)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

a. Vaksinasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut

b. Kejadian ikutan pasca imunisasidari 0,17:1.000.000;on and Disease Prevention, Institute Medicine National dari 90% dan tingkat imunitas kelompok yang (KIPI) adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi pada masa 1 bulan setelah imunisasi.

c. Vaksin oral polio adalah vaksin polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 (Strain Sabin)yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.

d. Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.

e. Beberapa komplikasi yang terjadi pada pemberian vaksin polio yang pernah dilaporkan adalah pusing-pusing, diare ringan dan sakit pada otot, kasus paralitik poliomyelitis (Vaccine Associated Paralytic Poliomyelitis atau VAPP) dan sindrom Guillain Barre (GBS).

f. Untuk mengurangi kejadian KIPI sebaiknya harus diperhatikan secara cermat kondisi kesehatan sipenerima vaksinasi

g. Tidak ada kontra indikasi bagi penderita defisiensi imun untuk mendapat vaksinasi polio, sebaiknya diberikan vaksinasi IPV.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonym_,.Modul pelatihan Pengelolaan Rantai Vaksin Program Imunisasi : Modul 1 Pengenalan Vaksin. Dinas kesehatan dan kesejahteraan sosial kabupaten wonosobo. 2005

2. Anonym_,.Imunisasi.hhtp//:www.Medicastore.com

3. Anonym_,.Imunisasi satu-satunya cara mencegah penularan polio.http//www.depkes.go.id

4. Anonym_,.70 juta anak dapat diselamatkan melalui imunisasi.http//www.depkes.go.id

5. Anonym_,.memudahkan program imunisasi.http//www.idionline.org

6. Judarwanto, widodo. Permasalan imunisasi polio,http//www.wrm-indonesia.org

7. Menteri kesehatan RI. Keputusan menteri kesehatan RI nomor 1059/menkes/sk/lx/2004 tentang pedoman penyelenggaraan imunisasi.

8. Anonym_,.Efek samping imunisasi, berbahaykah?.http//www.bali-travelnews.com

No comments:

Post a Comment