STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. L.A.M
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : tidak bekerja
Status Pernikahan : Belum Menikah
Agama : Katholik
Alamat : Wonosari, Jeruk Agung, Srumbung Magelang
Tanggal Pemeriksaan : 13 April 2009
Masuk Rawat Inap RSSM : 11 April 2009
Rawat Inap RSSM yang ke: 15
II. ALLOANAMNESA
Nama : Bp. Agha
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Hubungan : kakak kandung
Sifat Kenal : Sangat Dekat
Alamat : Wonosari, Jeruk Agung, Srumbung Magelang Tanggal Pemeriksaan : 13 April 2009
A. SEBAB DIBAWA KE RUMAH SAKIT
KELUHAN UTAMA: marah-marah dan mengancam membunuh keluarga sejak 5 HSMRS
KELUHAN TAMBAHAN:
- Tidak bisa tidur
- Mudah tersinggung
- Mengamuk dan merusak alat-alat rumah tangga
- Mengurung diri
- Hubungan sosial terganggu
- Malas bekerja
- Gelisah
- Mendengar suara-suara
- Melihat bayangan-bayangan hitam
- Curiga
B. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Data diperoleh dari autoanamnesa, alloanamnesa dan rekam medis RSSM.
16 tahun yang lalu, pasien pernah masuk RSJ Magelang untuk pertama kalinya dan kambuh-kambuhan hingga sekarang dengan berbagai macam penyebab, baik karena masalah yang ringan maupun berat. Gejala pertama yang menyebabkan pasien mengalami gangguan jiwa 16 tahun yang lalu adalah karena rencana pernikahan yang gagal. Pasien sekeluarga menganut agama Katholik dan keluarga pasangan laki-laki adalah Islam, dari ibu pasien tidak menyetujui rencana pernikahan tersebut, padahal sudah ada acara pertemuan antara kedua belah pihak. Pasien walaupun dilarang tetap menyusul calon suaminya ke Jakarta dengan alasan ikut kerja disana, tetapi kurang lebih 3 bulan di Jakarta kemudian pulang ke rumah, pasien menjadi murung, banyak diam, mengurung diri di kamar. Pasien mondok kurang lebih 3 bulan dan berobat jalan sampai sembuh. Saat keadaan pasien membaik pasien tidak mau minum obat rutin dan tidak mau control, sehingga kambuh lagi
14 tahun yang lalu pasien kambuh lagi, dalam satu tahun kambuh 2x dengan selang waktu kurang lebih 3 bulan, kambuhan ini disebabkan karena ibu pasien mendadak meninggal, kemungkinan disebabkan karena sakit jantung. Pasien merasa ditinggalkan ibu pasien yang menentang rencana pernikahannya. Pasien menanyakan ke kakak tentang pesan terakhir dari ibu, kakak pasien mengatakan pesannya agar pasien tidak nakal. Pesan tersebut diartikan pasien, bahwa ibu menganggap dirinya adalah anak nakal sehingga menyebabkan keluarga tidak mau menerima rencana pernikahannya. Muncul kembali gangguan seperti murung, diam dan mengurung diri. Pasien dirawat selama 2 minggu dan kambuh lagi 3 bulan kemudian karena teringat kematian ibunya dan mondok selama 2 bulan, pasien setelah sembuh menjalani obat rutin dan control setiap obat habis.
12 tahun yang lalu, pasien kambuh lagi karena teringat dengan rencana pernikahannya yang gagal saat menghadiri acara pernikahan saudaranya. Sepulang dari acara pernikahan saudara, pasien mendadak diam, murung, muncul gangguan seperti sebelumnya. Pasien merasa diingatkan dengan rencana pernikahan yang gagal sehingga kembali mondok di RSJ Magelang selama 4 bulan sampai sembuh. Setelah sembuh pasien terus berobat rutin dan rajin control.
10 tahun yang lalu pasien kembali mondok, dalam tahun ini pasien mondok hingga 2x dengan jarak kambuhan 1 bulan. Hal ini disebabkan karena ayah pasien menikah lagi dan memberi tekanan kepada pasien, dimana pasien merasa kehilangan sosok ayah. Ayah seperti direbut oleh ibu tiri, pasien memilih tinggal dengan kakak bukan dengan ayah dan ibu tirinya. Gejala yang muncul sama, pasien murung, diam dan mengurung diri sehingga keluarga membawa kembali ke RSJ hingga sembuh tetapi kemudian kambuh lagi 1 bulan kemudian karena bermasalah dengan ayah pasien. Pasien menuntut mempunyai rumah sendiri, tidak ingin tinggal dengan ayah pasien maupun kakak pasien. Tapi keinginan tidak bisa terealisasikan cepat sehingga kambuh lagi.
9 tahun yang lalu, rumah yang dibangun untuk pasien dan kakaknya sudah jadi, namun perbaot-perabotnya belum lengkap. Pasien meminta kepada ayah untuk membelikan perabot-perabot rumah tangga, namun karena biaya juga pas-pasan ayah pasien tidak bisa menuruti kemauan pasien, sehingga muncul lagi gangguan yang sama dengan sebelumnya. Pasien mondok ke RSJ Magelang selama 1 bulan hingga sembuh dan terus minum obat rutin.
8 tahun yang lalu pasien saat ditinggal pergi oleh keluarga, pasien sendiri di rumah. Melakukan percobaan bunuh diri gantung dengan selendang. Namun, selendang yang dipakai usang, sehingga pasien selamat. Sepulang keluarga dari bepergian, mendapati hal tersebut, segera membawa ke RSJ lagi, ditakutkan pasien melakukan bunuh diri lagi. Alasan pasien ingin bunuh diri, informasi dari keluarga tidak mengetahui dan pasien merasa bingung mengapa ingin bunuh diri saat itu. Saat itu pasien dirawat hingga 3 bulan.
6 tahun yang lalu, pasien tinggal dengan kakak, namun kadang-kadang berkunjung ke rumah ayah. Pasien merasa tidak nyaman jika dengan ayahnya, sering bertengkar dan sampai menyebabkan kambuhan tersebut. Kakak pasien yang dianamnesis sudah lupa dengan permasalahan tersebut. Pernah bertengkar hebat, pasien mendadak muncul gangguan seperti sebelumnya dan dimondokkan hingga 3 bulan. Pasien sembuh dan sempat dititipkan di suster gereja hampir 2 tahun. Di tempat suster gereja itu pasien mengenal laki-laki dan sampai akrab.
5 tahun yang lalu pasien kambuh lagi disebabkan karena laki-laki yang dikenal di suster tersebut saat mau dikenalkan dengan keluarga dan keluarga calon tersebut, tiba-tiba pasien mengamuk dan marah-marah saat perkenalan tersebut. Pasien masih ingat dengan pacarnya yang dulu di Jakarta, sehingga muncul gangguan lagi, sehingga dibawa lagi ke RSJ Magelang dan dirawat sampai 2 bulan. Rencana pernikahan tersebut gagal untuk kedua kalinya.
3 tahun yang lalu pasien kembali mondok, dan tahun tersebut juga sampai kambuh 2x dalam setahun. Pasien mempunyai adik angkat (dulunya bayi yang dibantu kelahirannya oleh almarhum ibu pasien dan dirawat oleh ayah pasien sampai sekarang), tetangga-tetangga pasien mengolok-ngolok pasien agar menikah saja dengan adik angkatnya, kakak pasien dan ayah tidak menyetujui karena adik angkat itu bagaimanapun juga sudah seperti anak sendiri dan tidak bisa walaupun adik angkatnya menyetujui. Pasien muncul lagi gangguan dari yang murung, diam, hingga marah-marah dan membanting meja seperti almari dan alat-alat rumah tangga. Pasien dirawat kembali dan kambuh lagi dalam tahun yang sama, karena bermasalah dengan ayah, tetapi kakak pasien tidak tahu masalahnya apa.
2 tahun yang lalu pasien sempat berkenalan dekat dengan sesama pasien laki-laki di RSJ. Kakak pasien berniat ingin menjodohkan dengan pasien apabila saling menyukai, namun di tengah perkenalan dengan keluarga calon, calon tersebut menghilang tiba-tiba tanpa meninggalkan pesan, pasien merasa gagal lagi, pasien mendadak marah-marah dan teringat rencana pernikahannya yang gagal sebelum-sebelumnya, sehingga pasien hingga kambuh lagi.
2 bulan yang lalu pasien sudah terlambat control 2 bulan. Pasien tidak mau control karena merasa sehat dan baikan. Pasien masih mau bekerja ke sawah dan membantu memasak kakak ipar, namun suatu hari pasien mendadak diam, murung setelah cekcok dengan ayah, pasien minta uang tetapi tidak diberi oleh ayah. Kakak pasien mengecek kotak obat, didapati obat yang biasa diminum ternyata utuh, kakak pasien curiga dengan keadaan pasien yang menjadi mudah tersinggung, cepat marah apalagi dengan ayah, bahkan karena masalah kecil seperti masakan, pasien mengaku kepada kakak mendengar suara-suara bisikan, pasien juga sempat mengatakan sudah beragama Islam, tetapi sadar tidak melakukan salat, dan juga tidak pernah ke gereja. Malam sebelum dibawa ke rumah sakit pasien mandi lebih 2x pada malam hari dan keesokan harinya mengamuk, sehingga pasien dibawa ke rumah sakit dengan keadaan terikat. Kakak pasien merasa ada perbedaan dibandingkan dengan gejala-gejala sebelumnya yang tidak sampai mengamuk. Pasien dirawat kurang lebih sebulan dan membaik. Di rumah pasien sudah agak tenang karena tinggal dengan kakak pasien. Pasien mau melakukan pekerjaan ke sawah salak, membantu memasak kakak ipar dan rajin minum obat. Kakak pasien merasa kehadiran ayah akan membuat pasien mudah tersinggung. Pasien tenang hingga 5 HSMRS.
5 hari SMRS pasien berkunjung ke rumah ayah, sudah seperti yang diperkirakan kakak, pasien bercek-cok dengan ayah, setelahnya tiba-tiba diam dan murung sendiri di kamar. Pasien mengancam ingin membunuh ayah nya setiap kali keinginannya tidak dipenuhi. Pasien mau minum obat tetapi masih mudah tersinggung. Malam sebelum dibawa ke rumah sakit pasien mandi hingga 3x, keesokan harinya (Hari pasien dibawa ke rumah sakit) pasien marah-marah dan mengamuk. Meja dan almari dihancurkan, selain mengancam ingin membunuh ayah, pasien juga ingin membunuh anak kakaknya. Pasien di rumah merasa curiga dengan tetangga-tetangga dan keluarga, pasien merasa mereka membenci dan iri hati pada pasien. Karena takut membahayakan keluarga, pasien dibawa ke RSJ lagi.
Saat dianamnesis Pasien mengatakan sering dibisiki suara-suara Yesus agar pasien tenang. Ketika ditanya Yesus siapa, pasien menjawab bahwa Yesus adalah pacarnya, pasien merasa tenang dengan mengingat Yesus, sering mengobrol dengan Yesus mengenai kehidupan rumah tangga. Pasien mengaku ingin menikah dan mempunyai anak, merawat anak, ingin memiliki kehidupan keluarga seperti kakaknya. Pasien juga melihat bayang-bayang hitam yang dianggapnya gendruwo sering mengganggunya jika malam hari bahkan bayangan itu mengikuti sampai di rumah sakit. Pasien tidak ingin pulang, senang berada di rumah sakit cinta Magelang, karena di rumah sakit cinta banyak mendapat kasih sayang dan perhatian dari perawat dan dokter. Saat melihat laki-laki lewat pasien akan bercerita laki-laki yang lewat itu mirip dengan pacarnya yang dahulu, tetapi tidak pernah jadi menikah. Pasien berulang-ulang mengatakan ingin menikah, mempunyai anak dan merawat anak. Bahkan ketika ditanya hal lain pasien menjawab dengan keinginannya menikah. Pasien tidak suka melihat acara gossip di tivi karena banyak menampilkan pasangan-pasangan yang akan menikah membuatnya iri. Pasien mengatakan pernah masuk di acara tivi, tetapi pasien tidak bisa menjelaskan acara apa dan menampilkan apa.
C. HAL – HAL YANG MENDAHULUI SAKIT
1. Faktor Organis
- Medis Umum
Tidak didapatkan riwayat penyakit demam Tifoid. Tidak didapatkan riwayat kejang dan trauma kapitis. Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung dan Tuberculosis.
- Penyalahgunaan Napza
Tidak didapatkan riwayat penyalahgunaan obat dan konsumsi alkohol.
2. Faktor Psikososial
- Kepribadian Premorbid
Pasien dalam keseharian sebelum muncul gangguan jiwa, dikenal sebagai pribadi yang tertutup, pendiam, cuek dan penyendiri terutama jika ada masalah. Pasien lebih menyukai aktivitas di rumah, tidak suka ketemu dengan tetangga. Pasien mempunyai sedikit teman.
- Kasih Sayang
Menurut kakak, keluarga pasien hangat dan memperhatikan pasien dengan baik sejak kecil.
- Sosial Ekonomi
Kehidupan ekonomi pasien cukup
- Faktor Predisposisi
Berdasarkan keterangan di atas, terdapat beberapa faktor yang memungkinkan menjadi faktor predisposisi kondisi pasien sekarang, antara lain :
a. Ciri kepribadian schizoid
b. Masalah keluarga dan status belum menikah pasien
D. RIWAYAT KELUARGA
1. Pola Asuh Keluarga
Pasien adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Pasien tinggal bersama keluarga kakak kandung dan kadang ikut dengan ayah pasien, mendapatkan kasih sayang dan perhatian sebagaimana mestinya. Hubungan dengan anggota keluarga lainnya berjalan cukup baik. Pasien tidak menyukai almarhum ibu kandungnya, karena menentang rencana pernikahannya, dan kematian ibunya yang tiba-tiba membuat pasien merasa ditinggalkan. Ayah pasien kemudian menikah lagi, sejak itu pasien sering bermasalah dengan ayahnya, sikap ayah sering disalah artikan pasien, sampai membuat pasien terpancing marah dan teringat masalah-masalah yang dahulu sehingga sering kambuh
2. Silsilah Keluarga
Keterangan:
= Laki-laki
= Wanita
= Pasien
= Tinggal serumah
= Mempunyai gangguan jiwa sejak kecil
= Pernah mengalami gangguan jiwa depresi
RIWAYAT PRIBADI (ALLOANAMNESIS)
1. Masa prenatal dan perinatal
Pasien lahir di rumah ditolong oleh dukun. Tidak ada kelainan selama kehamilan, lahir cukup bulan dan tidak ada kesulitan selama persalinan. Pasien merupakan anak yang diinginkan, keluarga pasien bahagia atas kelahiran pasien.
2. Masa kanak-kanak
- Masa kanak awal (0-3 tahun)
Pasien mengalami pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia. Pasien minum ASI sejak bayi sampai umur 2 tahun. Sikap orang tua merawat pasien dengan penuh kasih sayang.
- Masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien tinggal bersama orang tua dan mendapat perhatian yang sama. Pasien masuk SD umur 6 tahun dan tidak pernah tinggal kelas. Pasien mempunyai banyak teman dan ceria.
- Masa kanak akhir dan remaja (11-18 tahun)
Pasien masuk SMP saat umur 12 tahun dan tidak pernah tinggal kelas. Perkembangan pasien sama seperti anak remaja lainnya. Pasien melanjutkan sekolahnya hingga lulus SMA. Setelah SMA pasien lebih suka menyendiri, pasien tidak mempunyai teman sebanyak waktu SMP.
3. Perkembangan jiwa
Pasien dibesarkan dalam keluarga yang harmonis dan mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya.
4. Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SMA dengan riwayat prestasi baik. Pasien tidak pernah tinggal kelas. Pasien pernah ingin melanjutkan kuliah tetapi tidak bisa karena alasan biaya.
5. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah kerja sebagai tani di sawah salak milik ayahnya. Pasien jarang melakukan pekerjaan rumah tangga.
6. Hubungan Sosial
Sebelum terjadi perubahan perilaku, hubungan pasien dengan keluarga, saudara, tetangga, maupun dengan teman cukup baik (tidak ada masalah). Setelah timbul gangguan perilaku, hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat kurang baik.
7. Kegiatan Moral Spiritual
Pasien adalah penganut agama Katholik dan cukup rajin menjalankan ibadah. Tapi setelah mengalami gangguan perilaku, pasien jarang melaksanakan ibadah ke Gereja
8. Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan khusus.
9. Gambaran Kepribadian
Pasien dikenal sebagai pribadi yang tertutup, pendiam, cuek dan penyendiri terutama jika ada masalah. Pasien lebih menyukai aktivitas di rumah, tidak suka ketemu dengan tetangga dan jarang bersosialisasi dengan tetangga. Pasien cenderung memiliki ciri kepribadian schizoid
10. Sifat Alloanamnesis Dapat dipercaya.
E. Grafik Perjalanan Penyakit
Keterangan:
A. Tahun 1993 pasien dirawat untuk pertama kali di RSJ Magelang, penyebab munculnya gangguan karena rencana pernikahan yang gagal karena tidak disetujui ibu.
B. Tahun 1995 dirawat untuk ke 2 kalinya, penyebab kambuh karena ibu pasien meninggal dunia, pasien kehilangan sosok ibu, di benak pasien, ibu menganggap dirinya anak nakal.
C. Tahun 1995 dirawat untuk ke 3 kali, karena masih teringat dengan kematian ibu
D. Tahun 1997 dirawat untuk ke 4 kali, karena teringat akan rencana pernikahan yang gagal saat diajak ke pernikahan saudara
E. Tahun 1999 dirawat untuk ke 5 kali, pasien kambuh lagi karena ayah pasien menikah lagi, pasien merasa kehilangan sosok ayah seperti direbut ibu tiri
F. Tahun 1999 dirawat untuk ke 6 kali, kambuh karena bermasalah dengan ayah
G. Tahun 2000 dirawat untuk ke 7 kali, penyebab kambuhan karena tidak dibelikan perabot rumah
H. Tahun 2001 dirawat ke 8 kalinya karena pasien mencoba bunuh diri dengan gantung
I. Tahun 2003 dirawat ke 9 kali, kambuh lagi akibat bertengkar dengan ayah
J. Tahun 2004 dirawat sudah ke 10 kalinya, disebabkan karena pasien akan mengenalkan calon pasangan baru, tetapi mendadak muncul gangguan lagi, sehingga rencana pernikahan gagal lagi untuk ke 2 kalinya
K. Tahun 2006 dirawat ke 11 kali karena ada olokan-olokan dari tetangga agar pasien menikah dengan adik angkatnya
L. Tahun 2006 dirawat ke 12 kali karena bermasalah lagi dengan ayah
M. Tahun 2007 dirawat ke 13 kali pasien gagal lagi mau menikah untuk ke 3 kali
N. Tahun 2009 bulan Februari, dirawat lagi ke 14 kali, pasien tidak rutin kontrol, obat masih utuh, pasien mudah marah dan tersinggung dengan ayah
O. Bulan April tahun 2009 dirawat lagi ke 15 kali, belum sebulan di rumah, pasien mudah marah dan mengamuk sejak 5HSMRS. Pasien juga mengancam akan membunuh ayah dan keponakannya, sehingga dibawa lagi ke RSJ Magelang lagi.
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Internus
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5° C
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva Anemis (-), Sklera Ikterik (-), Pupil kanan
dan kiri Isokor
Lidah : Tidak kotor
Leher : Deviasi Trachea (-), Struma (-)
Dada
Paru : Simetris, Vesikular, Ronkhi (-),
Wheezing (-)
Jantung : Ictus Cordis tak tampak, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Supel, Hepar dan Lien tidak teraba,
bising usus (+) normal
Ekstremitas : Tonus dan pergerakan normal
b. Status Neourologik
Nervus Cranial : Dalam batas normal (DBN)
Reflek – reflek :
a. Reflek Fisiologis : Dalam batas normal
b. Reflek Patologis : Dalam batas normal
c. Status Psikiatrik
Pemeriksaan dilakukan tanggal 13 April 2009
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Perempuan, sesuai umur, rawat diri baik, status gizi cukup, tampak bingung, mondar mandir dan curiga
2. Kesadaran
Compos mentis
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Hiperaktif
4. Pembicaraan
Pasien berbicara apabila ditanya dan volume suara normal
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kurang Kooperatif
B. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, ekspresi Afektif (Hidup Emosi) serta empati
1. Afek (Mood)
Mood: disforik
Afek : tumpul
2. Ekspresi Afektif
Tumpul
3. Roman muka
Sedikit mimik
4. Empati (Einfuhlung)
Dapat ditarik, dapat dicantum
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
1. Taraf Pendidikan, Pengetahuan dan Kecerdasan
Lulusan SMA, kecerdasan kurang.
2. Daya Konsentrasi
Baik dengan hitungan angka
3. Orientasi:
- Waktu : Baik, pasien dapat membedakan pagi, siang dan malam
- Tempat : Buruk, pasien merasa di rumah sakit cinta Magelang
- Orang : Baik, pasien mengenal dokter-dokter dan perawat
- Situasi : Baik, pasien mengetahui saat ax di bangsal sepi
4. Daya Ingat
- Segera : Baik
- Jangka pendek : Baik
- Jangka panjang : Baik
- Akibat hendaya daya ingat (inpairment) pada pasien tidak terganggu
5. Pikiran Abstrak
Kurang
6. Bakat Kreatif
Tidak Ada
7. Kemampuan Menolong Diri Sendiri
Pasien mampu melakukan activity daily living
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi Dan Ilusi
- Halusinasi visual : ada
- Halusinasi auditorik : ada
- Halusinasi olfaktori : tidak ada
- Ilusi : tidak ada
2. Depersonalisasi Dan Derealisasi
- Depersonalisasi : ada
- Derealisasi : tidak ada
E. Proses Pikir
1. Arus Pikiran
- Produktifitas : Pasien hanya menjawab apabila ditanya
- Kontinuitas : Asosiasi Longgar
- Hendaya Berbahasa : tidak ditemukan
2. Isi Pikiran
- Preokupasi : ingin menikah dan mempunyai anak
- Obsesi : tidak ada
- Gangguan Pikiran :
o Waham bizarre:
• Tought of echo : negatif
• Tought insertion : negatif
• Tought broadcasting : negatif
• Tought withdrawl : negatif
• Waham magic mistik : negatif
o Waham non bizarre:
• Waham curiga : positif
• Waham kebesaran : negatif
• Waham kejar : negatif
• Waham cemburu : negatif
• Waham dosa/bersalah : negatif/ negatif
• Waham tersangkut:
Idea of persecution : negatif
Idea of reference : positif
Idea of influence : negatif
• Waham nihilistic : negatif
1. Bentuk Pikir
Non realistik, sirkumstansial (+)
F . Pengendalian Impuls
Pasien kurang dapat mengendalikan diri
G . Daya Nilai
- Norma Sosial : Pasien mengamuk, merusak alat rumah tangga dan mengancam akan membunuh ayah dan anak-anak kakak
- Uji Daya Nilai : terganggu
- Penilaian Realitas : terganggu
H . Persepsi (tanggapan) pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien ingin menikah.dan mempunyai anak
I . Tilikan (insight) :
I: pasien tidak sadar bahwa dirinya sakit
J . Taraf dapat dipercaya
Kurang dapat dipercaya
IV. IKHTISAR PENEMUAN YANG BERMAKNA
• Tingkah laku : hiperaktif
• Roman muka : sedikit mimik
• Mood : disforik
• Afek : tumpul
• Keserasian : inappropriate
• Empati : dapat ditarik, dapat dicantum
• Orientasi tempat : buruk
• Gangguan persepsi : halusinasi visual dan auditorik, depersonalisasi
• Arus pikiran : asosiasi longgar
• Isi pikiran : waham curiga, idea of reference
• Bentuk pikiran : non realistic, circumstansial
• Tilikan : I
Sindrom skizofrenia yang didapat:
- Asosiasi longgar
- Afek tumpul
- Waham curiga
- Halusinasi visual
- Halusinasi auditorik
- Idea of reference
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Skizofrenia Tak Terinci (F 20.3)
2. Skizofrenia Paranoid (F 20.0)
3. Skizofrenia Residual (F20.5)
VI. PEMBAHASAN
1. Skizofrenia tak terinci (F20.3)
No Kriteria diagnostic Pada pasien
1.
2.
3. Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik;
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia Terpenuhi
Terpenuhi
Terpenuhi
2. Skizofrenia Paranoid (F 20.0)
No. Kriteria Diagnosis Pada Pasien
1.
2. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Sebagai tambahan:
• Halusinasi dan atau waham harus menonjol;
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi peluit (whistling), mendengung (humming) atau bunyi tawa (laughing);
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol;
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delution of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau” passivity” (delusion of passivity) dan keyakinan dikejar-kejar yang beranekaragam, adalah yang paling khas;
• Gangguan Afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/ tidak menonjol Terpenuhi
Terpenuhi
Tidak Terpenuhi
Tidak Terpenuhi
Tidak Terpenuhi
3. Skizofrenia Residual (F 20.5)
No Kriteria diagnostic Pada pasien
1.
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua:
a. Gejala negatif dai skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk
b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia
c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu 1 tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia
d. Tidak terdapat dementia atau penyakit gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut Terpenuhi
Tidak Terpenuhi
Terpenuhi
Terpenuhi
Terpenuhi
VII. DIAGNOSIS KERJA
Aksis I : F 20.3 Schizofrenia tak terinci
Aksis II : F 60.1 Gangguan Kepribadian Skizoid
Aksis III : Tidak ditemukan
Aksis IV : Masalah keluarga dan status belum menikah
Aksis V : GAF 60 – 51 (gejala sedang (moderate), disabilitas sedang
VIII. TERAPI
Farmakoterapi
- Antipsikosis tipikal
Chlorpromazine 2 x 100mg
Haloperidol 2 x 5 mg
- Trihexylphenidil 2 x 2 mg
Psikoterapi
1. Terapi perilaku
Rencana pengobatan untuk skizofrenia harus ditujukan pada kemampuan dan kekurangan pasien. Contohnya: memberikandan latihan ketrampilan, sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Latihan ketrampilan perilaku (behavioral skills training) atau terapi ketrampilan sosial (social skills therapy); seperti pekerjaan rumah tentang ketrampilan yang telah dilakukan. Pada pasien ini sebaiknya tidak bekerja untuk orang lain, tetapi pekerjaan keluarga seperti bertani atau bercocok tanam.
2. Terapi berorientasi keluarga
Terapi keluarga adalah proses pemulihan pada penderita skizofrenia. Terapi keluarga dapat diarahkan untuk berstrategi menurunkan stress dan mengatasi masalah dan pelibatan kembali pasien ke dalam aktivitas. Edukasi kepada keluarga untuk lebih memaklumi kondisi pasien sehingga tidak terlalu memberikan beban pikiran terhadap pasien, berlaku baik dan tidak kasar ataupun keras. Tiap anggota keluarga harus menunjukkan kasih sayang mereka kepada pasien, agar pasien tidak merasa sendiri dan dikucilkan. Pada pasien ini, keluarga memberi dukungan dengan mengurangi konflik dengan pasien. Keluarga juga sebaiknya terus memberi support dan meyakinkan pasien, walaupun belum mendapat jodoh, pasien masih mempunyai keluarga yang terus menyayanginya dan agar pasrah kepada Tuhan dan terus berdoa.
IX. PROGNOSIS
No. Kriteria Baik Buruk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Perjalanan penyakit kronis
Onset <25 tahun: Ya
Faktor kepribadian premorbid: kepribadian skizoid
Faktor Psikososial: Ada
Faktor Organik: Tidak ada
Pola keluarga yang sakit serupa: tidak ada
Mendapat pertolongan medis <6 bulan setelah onset: Tidak
Pengobatan: Tidak mau minum obat
Gejala negatif: Ada
+
+ +
+
+
+
+
+
+
Kesimpulan: Dubia ad malam
Showing posts with label presus. Show all posts
Showing posts with label presus. Show all posts
Friday, October 2, 2009
KASUS OTITIS EKSTERNA
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Nn. DA
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Selomerto, Wonosobo
Tanggal masuk RS : 27 Juni 2009
II. ANAMNESA
Keluhan Utama : Nyeri pada telinga sebelah kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik THT BRSD Wonosobo pada tanggal 27 Juni 2009 dengan keluhan nyeri pada telinga sebelah kanan. Keluhan dirasakan sejak tiga hari yang lalu, saat pasien membersihkan telinga dengan cotton bud. Nyeri juga dirasakan saat pasien menarik daun telinganya. Pasien mengaku sering membesihkan telinga dengan cotton bud.
Tidak ada gangguan pendengaran pada telinga kanan maupun kiri, juga tidak didapatkan cairan yang keluar dari telinga. Pasien mengaku badan agak demam sejak kemarin namun setelah minum obat warung demam turun. Pasien tidak batuk pilek dan hudung tidak tersumbat. Pasien juga dapat makan dan minum seperti biasa tanpa nyeri telan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa seperti ini sebelumnya. Pasien mengaku tidak punya riwayat alergi obat-obatan.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang menderita penyakit serupa dengan pasien
Resume Anamnesis :
Seorang pasien perempuan 16 tahun, dengan keluhan nyeri pada telinga kanan sejak 3 hari yang lalu. Riwayat kebiasaan mengorek-ngorek telinganya dengan cotton bud (+), tidak ada cairan yang keluar dari telinga. Tidak terjadi penurunan pendengaran pada kedua telinga. Pasien demam namun tidak batuk pilek. Tidak ada nyeri telan. Riwayat alergi disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
Tekanan Darah : tidak dilakukan
Nadi : 88x/mnt
RR : 22x/mnt
T : afebris
Status lokalis
A. Telinga
Inspeksi :
Auricula dx Auricula sin
Benjolan pada telinga luar - -
Otore - -
Hiperemis - -
Edema - -
Serumen - -
Kelainan Kongenital - -
Palpasi
Auricula dx Auricula sin
Tragus Pain + -
Nyeri tarik Auricula + -
Kelenjar limfe Retrouriculer - -
Kelenjar limfe Preuriculer - -
Otoskopi :
Auricula dx Auricula sin
Laserasi Meatus Eksternus + -
Otore - -
Hiperemis + -
Edema + -
Serumen - -
Membrana Timpani Intak Intak
Refleks Cahaya + +
B. Hidung
Inspeksi
Deformitas hidung (-/-)
Deviasi septum nasi (-/-)
Oedem (-/-)
Hiperemis (-/-)
Cikatrik (-/-)
Discharge (-/-)
Palpasi
Nyeri tekan (-/-)
Krepitasi (-/-)
Rhinoskopi anterior :
Kolumela Dextra Kolumela Sinistra
Mukosa hidung hiperemis - -
Mukosa hidung oedem - -
Konka oedem - -
Permukaan konka Licin Licin
Discharge - -
Massa - -
Rhinoskopi posterior : tidak dilakukan
C. Tenggorokan
Inspeksi
Mukosa lidah : dalam batas normal, tidak terdapat gambaran peta
Mukosa faring : hiperemis (-), granuler (-), oedem (-)
Uvula : di tengah, tidak hiperemis
Tonsil : tidak membesar, T1-T1, tidak hiperemis
Palpasi
Pembesaran lnn submandibula (-), nyeri tekan (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Tidak dilakukan
V. DIAGNOSIS KERJA
Otitis Eksterna
VI. TERAPI
1. Kausatif : - Antibiotik sistemik Amoksisilin 3x500 mg
- Antibiotik local Ottopain 2-4 x sehari 4-5 tetes.
2. Simptomatis - Analgetik Asam mefenamat 3x500 mg
- Antiinflamasi Dexamethasone 3 x 0,5 mg.
3. Edukatif - Kontrol jika obat habis
- Minum obat secara teratur, antibiotic harus dihabiskan.
- Telinga jangan kemasukan air.
- Mengurangi kebiasaan mengotek telinga dengan cotton bud.
VII. PROGNOSIS
Dubia at Bonam
PEMBAHASAN
Otitis Eksterna adalah radang liang telinga akut meupun kronis yang disebabkan oleh bakteri. Di klinik, seringkali sukar dibedakan peradangan yang disebabkan oleh penyebab lain, seperti jamur, alergi (eksim) atau virus, sebab seringkali timbul secara bersama-sama.
Factor-faktor yang mempengaruhi otitis eksterna :
Perubahan kulit kanalis yang biasaya asam atau normal berubah menjadi basa (pH yang basa akan menurunkan proteksi terhadap infeksi).
Perubahan lingkungan terutama gabungan peningkatan suhu dan kelembapan (udara hangat dan lembab).
Trauma ringan, seringkali oleh karena membersihkan telinga secara berlebihan atau berenang yang menyebabkan perubahan kulit karena terkena air.
I. OTITIS EKSTERNA DIFUS
Biasanya mengenai kulit liang telinga dua per tiga dalam. Tampak kulit liang telinga hiperemis dan edema dengan tidak jelas batasnya, serta tidak terdapat furunkel.
Kuman penyebabnya biasanya golongan pseudomonas. Kuman lain yang dapat sebagai peyebab ialah Staphylococcus albus, Eschericia colli dan sebagainya. Otitis Eksterna Difus juga dapat terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis.
Gejalanya berupa rasa nyeri, kadang-kadang terdapat secret yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir (musin) seperti secret yang keluar dari kavum timphani pada otits media. Pengobatannya ialah dengan memasukkan tampon yang mengandung antibiotic ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang. Kadang-kadang diperlukan obat antibiotic sistemik.
II. OTITIS EKSTERNA SIRKUMSKRIPTA
Oleh karena kulit di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka di tempat tersebut dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus sehingga membentuk furunkel.
Kuman penyebabnya biasanya Staphilococcus aureus dan Staphilococcus albus. Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat yang tidak sesuai dengan besarnya bisul. Hal ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar di bawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium.
III. OTITIS EKSTERNA MALIGNA
Adalah suatu infeksi khusus pada liang telinga yang biasanya pada penderita diabetes mellitus dan orang tua. Peradangan dapat meluas ke lapisan sub kutis dan organ sekitarnya. Gejala utamanya ialah rasa gatal pada liang telinga, nyeri hebat, secret yang banyak serta pembengkakan liang telinga.
Pengobatan tidak boleh ditunda-tunda, sebab penyakit akan segera menyerang bagian-bagian penting di sekitarnya. Pengobatan yang dianjurkan ialah pemberian antibiotic dosis tinggi terhadap pseudomonas aeruginosa yang dikombinasikan dengan aminoglikosid dan diberikan secara parenteral selama 4-6 minggu. Disampig obat-obatan, juga dilakukan pembersihan luka (debridement) secara radikal.
I. IDENTITAS
Nama : Nn. DA
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Selomerto, Wonosobo
Tanggal masuk RS : 27 Juni 2009
II. ANAMNESA
Keluhan Utama : Nyeri pada telinga sebelah kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik THT BRSD Wonosobo pada tanggal 27 Juni 2009 dengan keluhan nyeri pada telinga sebelah kanan. Keluhan dirasakan sejak tiga hari yang lalu, saat pasien membersihkan telinga dengan cotton bud. Nyeri juga dirasakan saat pasien menarik daun telinganya. Pasien mengaku sering membesihkan telinga dengan cotton bud.
Tidak ada gangguan pendengaran pada telinga kanan maupun kiri, juga tidak didapatkan cairan yang keluar dari telinga. Pasien mengaku badan agak demam sejak kemarin namun setelah minum obat warung demam turun. Pasien tidak batuk pilek dan hudung tidak tersumbat. Pasien juga dapat makan dan minum seperti biasa tanpa nyeri telan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa seperti ini sebelumnya. Pasien mengaku tidak punya riwayat alergi obat-obatan.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang menderita penyakit serupa dengan pasien
Resume Anamnesis :
Seorang pasien perempuan 16 tahun, dengan keluhan nyeri pada telinga kanan sejak 3 hari yang lalu. Riwayat kebiasaan mengorek-ngorek telinganya dengan cotton bud (+), tidak ada cairan yang keluar dari telinga. Tidak terjadi penurunan pendengaran pada kedua telinga. Pasien demam namun tidak batuk pilek. Tidak ada nyeri telan. Riwayat alergi disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
Tekanan Darah : tidak dilakukan
Nadi : 88x/mnt
RR : 22x/mnt
T : afebris
Status lokalis
A. Telinga
Inspeksi :
Auricula dx Auricula sin
Benjolan pada telinga luar - -
Otore - -
Hiperemis - -
Edema - -
Serumen - -
Kelainan Kongenital - -
Palpasi
Auricula dx Auricula sin
Tragus Pain + -
Nyeri tarik Auricula + -
Kelenjar limfe Retrouriculer - -
Kelenjar limfe Preuriculer - -
Otoskopi :
Auricula dx Auricula sin
Laserasi Meatus Eksternus + -
Otore - -
Hiperemis + -
Edema + -
Serumen - -
Membrana Timpani Intak Intak
Refleks Cahaya + +
B. Hidung
Inspeksi
Deformitas hidung (-/-)
Deviasi septum nasi (-/-)
Oedem (-/-)
Hiperemis (-/-)
Cikatrik (-/-)
Discharge (-/-)
Palpasi
Nyeri tekan (-/-)
Krepitasi (-/-)
Rhinoskopi anterior :
Kolumela Dextra Kolumela Sinistra
Mukosa hidung hiperemis - -
Mukosa hidung oedem - -
Konka oedem - -
Permukaan konka Licin Licin
Discharge - -
Massa - -
Rhinoskopi posterior : tidak dilakukan
C. Tenggorokan
Inspeksi
Mukosa lidah : dalam batas normal, tidak terdapat gambaran peta
Mukosa faring : hiperemis (-), granuler (-), oedem (-)
Uvula : di tengah, tidak hiperemis
Tonsil : tidak membesar, T1-T1, tidak hiperemis
Palpasi
Pembesaran lnn submandibula (-), nyeri tekan (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Tidak dilakukan
V. DIAGNOSIS KERJA
Otitis Eksterna
VI. TERAPI
1. Kausatif : - Antibiotik sistemik Amoksisilin 3x500 mg
- Antibiotik local Ottopain 2-4 x sehari 4-5 tetes.
2. Simptomatis - Analgetik Asam mefenamat 3x500 mg
- Antiinflamasi Dexamethasone 3 x 0,5 mg.
3. Edukatif - Kontrol jika obat habis
- Minum obat secara teratur, antibiotic harus dihabiskan.
- Telinga jangan kemasukan air.
- Mengurangi kebiasaan mengotek telinga dengan cotton bud.
VII. PROGNOSIS
Dubia at Bonam
PEMBAHASAN
Otitis Eksterna adalah radang liang telinga akut meupun kronis yang disebabkan oleh bakteri. Di klinik, seringkali sukar dibedakan peradangan yang disebabkan oleh penyebab lain, seperti jamur, alergi (eksim) atau virus, sebab seringkali timbul secara bersama-sama.
Factor-faktor yang mempengaruhi otitis eksterna :
Perubahan kulit kanalis yang biasaya asam atau normal berubah menjadi basa (pH yang basa akan menurunkan proteksi terhadap infeksi).
Perubahan lingkungan terutama gabungan peningkatan suhu dan kelembapan (udara hangat dan lembab).
Trauma ringan, seringkali oleh karena membersihkan telinga secara berlebihan atau berenang yang menyebabkan perubahan kulit karena terkena air.
I. OTITIS EKSTERNA DIFUS
Biasanya mengenai kulit liang telinga dua per tiga dalam. Tampak kulit liang telinga hiperemis dan edema dengan tidak jelas batasnya, serta tidak terdapat furunkel.
Kuman penyebabnya biasanya golongan pseudomonas. Kuman lain yang dapat sebagai peyebab ialah Staphylococcus albus, Eschericia colli dan sebagainya. Otitis Eksterna Difus juga dapat terjadi sekunder pada otitis media supuratif kronis.
Gejalanya berupa rasa nyeri, kadang-kadang terdapat secret yang berbau. Sekret ini tidak mengandung lendir (musin) seperti secret yang keluar dari kavum timphani pada otits media. Pengobatannya ialah dengan memasukkan tampon yang mengandung antibiotic ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang meradang. Kadang-kadang diperlukan obat antibiotic sistemik.
II. OTITIS EKSTERNA SIRKUMSKRIPTA
Oleh karena kulit di sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar serumen, maka di tempat tersebut dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus sehingga membentuk furunkel.
Kuman penyebabnya biasanya Staphilococcus aureus dan Staphilococcus albus. Gejalanya ialah rasa nyeri yang hebat yang tidak sesuai dengan besarnya bisul. Hal ini disebabkan karena kulit liang telinga tidak mengandung jaringan longgar di bawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium.
III. OTITIS EKSTERNA MALIGNA
Adalah suatu infeksi khusus pada liang telinga yang biasanya pada penderita diabetes mellitus dan orang tua. Peradangan dapat meluas ke lapisan sub kutis dan organ sekitarnya. Gejala utamanya ialah rasa gatal pada liang telinga, nyeri hebat, secret yang banyak serta pembengkakan liang telinga.
Pengobatan tidak boleh ditunda-tunda, sebab penyakit akan segera menyerang bagian-bagian penting di sekitarnya. Pengobatan yang dianjurkan ialah pemberian antibiotic dosis tinggi terhadap pseudomonas aeruginosa yang dikombinasikan dengan aminoglikosid dan diberikan secara parenteral selama 4-6 minggu. Disampig obat-obatan, juga dilakukan pembersihan luka (debridement) secara radikal.
KASUS RHINITIS ALERGI
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. TB
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : petani
Alamat : Gunung Tunggal 2/4 Sukoharjo
Tanggal masuk RS : 27 Juni 2009
II. ANAMNESA
Keluhan Utama : pilek kambuh-kambuhan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik THT BRSD Wonosobo pada tanggal 27 Juni 2009 dengan keluhan pilek kambuh-kambuhan kurang lebih 10 tahun, memberat 1 bulan ini. Pasien sering bersin-bersin apabila menghirup serbuk bunga salak (mata pencaharian pasien sebagai petani salak), tetapi dirasakan 1 tahun ini lebih sering dari sebelum-sebelumnya dan membuat pasien berhenti bekerja. Hidung dirasakan tersumbat, dan keluar ingus cair. Pasien juga mengeluh di tenggorokan terasa gatal. Mata kadang sampai nrocos. Bila pagi hari dan udara dingin pilek dirasakan bertambah, bersin-bersin juga dikeluhkan bertambah. Pasien tidak demam saat datang ke poliklinik, tetapi dalam 1 bulan ini kadang-kadang muncul demam. Pasien bolak-balik berobat ke puskesmas, tetapi tidak mereda.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan ini muncul kambuh-kambuhan sejak pasien bekerja di kebun salak kurang lebih 10 tahun, pasien hanya berobat di puskesmas bila berat. Pasien belum pernah melakukan tes alergi. Riwayat penyakit asma disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang menderita penyakit serupa dengan pasien
Resume Anamnesis :
Pasien ♀ 36 tahun, dengan keluhan pilek kambuh-kambuhan kurang lebih 10 tahun, memberat 1 bulan ini. Pasien juga sering bersin-bersin terutama apabila menghirup serbuk bunga salak. Hidung dirasakan tersumbat, dan keluar ingus cair. Tenggorokan terasa gatal, mata kadang sampai nrocos. Bila pagi hari dan udara dingin pilek dirasakan bertambah, bersin-bersin juga dikeluhkan bertambah. Pasien tidak demam saat datang ke poliklinik,. Pasien bolak-balik berobat ke puskesmas, tetapi tidak mereda. Pasien belum pernah melakukan tes alergi, menyangkal mempunyai penyakit asma dan tidak ada keluarga yang menderita penyakit serupa dengan pasien.
DIFFERENSIAL DIAGNOSA
Rhinitis alergi
Rhinitis vasomotor
Sinusitis
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : pasien tampak pilek keluar ingus dari hidung
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
Tekanan Darah : tidak dilakukan
Nadi : 80x/mnt
RR : 20x/mnt
T : suhu raba afebris
Status lokalis
A. Telinga
Inspeksi
Bentuk dan ukuran : (N/N)
Benjolan : (-/-)
Laserasi canalis auditoris : (-/-)
Serumen : (-/-)
Otore : (-/-)
Edema : (-/-)
Hiperemi : (-/-)
Palpasi
Tragus pain : (-/-)
Nyeri tarik auricular : (-/-)
Nyeri pre aurikula & retroaurikula : (-/-)
Pembesaran kelenjar limfe pre aurikula & retro aurikula : (-/-)
Otoskopi
Auricula dx Auricula sin
Membrane tymphani intake + +
Serumen - -
Hiperemis - -
Perforasi - -
Cone of light + +
Otore - -
B. Hidung
Inspeksi
Tidak terdapat kelainan congenital pada hidung
Tidak terdapat jaringan parut dalam hidung
Tidak terdapat deviasi septum
Tampak pembengkakan & hiperemis pada konka hidung
Tidak tampak oedem mukosa
Mukosa hidung hiperemis
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Tidak ada krepitasi
Rhinoskopi anterior :
Kolumela Dextra Kolumela Sinistra
Mukosa hidung hiperemis + +
Mukosa hidung oedem - -
Konka (warna) Merah Merah
Konka oedem + +
Permukaan konka Licin Licin
Discharge +(serous) jernih +(serous) jernih
Massa - -
Rhinoskopi posterior : tidak dilakukan
C. Tenggorokan
Inspeksi
Mukosa lidah : dalam batas normal, tidak terdapat gambaran peta
Mukosa faring : hiperemis (+), granuler (+), oedem (+)
Uvula : di tengah, tidak ada kelainan
Tonsil : tidak membesar, T1-T1, tidak hiperemis
Detritus : (-)
Palpasi
Pembesaran lnn submandibula (-), nyeri tekan (-)
Pemeriksaan tanda-tanda khas rhinitis alergi:
Allergic shiner : (+)
Allergic salute : (-)
Allergic crease : (-)
Facies adenoid : (-)
Cobblestone appearance : (+)
Geographic tongue : (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
• Test allergi : tidak dilakukan
• Garputala : tidak dilakukan
• Audiometric : tidak dilakukan
• Transluminasi : tidak dilakukan
• Nasal swab : tidak dilakukan
• Laboratorium : tidak dilakukan
V. DIAGNOSIS KERJA
Rhinitis Alergi
VI. DIAGNOSA BANDING
Rhinitis vasomotor
VII. TERAPI
1. Control lingkungan dengan mengusahakan penghindaran terhadap allergen penyebab (disini pollen bunga salak)
2. Simptomatis
a. Medikamentosa
Antihistamin : Cerini (cetirizine 10mg) 1x1
Dekongestan : Pseudoefedrin 3x60 mg
Kortikosteroid : dexamethasone 2x0,5 mg
b. Operatif
Diperlukan apabila terjadi komplikasi seperti sinusitis, hipertrofi konka atau polip nasi. Tindakan konkotomi (pemotongan kedua konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat
VIII. RENCANA TINDAKAN
Terapi simptomatis karena belum terjadi komplikasi
Menjaga control lingkungan untuk menghindari allergen
Test alergi
IX. PROGNOSA
Dubia ad Bonam
X. MASALAH
Pasien tinggal di dekat kebun salak sehingga factor pencetus tetap ada
XI. SARAN/ EDUKASI
Test alergi
Obat digunakan sesuai aturan
Apabila obat habis atau keluhan semakin bertambah segera control
Hindari factor pencetus, disini serbuk bunga salak
Meningkatkan kondisi badan dengan asupan gizi yang cukup, olahraga serta istirahat yang cukup
PEMBAHASAN
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA tahun 2001 rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung degan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE.
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya dan Laten Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2 – 4 jam dengan puncak 6 – 8 jam (fase hipereaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24 – 48 jam.
Pada reaksi ini dilepaskan berbagai mediator seperti histamine (H), leukotrien (LT), prostaglandin D-2 (PGD-2), bradikinin (BK), platelet activating factor (PAF) dan lain-lain yang akan menimbulkan gejala klinis. Pada rhinitis alergi, H, BK, LT dan PAF mengaktifkan sel-sel endotel pembuluh darah mukosa hidung sehingga terjadi vasodilatasi dan pengumpulan darah, serta peningkatan permeabilitas vaskuler dan sekresi kelenjar akibat stimulai reflex saraf kolinergik.
Stimulasi pada reseptor H1 di ujung saraf sensoris menyebabkan gejala bersin-bersin dan gatal pada hidung. Gejala-gejala tersebut timbul beberapa saat setelah terpapar allergen. Fase ini disebut respon fase cepat dengan histamine sebagai mediator utama sehingga preparat anti histamine efektif untuk mengatasi gejala. Gejala dapat berlanjut sampai 6 – 8 jam kemudian yang timbul akibat aktivitas berbagai mediator, tetapi histamine bukan pemegang peran utama. Fase ini disebut respon fase lambat dengan gejala yang menonjol terutama adalah obstruksi hidung. Pada fase ini selain factor spesifik (allergen), iritasi oleh factor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembapan yang tinggi.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis menderita rhinitis alergi. Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan keluhan pilek berulang kurang lebih 10 tahun dan memberat sudah 1 bulan ini. Pasien sering bersin-bersin apabila menghirup serbuk bunga salak, hidung dirasakan tersumbat, dan keluar ingus cair. Pasien juga mengeluh di tenggorokan terasa gatal. Mata kadang sampai nrocos. Bila pagi hari dan udara dingin pilek dirasakan semakin parah, bersin-bersin juga lebih banyak dari biasa. Pasien tidak demam saat datang ke poliklinik, tetapi dalam 1 bulan ini kadang-kadang muncul demam.
Pemeriksaan didapat pembengkakan & hiperemis pada konka hidung inferior, mukosa hidung hiperemis dan terdapat secret serous (encer) berwarna jernih. Pada pasien ini ditemukan gejala allergic shiner yaitu adanya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini biasa muncul pada anak. Gejala lain yang sering muncul pada anak seperti Allergic salute, Allergic crease, Facies adenoid dan Geographic tongue tidak ditemukan pada pasien ini. Cobblestone appearance ditemukan pada pasien ini dimana dinding posterior pasien tampak granuler dan oedem.
Gejala-gejala pasien muncul apabila terpapar dengan allergen serbuk bunga salak. Untuk memastikan adanya alergi terhadap factor pencetus ini pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan tes alergi/ tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End point Titration/ SET) yang sering dilakukan untuk allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya.
Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi. Terapi medikamentosa pada pasien ini diberikan anti histamine non sedative cetirizine, preparat dekongestan oral pseudoefedrin dan preparat kortikosteroid. Pengobatan baru untuk rhinitis alergi adalah dengan pemberian anti leukotrien (zafirlukast/ montelukast), anti IgE dan DNA rekombinan. Tindakan operatif konkotomi parsial, konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan apabila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat. Pengobatan imunoterapi diberikan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta pengobatan lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking antibody dan penurunan IgE.
I. IDENTITAS
Nama : Ny. TB
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : petani
Alamat : Gunung Tunggal 2/4 Sukoharjo
Tanggal masuk RS : 27 Juni 2009
II. ANAMNESA
Keluhan Utama : pilek kambuh-kambuhan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik THT BRSD Wonosobo pada tanggal 27 Juni 2009 dengan keluhan pilek kambuh-kambuhan kurang lebih 10 tahun, memberat 1 bulan ini. Pasien sering bersin-bersin apabila menghirup serbuk bunga salak (mata pencaharian pasien sebagai petani salak), tetapi dirasakan 1 tahun ini lebih sering dari sebelum-sebelumnya dan membuat pasien berhenti bekerja. Hidung dirasakan tersumbat, dan keluar ingus cair. Pasien juga mengeluh di tenggorokan terasa gatal. Mata kadang sampai nrocos. Bila pagi hari dan udara dingin pilek dirasakan bertambah, bersin-bersin juga dikeluhkan bertambah. Pasien tidak demam saat datang ke poliklinik, tetapi dalam 1 bulan ini kadang-kadang muncul demam. Pasien bolak-balik berobat ke puskesmas, tetapi tidak mereda.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan ini muncul kambuh-kambuhan sejak pasien bekerja di kebun salak kurang lebih 10 tahun, pasien hanya berobat di puskesmas bila berat. Pasien belum pernah melakukan tes alergi. Riwayat penyakit asma disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada yang menderita penyakit serupa dengan pasien
Resume Anamnesis :
Pasien ♀ 36 tahun, dengan keluhan pilek kambuh-kambuhan kurang lebih 10 tahun, memberat 1 bulan ini. Pasien juga sering bersin-bersin terutama apabila menghirup serbuk bunga salak. Hidung dirasakan tersumbat, dan keluar ingus cair. Tenggorokan terasa gatal, mata kadang sampai nrocos. Bila pagi hari dan udara dingin pilek dirasakan bertambah, bersin-bersin juga dikeluhkan bertambah. Pasien tidak demam saat datang ke poliklinik,. Pasien bolak-balik berobat ke puskesmas, tetapi tidak mereda. Pasien belum pernah melakukan tes alergi, menyangkal mempunyai penyakit asma dan tidak ada keluarga yang menderita penyakit serupa dengan pasien.
DIFFERENSIAL DIAGNOSA
Rhinitis alergi
Rhinitis vasomotor
Sinusitis
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : pasien tampak pilek keluar ingus dari hidung
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :
Tekanan Darah : tidak dilakukan
Nadi : 80x/mnt
RR : 20x/mnt
T : suhu raba afebris
Status lokalis
A. Telinga
Inspeksi
Bentuk dan ukuran : (N/N)
Benjolan : (-/-)
Laserasi canalis auditoris : (-/-)
Serumen : (-/-)
Otore : (-/-)
Edema : (-/-)
Hiperemi : (-/-)
Palpasi
Tragus pain : (-/-)
Nyeri tarik auricular : (-/-)
Nyeri pre aurikula & retroaurikula : (-/-)
Pembesaran kelenjar limfe pre aurikula & retro aurikula : (-/-)
Otoskopi
Auricula dx Auricula sin
Membrane tymphani intake + +
Serumen - -
Hiperemis - -
Perforasi - -
Cone of light + +
Otore - -
B. Hidung
Inspeksi
Tidak terdapat kelainan congenital pada hidung
Tidak terdapat jaringan parut dalam hidung
Tidak terdapat deviasi septum
Tampak pembengkakan & hiperemis pada konka hidung
Tidak tampak oedem mukosa
Mukosa hidung hiperemis
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Tidak ada krepitasi
Rhinoskopi anterior :
Kolumela Dextra Kolumela Sinistra
Mukosa hidung hiperemis + +
Mukosa hidung oedem - -
Konka (warna) Merah Merah
Konka oedem + +
Permukaan konka Licin Licin
Discharge +(serous) jernih +(serous) jernih
Massa - -
Rhinoskopi posterior : tidak dilakukan
C. Tenggorokan
Inspeksi
Mukosa lidah : dalam batas normal, tidak terdapat gambaran peta
Mukosa faring : hiperemis (+), granuler (+), oedem (+)
Uvula : di tengah, tidak ada kelainan
Tonsil : tidak membesar, T1-T1, tidak hiperemis
Detritus : (-)
Palpasi
Pembesaran lnn submandibula (-), nyeri tekan (-)
Pemeriksaan tanda-tanda khas rhinitis alergi:
Allergic shiner : (+)
Allergic salute : (-)
Allergic crease : (-)
Facies adenoid : (-)
Cobblestone appearance : (+)
Geographic tongue : (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
• Test allergi : tidak dilakukan
• Garputala : tidak dilakukan
• Audiometric : tidak dilakukan
• Transluminasi : tidak dilakukan
• Nasal swab : tidak dilakukan
• Laboratorium : tidak dilakukan
V. DIAGNOSIS KERJA
Rhinitis Alergi
VI. DIAGNOSA BANDING
Rhinitis vasomotor
VII. TERAPI
1. Control lingkungan dengan mengusahakan penghindaran terhadap allergen penyebab (disini pollen bunga salak)
2. Simptomatis
a. Medikamentosa
Antihistamin : Cerini (cetirizine 10mg) 1x1
Dekongestan : Pseudoefedrin 3x60 mg
Kortikosteroid : dexamethasone 2x0,5 mg
b. Operatif
Diperlukan apabila terjadi komplikasi seperti sinusitis, hipertrofi konka atau polip nasi. Tindakan konkotomi (pemotongan kedua konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat
VIII. RENCANA TINDAKAN
Terapi simptomatis karena belum terjadi komplikasi
Menjaga control lingkungan untuk menghindari allergen
Test alergi
IX. PROGNOSA
Dubia ad Bonam
X. MASALAH
Pasien tinggal di dekat kebun salak sehingga factor pencetus tetap ada
XI. SARAN/ EDUKASI
Test alergi
Obat digunakan sesuai aturan
Apabila obat habis atau keluhan semakin bertambah segera control
Hindari factor pencetus, disini serbuk bunga salak
Meningkatkan kondisi badan dengan asupan gizi yang cukup, olahraga serta istirahat yang cukup
PEMBAHASAN
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA tahun 2001 rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung degan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh IgE.
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya dan Laten Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2 – 4 jam dengan puncak 6 – 8 jam (fase hipereaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24 – 48 jam.
Pada reaksi ini dilepaskan berbagai mediator seperti histamine (H), leukotrien (LT), prostaglandin D-2 (PGD-2), bradikinin (BK), platelet activating factor (PAF) dan lain-lain yang akan menimbulkan gejala klinis. Pada rhinitis alergi, H, BK, LT dan PAF mengaktifkan sel-sel endotel pembuluh darah mukosa hidung sehingga terjadi vasodilatasi dan pengumpulan darah, serta peningkatan permeabilitas vaskuler dan sekresi kelenjar akibat stimulai reflex saraf kolinergik.
Stimulasi pada reseptor H1 di ujung saraf sensoris menyebabkan gejala bersin-bersin dan gatal pada hidung. Gejala-gejala tersebut timbul beberapa saat setelah terpapar allergen. Fase ini disebut respon fase cepat dengan histamine sebagai mediator utama sehingga preparat anti histamine efektif untuk mengatasi gejala. Gejala dapat berlanjut sampai 6 – 8 jam kemudian yang timbul akibat aktivitas berbagai mediator, tetapi histamine bukan pemegang peran utama. Fase ini disebut respon fase lambat dengan gejala yang menonjol terutama adalah obstruksi hidung. Pada fase ini selain factor spesifik (allergen), iritasi oleh factor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembapan yang tinggi.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis menderita rhinitis alergi. Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan keluhan pilek berulang kurang lebih 10 tahun dan memberat sudah 1 bulan ini. Pasien sering bersin-bersin apabila menghirup serbuk bunga salak, hidung dirasakan tersumbat, dan keluar ingus cair. Pasien juga mengeluh di tenggorokan terasa gatal. Mata kadang sampai nrocos. Bila pagi hari dan udara dingin pilek dirasakan semakin parah, bersin-bersin juga lebih banyak dari biasa. Pasien tidak demam saat datang ke poliklinik, tetapi dalam 1 bulan ini kadang-kadang muncul demam.
Pemeriksaan didapat pembengkakan & hiperemis pada konka hidung inferior, mukosa hidung hiperemis dan terdapat secret serous (encer) berwarna jernih. Pada pasien ini ditemukan gejala allergic shiner yaitu adanya bayangan gelap di daerah bawah mata yang terjadi karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini biasa muncul pada anak. Gejala lain yang sering muncul pada anak seperti Allergic salute, Allergic crease, Facies adenoid dan Geographic tongue tidak ditemukan pada pasien ini. Cobblestone appearance ditemukan pada pasien ini dimana dinding posterior pasien tampak granuler dan oedem.
Gejala-gejala pasien muncul apabila terpapar dengan allergen serbuk bunga salak. Untuk memastikan adanya alergi terhadap factor pencetus ini pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan tes alergi/ tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End point Titration/ SET) yang sering dilakukan untuk allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya.
Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi. Terapi medikamentosa pada pasien ini diberikan anti histamine non sedative cetirizine, preparat dekongestan oral pseudoefedrin dan preparat kortikosteroid. Pengobatan baru untuk rhinitis alergi adalah dengan pemberian anti leukotrien (zafirlukast/ montelukast), anti IgE dan DNA rekombinan. Tindakan operatif konkotomi parsial, konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan apabila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat. Pengobatan imunoterapi diberikan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta pengobatan lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukan IgG blocking antibody dan penurunan IgE.
KASUS PLACENTA PREVIA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Pucung Sidorejo, Wonosobo
Masuk RS : 17 Juli 2008, pukul 23.30
II. ANAMNESA dilakukan tanggal 21 Juli 2008
1. Keluhan utama : perdarahan yang dirasakan tanpa nyeri dari jalan lahir
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RS Wonosobo dengan surat pengantar dari puskesmas Pucung Sidorejo 3 hari yang lalu, dengan keterangan G3P2A0 hamil 27 minggu, preterm sudah kenceng-kenceng sejak 17 jam SMRS. Pasien merasa hamil 7 bulan, kenceng-kenceng jarang dirasakan. Air kawah belum dirasakan keluar, lendir darah dirasakan tidak keluar. Pasien mengeluhkan adanya perdarahan sedikit-sedikit, terus-terusan, warna merah segar sejak 17 jam SMRS. Perut tidak dirasakan nyeri. Tidak ada riwayat jatuh sebelumnya, tidak berhubungan dengan suami sebelumnya. Pasien merasakan perdarahan setelah mengangkat cucian dari sungai sampai ke rumah. Pasien dilakukan pengecekan USG dan didapatkan placenta previa partialis di posterior. Pasien dilakukan perawatan untuk mempertahankan kehamilan, yaitu dengan bed rest total, dan diberikan injeksi dexamethason 1 seri (tiap 12 jam selama 2 hari), juga diberikan asam mefenamat 3x500 mg dan nifedipin 10 mg apabila muncul kenceng-kenceng, dengan persiapan SC apabila perdarahan banyak. Setelah dirawat 1 hari, pasien perdarahannya berkurang hanya flek-flek, kenceng-kenceng tidak dirasakan lagi, keesokan hari perdarahan berhenti, kemudian pasien dimobilisasikan. Pagi mulai dimobilisasi, malam terjadi perdarahan lagi sama seperti sebelumnya, warna merah segar sor-soran, kurang lebih 1 gelas kecil. Pasien juga tidak merasakan nyeri, hanya kadang-kadang perut terasa kenceng-kenceng apabila gerakan janin kuat. Kemudian dilakukan tirah baring lagi, tetap dengan pemberian asam mefenamat dan nifedipin dengan dosis yang sama. Keesokan harinya, saat dilakukan anamnesa ini perdarahan sudah berkurang lagi, kurang lebih 3x ganti pembalut dalam satu hari. Kenceng-kenceng tidak dirasakan lagi, gerakan janin kuat dirasakan di perut sebelah kiri.
Riwayat obstetri :
I. Bayi ♂, lahir spontan di rumah dengan dukun, lahir dalam keadaan sudah meninggal, tidak ditimbang. Riwayat kehamilan normal, bayi lahir saat umur kehamilan 7 bulan. Lahir tahun 2001, pasien tidak ingat bulan dan tanggal.
II. Bayi ♀, umur 5 tahun, lahir spontan di rumah dengan bidan, BBL 3000 gram, sehat, lahir langsung menangis. Riwayat kehamilan normal. Lahir tanggal 29 Juni 2003.
III. Hamil ini
HPMT : 25 Desember 2007
HPL : 1 Oktober 2008
UK : 29 minggu 6 hari
Mual muntah : tidak ada, hanya saat awal-awal kehamilan
Riwayat pernikahan :
Menikah 1x, 11 tahun yang lalu
Riwayat menstruasi :
Menarche umur 15 tahun, teratur tiap bulan 1x, durasi 3 hari, siklus 28 hari, tidak ada dismenorrhea
Riwayat leukhorea :
Jarang, warna putih jernih, tidak bau, tidak gatal, jumlah sedikit, muncul seminggu setelah menstruasi.
Riwayat ANC :
Teratur tiap bulan di bidan, TT 2x di bidan.
Riwayat KB :
KB pil setelah anak ke 2 lahir, kurang lebih selama 4 tahun, berhenti Desember 2007. bulan Januari 2008 ikut program safari di rumah sakit pemasangan implant tanpa cek kehamilan sebelumnya. Bulan April 2008 (3 bulan setelah pemasangan implant) merasakan mual-mual, dan cek ke bidan, dinyatakan sudah hamil kurang lebih 4 bulan, implant kemudian dilepas.
Riwayat penyakit :
Asma, hipertensi, DM, jantung disangkal pasien. Riwayat operasi disangkal pasien, riwayat kuret disangkal pasien.
Riwayat obat-obatan:
Tidak ada, pasien mengkonsumsi vitamin penambah darah dari bidan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal pasien
6. Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal : pasien sadar dan berorientasi penuh, tidak demam, tidak pusing
Sistem respiratorius : tidak batuk, tidak sesak nafas
Sistem kardiovaskular : tidak berdebar-debar, tidak nyeri dada, tidak sesak nafas
Sistem gastrointestinal : tidak anoreksia, tidak mual, tidak muntah, bab normal lancar.
Sistem muskuloskeletal : gerakan bebas, tidak ada nyeri otot, tidak ada patah tulang
Sistem obstetri : pasien merasa hamil 7 bulan, sudah dirawat selama 3 hari karena perdarahan dari jalan lahir tanpa dirasakan nyeri. Perdarahan warna merah segar dirasakan sedikit-sedikit. Perdarahan sempat berhenti, tetapi dengan mobilisasi jalan-jalan perdarahan muncul kembali. Gerakan janin masih dirasakan kuat.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Composmentis, baik
2. Vital sign : T : 110/70 mmHg
R : 20 x/menit, teratur
N : 64 x/menit, teratur
S : 36,8C
BB = 65 kg
TB = 161 cm
3. Kulit : turgor dan elastisitas cukup, UKK tidak ada, tampak chloasma gravidarum di pipi, tampak linea nigra di abdomen.
4. Kepala :Mesocephal, simetris, tidak ada deformitas, rambut hitam distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak rontok, tidak nyeri tekan, tidak oedem facial
5. Pemeriksaan Mata: Palpebra tidak edema, Conjunctiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, pupil reflek cahaya +, isokor Ø 2 mm
6. Pemeriksaan Telinga: tidak ada otore, tidak ada deformitas
7. Pemeriksaan Hidung: Nafas cuping hidung tidak ada, tidak ada deformitas, tidak ada rinore/ discharge.
8. Pemeriksaan Mulut: Bibir tidak sianosis, Bibir tidak kering, Lidah tidak kotor, gigi tidak ada yang berlubang, tidak karies, stomatitis (+), Faring tidak hiperemis, Tonsil tidak membesar, ditemukan epulis gravidarum pada gusi sisi kiri.
9. Pemeriksaan Collum : tidak ada deviasi trakhea, Kelenjar Thyroid tidak membesar, Lnn tidak membesar, JVP tidak ↑
10. Pemeriksaan Thorax :
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba tidak kuat angkat di SIC V linea mid clavicula sin
Perkusi :
Kanan atas : SIC IV linea mid clavicula sinistra
Kiri atas : SIC IV parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I lebih keras daripada II, reguler, tidak ada gallop, tidak ada bising
Pulmo
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi, tidak nampak ada ketinggalan gerak nafas
Palpasi : tidak ada ketinggalan gerak, fremitus suara D = S.
Perkusi : sonor seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : SD vesikuler, tidak ada ST
11. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : cembung (membesar ke depan sesuai umur kehamilan), tidak terlihat gerakan janin, tidak terlihat darm steifung, tidak terlihat darm contour, tidak ada sikatrik, terlihat striae gravidarum.
Auskultasi : peristaltik (+) normal, dengan stetoskop Laennec terdengar DJJ (+) 137x/menit/ teratur.
Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan di seluruh lapang perut, hepar tak teraba, lien tak teraba
Perkusi : tymphani, tidak asites, pemeriksaan shifting dullness (-)
12. Pemeriksaan Costovertebrae
Inspeksi : tidak ada deformitas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tidak ada nyeri ketok
13. Pemeriksaan Extremitas :
Superior : tidak ada deformitas, tidak sianosis, tidak pucat, tidak edema
Inferior : tidak ada deformitas, tidak sianosis, tidak pucat, tidak edema, tidak ada varices
13. Pemeriksaan Obstetrik :
KU: lemah, composmentis
Inspeksi :
Pipi : Tampak chloasma gravidarum pada kedua pipi
Mata : conjunctiva tidak anemis
Thorax : hiperpigmentasi papillae dan areola mammae, papilla mammae menonjol. Kelenjar mammae membesar, colostrum (-)
Abdomen : terlihat striae gravidarum dan linea nigra
Ekstremitas : tidak ada oedem dan varices. Refleks patella normal
Palpasi abdomen:
Leopold I : TFU 4 jari caudal processus xyphoideus (22cm), pada fundus teraba bagian lunak
Leopold II : teraba janin tunggal, letak memanjang, puka (punggung janin di kanan, bagian kecil di sebelah kiri), HIS (-)
Leopold III : bagian terbawah janin teraba bulat, keras dan melenting, masih floating
Leopold IV : bagian terbawah janin belum masuk panggul (floating teraba 5/5 bagian)
Kesimpulan: janin tunggal, letak memanjang, puka, preskep, kepala teraba floating, HIS (-), DJJ (+) 137x/menit/teratur, TBJ 1550 gram
Alat Kelamin : Tidak ada Oedema, tidak ada kelainan.
Terdapat perdarahan pervaginam ( berwarna merah
segar )
Pemeriksaan Dalam:
Tidak dilakukan
Pemeriksaan penunjang laboratorium
WBC : 13,31 + 103/µl ↑
LYM : 2,83 – 103/µl Normal
MID : 0,54 + 103/ µl Normal
GRA : 0,94 + 103/µl ↑
LY% : 21,2 - % ↓
MI% : 4,1 % Normal
GR% : 74,7 + % Normal
RBC : 4,60 106/µl Normal
HGB : 13,4 g/dl Normal
HCT : 40,65 % Normal
MCV : 88 fl Normal
MCH : 29,2 – pg Normal
MCHC : 33,1 g/dl Normal
RDWc : 16,1 %
PLT : 100 103/µl ↓
PCT : 0,08 %
MPV : 8,4 fl Normal
PDWc : 32,3 %
HbsAg : -
Clotting time : 4’ Normal
Bleeding time : 2’ Normal
Hasil USG tanggal 18 Juli 2008
Vesica urinaria : terisi urine
Uterus : membesar berisi 1 janin, DJJ (+), gerakan (+), preskep, puka. Ukuran: BPD = 6,88 cm
FL = 5,61 cm
HC = 25,25 cm
AC = 22,53 cm
TBJ = 1146 ± 172 gram
Placenta di posterior janin, menutupi sebagian kecil OUI, air ketuban cukup.
Kesan: kehamilan tunggal intrauterine 27 minggu 5 hari dengan suspect placenta previa partialis.
Prognosis
Dubia dengan bed rest total, perdarahan tidak banyak kehamilan bisa dipertahankan sampai cukup bulan prognosis baik untuk ibu dan janin. Apabila perdarahan terus menjadi banyak terminasi dengan SC bagi ibu prognosis baik, bayi belum aterm prognosis tidak baik
Diagnosa:
Riwayat perdarahan antepartum ok placenta previa partialis posterior pada multigravida hamil preterm (29+6 minggu) b.d.p
Terapi:
Pertahankan kehamilan bed rest total
Awasi perdarahan apabila banyak usul SC emergency
Nifedipin 3x10 mg (apabila timbul HIS)
Asam mefenamat 3x 500mg
Nama : Ny. S
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Pucung Sidorejo, Wonosobo
Masuk RS : 17 Juli 2008, pukul 23.30
II. ANAMNESA dilakukan tanggal 21 Juli 2008
1. Keluhan utama : perdarahan yang dirasakan tanpa nyeri dari jalan lahir
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RS Wonosobo dengan surat pengantar dari puskesmas Pucung Sidorejo 3 hari yang lalu, dengan keterangan G3P2A0 hamil 27 minggu, preterm sudah kenceng-kenceng sejak 17 jam SMRS. Pasien merasa hamil 7 bulan, kenceng-kenceng jarang dirasakan. Air kawah belum dirasakan keluar, lendir darah dirasakan tidak keluar. Pasien mengeluhkan adanya perdarahan sedikit-sedikit, terus-terusan, warna merah segar sejak 17 jam SMRS. Perut tidak dirasakan nyeri. Tidak ada riwayat jatuh sebelumnya, tidak berhubungan dengan suami sebelumnya. Pasien merasakan perdarahan setelah mengangkat cucian dari sungai sampai ke rumah. Pasien dilakukan pengecekan USG dan didapatkan placenta previa partialis di posterior. Pasien dilakukan perawatan untuk mempertahankan kehamilan, yaitu dengan bed rest total, dan diberikan injeksi dexamethason 1 seri (tiap 12 jam selama 2 hari), juga diberikan asam mefenamat 3x500 mg dan nifedipin 10 mg apabila muncul kenceng-kenceng, dengan persiapan SC apabila perdarahan banyak. Setelah dirawat 1 hari, pasien perdarahannya berkurang hanya flek-flek, kenceng-kenceng tidak dirasakan lagi, keesokan hari perdarahan berhenti, kemudian pasien dimobilisasikan. Pagi mulai dimobilisasi, malam terjadi perdarahan lagi sama seperti sebelumnya, warna merah segar sor-soran, kurang lebih 1 gelas kecil. Pasien juga tidak merasakan nyeri, hanya kadang-kadang perut terasa kenceng-kenceng apabila gerakan janin kuat. Kemudian dilakukan tirah baring lagi, tetap dengan pemberian asam mefenamat dan nifedipin dengan dosis yang sama. Keesokan harinya, saat dilakukan anamnesa ini perdarahan sudah berkurang lagi, kurang lebih 3x ganti pembalut dalam satu hari. Kenceng-kenceng tidak dirasakan lagi, gerakan janin kuat dirasakan di perut sebelah kiri.
Riwayat obstetri :
I. Bayi ♂, lahir spontan di rumah dengan dukun, lahir dalam keadaan sudah meninggal, tidak ditimbang. Riwayat kehamilan normal, bayi lahir saat umur kehamilan 7 bulan. Lahir tahun 2001, pasien tidak ingat bulan dan tanggal.
II. Bayi ♀, umur 5 tahun, lahir spontan di rumah dengan bidan, BBL 3000 gram, sehat, lahir langsung menangis. Riwayat kehamilan normal. Lahir tanggal 29 Juni 2003.
III. Hamil ini
HPMT : 25 Desember 2007
HPL : 1 Oktober 2008
UK : 29 minggu 6 hari
Mual muntah : tidak ada, hanya saat awal-awal kehamilan
Riwayat pernikahan :
Menikah 1x, 11 tahun yang lalu
Riwayat menstruasi :
Menarche umur 15 tahun, teratur tiap bulan 1x, durasi 3 hari, siklus 28 hari, tidak ada dismenorrhea
Riwayat leukhorea :
Jarang, warna putih jernih, tidak bau, tidak gatal, jumlah sedikit, muncul seminggu setelah menstruasi.
Riwayat ANC :
Teratur tiap bulan di bidan, TT 2x di bidan.
Riwayat KB :
KB pil setelah anak ke 2 lahir, kurang lebih selama 4 tahun, berhenti Desember 2007. bulan Januari 2008 ikut program safari di rumah sakit pemasangan implant tanpa cek kehamilan sebelumnya. Bulan April 2008 (3 bulan setelah pemasangan implant) merasakan mual-mual, dan cek ke bidan, dinyatakan sudah hamil kurang lebih 4 bulan, implant kemudian dilepas.
Riwayat penyakit :
Asma, hipertensi, DM, jantung disangkal pasien. Riwayat operasi disangkal pasien, riwayat kuret disangkal pasien.
Riwayat obat-obatan:
Tidak ada, pasien mengkonsumsi vitamin penambah darah dari bidan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal pasien
6. Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal : pasien sadar dan berorientasi penuh, tidak demam, tidak pusing
Sistem respiratorius : tidak batuk, tidak sesak nafas
Sistem kardiovaskular : tidak berdebar-debar, tidak nyeri dada, tidak sesak nafas
Sistem gastrointestinal : tidak anoreksia, tidak mual, tidak muntah, bab normal lancar.
Sistem muskuloskeletal : gerakan bebas, tidak ada nyeri otot, tidak ada patah tulang
Sistem obstetri : pasien merasa hamil 7 bulan, sudah dirawat selama 3 hari karena perdarahan dari jalan lahir tanpa dirasakan nyeri. Perdarahan warna merah segar dirasakan sedikit-sedikit. Perdarahan sempat berhenti, tetapi dengan mobilisasi jalan-jalan perdarahan muncul kembali. Gerakan janin masih dirasakan kuat.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Composmentis, baik
2. Vital sign : T : 110/70 mmHg
R : 20 x/menit, teratur
N : 64 x/menit, teratur
S : 36,8C
BB = 65 kg
TB = 161 cm
3. Kulit : turgor dan elastisitas cukup, UKK tidak ada, tampak chloasma gravidarum di pipi, tampak linea nigra di abdomen.
4. Kepala :Mesocephal, simetris, tidak ada deformitas, rambut hitam distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak rontok, tidak nyeri tekan, tidak oedem facial
5. Pemeriksaan Mata: Palpebra tidak edema, Conjunctiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, pupil reflek cahaya +, isokor Ø 2 mm
6. Pemeriksaan Telinga: tidak ada otore, tidak ada deformitas
7. Pemeriksaan Hidung: Nafas cuping hidung tidak ada, tidak ada deformitas, tidak ada rinore/ discharge.
8. Pemeriksaan Mulut: Bibir tidak sianosis, Bibir tidak kering, Lidah tidak kotor, gigi tidak ada yang berlubang, tidak karies, stomatitis (+), Faring tidak hiperemis, Tonsil tidak membesar, ditemukan epulis gravidarum pada gusi sisi kiri.
9. Pemeriksaan Collum : tidak ada deviasi trakhea, Kelenjar Thyroid tidak membesar, Lnn tidak membesar, JVP tidak ↑
10. Pemeriksaan Thorax :
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba tidak kuat angkat di SIC V linea mid clavicula sin
Perkusi :
Kanan atas : SIC IV linea mid clavicula sinistra
Kiri atas : SIC IV parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I lebih keras daripada II, reguler, tidak ada gallop, tidak ada bising
Pulmo
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi, tidak nampak ada ketinggalan gerak nafas
Palpasi : tidak ada ketinggalan gerak, fremitus suara D = S.
Perkusi : sonor seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : SD vesikuler, tidak ada ST
11. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : cembung (membesar ke depan sesuai umur kehamilan), tidak terlihat gerakan janin, tidak terlihat darm steifung, tidak terlihat darm contour, tidak ada sikatrik, terlihat striae gravidarum.
Auskultasi : peristaltik (+) normal, dengan stetoskop Laennec terdengar DJJ (+) 137x/menit/ teratur.
Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan di seluruh lapang perut, hepar tak teraba, lien tak teraba
Perkusi : tymphani, tidak asites, pemeriksaan shifting dullness (-)
12. Pemeriksaan Costovertebrae
Inspeksi : tidak ada deformitas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tidak ada nyeri ketok
13. Pemeriksaan Extremitas :
Superior : tidak ada deformitas, tidak sianosis, tidak pucat, tidak edema
Inferior : tidak ada deformitas, tidak sianosis, tidak pucat, tidak edema, tidak ada varices
13. Pemeriksaan Obstetrik :
KU: lemah, composmentis
Inspeksi :
Pipi : Tampak chloasma gravidarum pada kedua pipi
Mata : conjunctiva tidak anemis
Thorax : hiperpigmentasi papillae dan areola mammae, papilla mammae menonjol. Kelenjar mammae membesar, colostrum (-)
Abdomen : terlihat striae gravidarum dan linea nigra
Ekstremitas : tidak ada oedem dan varices. Refleks patella normal
Palpasi abdomen:
Leopold I : TFU 4 jari caudal processus xyphoideus (22cm), pada fundus teraba bagian lunak
Leopold II : teraba janin tunggal, letak memanjang, puka (punggung janin di kanan, bagian kecil di sebelah kiri), HIS (-)
Leopold III : bagian terbawah janin teraba bulat, keras dan melenting, masih floating
Leopold IV : bagian terbawah janin belum masuk panggul (floating teraba 5/5 bagian)
Kesimpulan: janin tunggal, letak memanjang, puka, preskep, kepala teraba floating, HIS (-), DJJ (+) 137x/menit/teratur, TBJ 1550 gram
Alat Kelamin : Tidak ada Oedema, tidak ada kelainan.
Terdapat perdarahan pervaginam ( berwarna merah
segar )
Pemeriksaan Dalam:
Tidak dilakukan
Pemeriksaan penunjang laboratorium
WBC : 13,31 + 103/µl ↑
LYM : 2,83 – 103/µl Normal
MID : 0,54 + 103/ µl Normal
GRA : 0,94 + 103/µl ↑
LY% : 21,2 - % ↓
MI% : 4,1 % Normal
GR% : 74,7 + % Normal
RBC : 4,60 106/µl Normal
HGB : 13,4 g/dl Normal
HCT : 40,65 % Normal
MCV : 88 fl Normal
MCH : 29,2 – pg Normal
MCHC : 33,1 g/dl Normal
RDWc : 16,1 %
PLT : 100 103/µl ↓
PCT : 0,08 %
MPV : 8,4 fl Normal
PDWc : 32,3 %
HbsAg : -
Clotting time : 4’ Normal
Bleeding time : 2’ Normal
Hasil USG tanggal 18 Juli 2008
Vesica urinaria : terisi urine
Uterus : membesar berisi 1 janin, DJJ (+), gerakan (+), preskep, puka. Ukuran: BPD = 6,88 cm
FL = 5,61 cm
HC = 25,25 cm
AC = 22,53 cm
TBJ = 1146 ± 172 gram
Placenta di posterior janin, menutupi sebagian kecil OUI, air ketuban cukup.
Kesan: kehamilan tunggal intrauterine 27 minggu 5 hari dengan suspect placenta previa partialis.
Prognosis
Dubia dengan bed rest total, perdarahan tidak banyak kehamilan bisa dipertahankan sampai cukup bulan prognosis baik untuk ibu dan janin. Apabila perdarahan terus menjadi banyak terminasi dengan SC bagi ibu prognosis baik, bayi belum aterm prognosis tidak baik
Diagnosa:
Riwayat perdarahan antepartum ok placenta previa partialis posterior pada multigravida hamil preterm (29+6 minggu) b.d.p
Terapi:
Pertahankan kehamilan bed rest total
Awasi perdarahan apabila banyak usul SC emergency
Nifedipin 3x10 mg (apabila timbul HIS)
Asam mefenamat 3x 500mg
KASUS PERSALINAN DENGAN VACUUM EXTRACTION
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Dagang
Agama : Islam
Alamat : Watumalang, Wonosobo
Masuk RS : 13 Juni 2008, pukul 11.20
II. ANAMNESA
1. Keluhan utama : ibu tidak kuat mengejan dalam persalinan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RS Wonosobo dengan diantar bidan dengan keterangan G3P2A0 multigravida hamil aterm dalam persalinan kala 2 lama dengan udem labia mayor kanan. Pasien merasa hamil 9 bulan, kenceng-kenceng teratur dirasakan sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, air kawah sudah keluar (ngepyok) sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, lendir darah sudah keluar sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien sudah merasa lemas tidak ada tenaga, sudah dipimpin mengejan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit oleh bidan.
Riwayat obstetri :
I. Anak ♀, umur 12 tahun, lahir dengan VE di RS, BBL 3100 gram, sehat.
II. Anak ♂, umur 5,5 tahun, lahir spontan di bidan, BBL 3200 gram, sehat.
III. Hamil ini
HPMT : 8 September 2007
HPL : 15 Juni 2008
UK : 39 minggu 5 hari
Mual muntah : tidak ada, hanya saat awal-awal kehamilan
Sesak nafas : tidak ada
Riwayat pernikahan :
Menikah 14 tahun yang lalu
Riwayat menstruasi :
Menarche umur 14 tahun, teratur tiap bulan 1x, durasi 5 hari, tidak ada dismenorrhea
Riwayat leukhorea :
Jarang, warna putih jernih, tidak bau, tidak gatal, sedikit
Riwayat ANC :
Teratur tiap bulan di bidan
Riwayat KB :
KB suntik 3 bulan setelah anak kedua umur 1 tahun, berhenti sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat penyakit :
Asma, hipertensi, DM, jantung disangkal pasien.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal pasien
6. Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal : pasien sadar dan berorientasi penuh, tidak demam, tidak pusing
Sistem respiratorius : tidak batuk, tidak sesak nafas
Sistem kardiovaskular : tidak berdebar-debar, tidak nyeri dada, tidak sesak nafas
Sistem gastrointestinal : tidak anoreksia, tidak mual, tidak muntah, bab normal lancar.
Sistem muskuloskeletal : gerakan bebas, ada nyeri otot di punggung, pegal di punggung, tidak ada patah tulang
Sistem obstetri : pasien merasa hamil 9 bulan, kenceng-kenceng teratur dirasakan sejak 8 jam SMRS, air kawah sudah keluar (ngepyok) sejak 2 jam SMRS, lendir darah sudah keluar sejak 5 jam SMRS. Pasien merasa lemas tidak ada tenaga, sudah dipimpin mengejan sejak 2 jam SMRS oleh bidan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Composmentis, lemah
2. Vital sign : T : 100/60 mmHg
R : 20 x/menit, teratur
N : 100 x/menit, teratur
S : 36,8C
3. Kepala :Mesocephal, simetris, tidak ada deformitas, rambut hitam distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak rontok, tidak nyeri tekan, tidak oedem facial
4. Pemeriksaan Mata: Palpebra tidak edema, Conjunctiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, pupil reflek cahaya +, isokor Ø 2 mm
5. Pemeriksaan Telinga: tidak ada otore, tidak ada deformitas
6. Pemeriksaan Hidung: Nafas cuping hidung tidak ada, tidak ada deformitas, tidak ada rinore/ discharge.
7. Pemeriksaan Mulut: Bibir tidak sianosis, Bibir tidak kering, Lidah tidak kotor, gigi ada yang berlubang, tidak karies, tidak ada stomatitis, Faring tidak hiperemis, Tonsil tidak membesar.
8. Pemeriksaan Collum : tidak ada deviasi trakhea, Kelenjar Thyroid tidak membesar, Lnn tidak membesar, JVP tidak ↑
9. Pemeriksaan Thorax :
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba tidak kuat angkat di SIC V linea mid clavicula sin
Perkusi :
Kanan atas : SIC IV linea mid clavicula sinistra
Kiri atas : SIC IV parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I lebih keras daripada II, reguler, tidak ada gallop, tidak ada bising
Pulmo
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi, tidak nampak ada ketinggalan gerak nafas
Palpasi : tidak ada ketinggalan gerak, fremitus suara D = S.
Perkusi : sonor seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : SD vesikuler, tidak ada ST
10. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : cembung (membuncit sesuai umur kehamilan), tidak terlihat darm steifung, tidak terlihat darm contour, tidak ada sikatrik, terlihat striae gravidarum.
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan di seluruh lapang perut, hepar teraba 2 jari bac dextra, tepi tumpul konsistensi lunak, lien tak teraba
Perkusi : tymphani, tidak asites, pemeriksaan shifting dullness (-)
11. Pemeriksaan Costovertebrae
Inspeksi : tidak ada deformitas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tidak ada nyeri ketok
12. Pemeriksaan Extremitas :
Superior : tidak ada deformitas, tidak sianosis, tidak pucat, tidak edema
Inferior : tidak ada deformitas, tidak sianosis, tidak pucat, tidak edema
13. Pemeriksaan Obstetrik :
KU: lemah, composmentis
Inspeksi :
Mata : conjunctiva tidak anemis
Thorax : hiperpigmentasi papillae dan areola mammae, papilla mammae menonjol. Kelenjar mammae membesar
Abdomen : terlihat striae gravidarum
Ekstremitas : tidak ada oedem
Palpasi abdomen:
Leopold I : TFU 32 cm, pada fundus teraba bagian lunak
Leopold II : teraba janin tunggal, letak memanjang, puka (punggung janin di kanan, bagian kecil di sebelah kiri), HIS (+) 2-3x/ 35-40/ kuat
Leopold III : bagian terbawah janin teraba bulat dan keras, kesan masuk panggul
Leopold IV : bagian terbawah janin teraba 1/5 bagian
Kesimpulan: janin tunggal, letak memanjang, puka, preskep, kepala teraba 1/5 bagian, HIS (+) 2-3x/ 35-40/ kuat, DJJ (+) 144x/menit/teratur, TBJ 3255 gram
Pemeriksaan Dalam:
Tampak vulva hematom dan laserasi di labia mayor, dinding vagina licin, serviks tipis, Ф lengkap, selket (-), kepala ↓ H3-4, promontorium tak teraba, STLD (+), AK (+).
Pemeriksaan penunjang laboratorium
WBC : 16,92 + 103/µl ↑
LYM : 0,85 – 103/µl ↓
MID : 0,71 + 103/ µl ↑
GRA : 15,35 + 103/µl ↑
LY% : 5,0 - % ↓
MI% : 4,2 %
GR% : 90,7 + % ↑
RBC : 4,93 106/µl
HGB : 12,1 g/dl
HCT : 39,68 %
MCV : 81 fl
MCH : 24,6 – pg ↓
MCHC : 30,6 g/dl
RDWc : 17,7 %
PLT : 289 103/µl
PCT : 0,26 %
MPV : 9,0 fl
PDWc : 37,2 %
HbsAg : -
HIV : -
Hb ulangan : 11,6
Pukul 11.30
Diagnosa:
Kala II lama dengan oedem vulva
Prognosis
Bagi ibu dengan dilakukan VE baik
Bagi janin dengan dilakukan VE baik
Terapi:
Vacuum extraction
Informed consent keluarga acc
Pukul 11.45
Bayi lahir secara vacuum extraction, sekali pasang, satu kali tarikan sedang, ♀ 3300 gram, 48 cm, AS 6/8
Injeksi Oxytocin 5 IU IM
Pukul 11.50
Plasenta lahir spontan, kesan lengkap. Ukuran 20x20x2 cm3, berat 500 gram, PTP : 50 cm, insersi paracentralis
Injeksi methergin 0,2 mg IM
Diagnosa :
Post partus VE atas indikasi kala II lama oleh karena hejan ibu tidak adequat, dengan oedem vulva P3A0H0
Terapi:
Amoxicillin 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Viliron 1x1 tablet
Pasang DC
Pasang tampon pada laserasi di labia mayora selama 24 jam
Awasi perdarahan dari laserasi
Tanggal 14 Juni 2008, pukul 11.00
Diagnosa : post partus VE atas indikasi kala II lama oleh karena hejan ibu tidak adequat, dengan oedem vulva P3A0H1
Keluhan : tidak ada
KU : baik, sadar, tidak anemis
Vital sign : TD 110/80, N 80x, R 20x, t afebris
Palpasi abd : supel, nyeri tekan (-)
TFU : 2 jari bawah pusat
Lokhea : rubra, perdarahan volume normal
ASI/ laktasi : +/+
BAB/BAK : +/ terpasang catheter
Terapi:
aff tampon
Amoxicillin 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Viliron 1x1 tablet
Aff DC dan Blast training besok
Tanggal 15 Juni 2008, 08.00
Diagnosa : post partusVE atas indikasi hejan ibu tidak adequat, dengan oedem vulva P3A0H2
Keluhan : tidak ada
KU : baik, sadar, tidak anemis
Vital sign : TD 100/80, N 80x, R 20x, t afebris
Palpasi abd : supel, nyeri tekan (-)
TFU : 2 jari bawah pusat
Lokhea : rubra, perdarahan volume normal
ASI/ laktasi : +/+
BAB/BAK : +/ + lancar
Terapi:
Amoxicillin 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Viliron 1x1 tablet
Blast training
Tanggal 16 Juni 2008, 06.00
Diagnosa : post partusVE atas indikasi hejan ibu tidak adequat, dengan oedem vulva P3A0H3
Keluhan : tidak ada
KU : baik, sadar, tidak anemis
Vital sign : TD 100/80, N 80x, R 20x, t afebris
Palpasi abd : supel, nyeri tekan (-)
TFU : 2 jari bawah pusat
Lokhea : rubra, perdarahan volume normal
ASI/ laktasi : +/+
BAB/BAK : +/ + lancar
Terapi:
Amoxicillin 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Viliron 1x1 tablet
BLPL
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Vacuum extraction adalah suatu tindakan persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga (vakum) pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstraktor vakum atau ventous.
Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetric yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengejan ibu dan ekstraksi pada bayi. Oleh karena itu, kerjasama dan kemampuan ibu untuk mengekspresikan bayinya merupakan factor yang sangat penting dalam menghasilkan akumulasi tenaga dorongan dengan tarikan ke arah yang sama.
Tarikan pada kulit kepala bayi dilakukan dengan membuat cengkraman yang dihasilkan dari aplikasi tekanan negative. Mangkuk logam atau silastik akan memegang kulit kepala yang akibat tekanan vakum, menjadi kaput artificial. Mangkuk dihubungkan dengan tuas penarik (yang dipegang oleh penolong persalinan) melalui seutas rantai. Ada 3 gaya yang bekerja pada prosedur ini, yaitu tekanan intrauterin (oleh kontraksi), tekanan ekspresi eksternal (tenaga mengejan) dan gaya tarik (ekstraksi vakum).
B. INDIKASI
Indikasi dilakukannya ekstraksi vakum bisa karena indikasi ibu dan janin.
a. Indikasi janin
Janin yang dicurigai memerlukan persalinan segera misalnya pada fetal distres (masih kontroversi)
b. Indikasi Ibu
Kala II lama/ kala II tak maju
Keadaan ibu dengan kontraindikasi meneran misalnya pada PEB dan eklampsia
Kondisi yang memerlukan kala II diperpendek, misalnya pada penyakit jantung kompensata grade III-IV, penyakit paru fibrotik, TBC, riwayat seksio secarea sebelumnya.
Kelelahan ibu
Pada umumnya kala II lama dengan presentasi belakang kepala merupakan indikasi untuk melakukan vakuum extraction berhubung dengan meningkatnya bahaya bagi ibu dan janin. Dalam hubungan ini, pengawasan khususnya terhadap janin harus dilakukan dengan teliti.
Apabila HIS cukup kuat dan persalinan belum selesai setelah kala II lamanya pada seorang primigravida 1,5-2 jam dan 0,5 jam pada seorang multipara, sebaiknya pada presentasi belakang kepala dengan kepala janin di dasar panggul, persalinan diselesaikan. Pada umumnya dalam hal ini ubun-ubun kecil sudah di depan.
C. KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi dilakukannya vacuum extraction dapat diklasifikasikan menjadi kontraindikasi absolut dan relatif.
a. Kontraindikasi absolut
Bukan presentasi puncak kepala (presentasi muka atau dahi)
Kepala belum masuk PAP
Pembukaan servix belum lengkap
Ada bukti klinis adanya DKP
Ruptur uteri membakat (ruptur uteri imminens)
Fetal distres terus menerus pada auskultasi
b. Kontraindikasi relatif
Janin prematur/ TBJ <2500 gram
Letak di panggul tengah
Sikap bayi yang sulit, misal presbo
D. SYARAT
Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan vacuum extraction antara lain:
Janin hidup
Presentasi vertex/ presbelkep, janin aterm >2500 gram
Kepala sudah masuk PAP (kepala di Hodge 3-4, atau teraba 1/5-2/5)
Kepala janin sudah mengalami engagement
Panggul ibu adekuat secara klinis
Analgesia yang sesuai
Pembukaan lengkap dan ketuban sudah pecah atau sudah dipecah
Kontraksi masih baik
Ibu kooperatif dan mau mengejan
Kandung kencing ibu kosong
Operator berpengalaman-kompeten
Rencana pendukung apabila vakum gagal SC
Untuk menentukan pembukaan lengkap, pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti. Vacuum extraction hanya digunakan pada presentasi belakang kepala. Dalam keadaan darurat, ada kelonggaran mengenai syarat pembukaan lengkap. Dalam keadaan terpaksa, ekstraksi dengan vacuum extraction dapat dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap tetapi sedikitnya 7 cm.
Ekstraktor vakum masih boleh digunakan, apabila pada presentasi belakang kepala janin sudah sampai Hodge II tetapi belum sampai Hodge III, asal tidak ada DKP.
Kriteria Vacuum Mnemonic
A ANESTHESIA
ASSISTANCE Pereda nyeri yang adekuat
Neonatal support
B BLADDER Kandung kencing dikosongkan
C CERVIX Dilatasi penuh
Ruptur of membran (ketuban pecah)
D DETERMINE Posisi, station, dan kecukupan ukuran panggul
Pinggirkan kemungkinan distosia bahu
E EQUIPMENT Lihat pada cup vacuum, pompanya, pipanya dan cek tekanannya
F FONTANELLE Posisi cup di atas fontanella posterior
Usapkan jari di sekitar cup untuk membersihkan jaringan maternal
G GENTLE TRACTION Sebagai permulaan tekan hingga 100 mmHg diantara kontraksi
Hanya boleh narik saat ada kontraksi
Saat timbul kontraksi naikkan tekanan hingga 600 mmHg, anjurkan ibu untuk melakukan usaha mengejan dengan bagus, traksi pada axis jalan lahir
H HALT Tidak ada kemajuan dengan 3 traksi
Vacuum lepas 3x
Tidak ada kemajuan yang signifikan setelah 30 menit dilakukan persalinan pervaginam
I INCISSION Episiotomi jika terjadi laserasi yang mengancam
J JAW Lepaskan vacuum ketika jepitan sudah tergapai atau yakin kalau kepala sudah lahir
E. ALAT VACUUM EXTRACTION
a. Sejenis mangkok dari logam yang agak mendatar dalam berbagai ukuran (diameter 30-60 mm) dengan lubang di tengah-tengahnya.
b. Pipa karet yang pada ujung satu dihubungkan dengan mangkok dan pada ujung yang lain dengan suatu alat penarik dari logam.
c. Rantai dari logam yang berhubungan dengan alat bundar dan datar, alat tersebut dimasukkan ke dalam rongga mangkok sehingga dapat menutup lubangnya, selanjutnya rantai dimasukkan ke dalam pipa karet dan setelah ditarik kuat dikaitkan kepada alat penarik.
d. Pipa karet yang pada ujung yang satu dihubungkan dengan alat penarik dan pada ujung yang lain dengan botol penampung cairan yang terisap (lendir, darah, air ketuban dan sebagainya).
e. Manometer dan pompa tangan untuk mengisap udara, yang berhubungan dengan botol penampung dan menyelenggarakan vakum antara mangkok dan kepala janin.
F. PEMASANGAN VACUUM EXTRACTION
Pasien dalam posisi lithotomi. Vulva dan sekitarnya dibersihkan dengan kapas sublimat atau kapas lisol dan kemudian dengan tinctura iodin 2%. Kandung kencing dan rectum harus kosong.
Dilakukan pemeriksaan dalam sekali lagi dengan teliti dengan perhatian khusus pada pembukaan, sifat serviks dan vagina, turunnya kepala janin dan posisinya. Anestesi blok pudendus jika perlu, dilakukan.
Dipilih mangkok yang akan dipakai. Mangkok dicelup dalam air sabun steril atau dibasahi seluruhnya dengan spiritus–sabun ( jangan menggunakan minyak karena licin dan mudah lepas), lalu dimasukkan ke dalam vagina. Mula-mula mangkok dalam posisi agak miring (tidak menghadap vulva) dimasukkan ke dalam introitus vagina sambil menekan komisura posterior ke belakang dan kemudian diselipkan ke dalam vagina. Kemudian mangkok diputar, sehingga menghadap ke kepala janin.
Dalam presentasi belakang kepala mangkok dipasang pada oksiput atau sedekat-dekatnya. Apabila oksiput tidak jelas letaknya atau presentasi lain, maka mangkok dipasang dekat pada sakrum ibu, terlebih bila kepala masih tinggi. Letak mangkok pda kepala harus sedemikian rupa sehingga arah tarikan nantinya tegak lurus dengan mangkok. Kemudian dengan satu atau dua jari diperiksa di sekitar mangkok apakah ada jaringan serviks atau vagina terjepit. Apabila ada jaringan terjepit, maka harus segera dilepaskan dari jepitan.
Oleh asisten, udara dari pompa dikeluarkan sehingga tercapai tekanan negatif dalam botol, pipa-pipa dan mangkok. Kulit kepala janin disedot ke dalam mangkok dan mangkok melekat pada kepala. Supaya mangkok melekat dengan benar, mangkok harus diisi penuh dengan kulit dan jaringan bawah kulit secara perlahan-lahan. Dengan pompa lekatan erat dicapai dengan meningkatkan tekanan negatif dalam 3 tahap. Mula-mula dipompa sampai minus 0,2 kg/ cm2 kemudian ditunggu 2 menit lagi, lalu dipompa sampai minus 0,4 kg/ cm2 kemudian ditunggu 2 menit lagi. Akhirnya dipompa sampai minus 0,6 kg/ cm2. biasanya tekanan ini sudah cukup. Apabila perlu ditambah lagi sampai mu=inus 0,7 kg/ cm2 atau 0,8 kg/ cm2.
Setelah tekanan yang diinginkan tercapai masih ditunggu 2 menit lagi sebelum tarikan definitif dimulai bersama-sama dengan HIS sambil wanita disuruh meneran seperti pada pimpinan partus biasa dengan kedua lengan wanita merangkul dan menarik lipat lutut ke arah kepala ibu.
Adakalanya HIS sudah timbul sebelum tekanan yang dikehendaki tercapai. Dalam hal ini vacuum extraction sudah boleh ditarik secara hati-hati supaya mangkok jangan sampai lepas dan supaya kepala janin lebih turun. Apabila HIS hilang tarikan jangan dilepas sama sekali, akan tetapi tarikan ringan diteruskan secara kontinu supaya kepala tidak terlampau mundur. Dengan demikian pada HIS berikutnya ibu meneran lagi dan kepala sekarang maju dengan titik permulaan yang lebih rendah letaknya. Tarikan definitif dilakukan apabila sudah dicapai tekanan 0,6 atau 0,7 kg/cm2. Selama itu pemeriksaan dalam ulangan harus dilakukan beberapa kali, sedikitnya setiap kali setelah tekanan dinaikkan untuk memeriksa apakah ada jaringan terisap ke dalam mangkok. Lamanya tindakan sebaiknya tidak melebihi 30 menit, maksimum 40 menit. Ekstraksi yang terlampau lama dianggap berbahaya bagi anak.
G. GAYA TARIKAN PADA VACUUM EXTRACTION
Seperti telah dijelaskan di atas tarikan definitif pada vacuum extraction sinkron dengan HIS dan tenaga meneran. Di luar HIS, tarikan definitif tidak boleh dilakukan karena kurang efektif. Jadi tarikan pada vacuum extraction sifatnya berkala (intermiten). Dulu ekstraksi ini dipakai juga dengan tarikan kontinyu pada pembukaan kecil, misalnya 4 cm dengan mangkok nomor 3, untuk mempercepat pembukaan. Akan tetapi sekarang usaha ini tidak dilakukan lagi karena waktu tindakan terlampau lama dan dianggap berbahaya bagi anak. Arah tarikan harus sesuai dengan turunnya kepala (seperti pada cunam) dan tegak lurus dengan mangkok:
Kepala tinggi, arah tarikan ke dorsal
Kepala tengah, arah tarikan datar
Kepala di dasar panggul, arah taruikan ke atas/ ventral
Mula-mula tarikan dilakukan oleh tangan kanan pada pegangan yang berbentuk palang, sambil tangan kiri berusaha menahan mangkok supaya mangkok tidak mudah lepas dari kepala. 3 jari tangan kiri dimasukkan ke dalam vagina, ibu jari ditempatkan di pinggir mangkok bagian depan, jari telunjuk dan jari tengah di kepala anak, ventral dari mangkok. Apabila tangan kanan mengadakan ekstraksi, bersamaan ibu jari menekan mangkok bagian depan pada kepala. Jadi ada kerjasama (sinkronisasi) antara tangan kanan dan tangan kiri. Dalam pegangan 3 jari ini (Drei-fingergriff) mangkok tidak mudah lepas karena menurut pengalaman mangkok biasanya lepas di pinggir depan lebih dulu. Bagi orang yang banyak pengalaman dengan vacuum extraction jarang lepas sama sekali, karena sewaktu mangkok mulai mau lepas terdengar bunyi sedotan seperti bunyi peluit. Secara reflektoris tarikan segera dihentikan sehingga mangkok tidak jadi lepas. Dalam hal demikian jaringan lunak mudah tersedot ke dalam mangkok, sehingga perlu diperiksa dalam lagi.
Apabila kepala sudah hampir lahir, tangan kiri mengambil alih vacuum extraction dengan memegang pipa karetnya (bukan pegangannya) dekat pada vulva sambil pipa dililit-lilitkan pada jari-jari. Tangan kanan yang sekarang bebas menyokong dan melindungi perineum. Arah tarikan dengan tangan kiri itu adalah ke atas (ventral). Setelah seluruh kepala lahir, bahu dan badan anak dilahirkan seperti biasa. Kemudian ventil dilepas (sekrupnya dikendorkan) perlahan-lahan supaya udara masuk ke dalam botol dan tekanan negatifnya hilang. Mangkok dapat dilepaskan dari kepala anak. Apabila mangkok sukar lepas karena sangat erat hubungannya dengan kepala, maka pipa karet yang menghubungkan botol dengan pegangan dilepaskan lebih dahulu. Dengan ekstraktor vakum, lahirnya kepala dapat diusahakan perlahan-lahan seperti pada partus spontan. Karena itu perlukaan jalan lahir ringan. Pertimbangkan episiotomi menurut keadaan.
H. KRITERIA VACUUM EXTRACTION GAGAL
1. Waktu dilakukan traksi, mangkok lepas sebanyak 3 kali. Mangkok lepas pada waktu traksi kemungkinan disebabkan:
a. Tenaga vakum terlalu rendah
b. Tekanan negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksadenum yang sempurna yang mengisi seluruh mangkok
c. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkok sehingga mangkok tidak dapat mencengkeram dengan baik
d. Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkok
e. Kedua tangan kiri dan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik
f. Traksi terlalu kuat
g. Cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran penghubung
h. Adanya DKP. Setiap mangkok lepas pada waktu traksi, harus selalu diteliti satu-persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan koreksi.
2. Tiga kali tarikan, pada tiga kontraksi, tidak ada kemajuan
3. Dalam waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi vacuum extraction dapat berakibat pada ibu dan janin
1. Komplikasi pada ibu :
Perdarahan
Trauma jalan lahir
Infeksi
2. Komplikasi pada janin
Ekskoriasi kulit kepala
Sefalhematom
Subgaleal hematom. Hematom ini cepat diresorbsi tubuh janin. Bagi janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus neonatorum yang berat.
Nekrosis kulit kepala (scalp necrosis) yang dapat menimbulkan alopesia
J. KEUNGGULAN VACUUM EXTRACTION
Pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)
Tanpa GA (anestesi umum)
Mangkok tidak menambah besar ukuran kepala yang harus melalui jalan lahir
Vacuum extraction dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan serviks belum lengkap
Trauma pada kepala janin lebih ringan
K. KERUGIAN VACUUM EXTRACTION
Persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama
Tenaga traksi tidak sekuat pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap sebagai keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga yang berlebihan
Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari karet dan harus selalu kedap udara
BAB III
PEMBAHASAN
Pada presentasi kasus ini dibahas tentang sebuah kasus mengenai suatu tindakan obstetri yaitu vacuum extraction pada multigravida dengan umur kehamilan aterm (39+5 minggu) atas indikasi kala II lama dengan disertai oedem vulva. Pada pasien ini didiagnosis kala II lama karena sudah dilakukan pimpinan persalinan di bidan selama 2 jam, tetapi belum berhasil, dikarenakan kekuatan hejan ibu tidak adekuat. Oedem vulva dapat terjadi dalam persalinan dengan disproporsi sefalopelvik atau apabila wanita mengejan terlampau lama sedang kepala belum cukup turun. Hal itu mempersulit pemeriksaan dalam dan menghambat kemajuan persalinan yang akhirnya dapat menimbulkan kerusakan luas pada jalan lahir.
Kondisi pasien secara umum baik, pasien tampak lemah karena kelelahan mengejan di bidan. HIS kuat dengan frekuensi 2-3x dengan durasi 30-40 detik. Keadaan janin baik dengan DJJ 144x/ menit/ teratur. Servik pembukaan lengkap 10 cm dan kepala sudah turun di Hodge 3-4.
Pada kasus ini yang menjadi masalah adalah adanya oedem vulva yang diperkirakan menghambat kemajuan persalinan. Untuk memperkecil kerusakan luas pada jalan lahir dan mempercepat persalinan, diputuskan untuk dilakukan vacuum extraction tanpa episiotomi. Keadaan ibu yang lemah, bukan berarti ibu tidak mempunyai tenaga sama sekali, dengan motivasi dari operator diharapkan dapat memperkuat hejan ibu yang sebelumnya tidak adekuat. Bagaimanapun juga kekuatan hejan ibu masih dibutuhkan, sedangkan alat vacuum extarction membantu untuk mempercepat pelahiran, bukan sebagai penarik utama. Untuk dilakukan vacuum extraction tidak ada kontraindikasi, pasien tidak DKP, tidak ada malpresentasi, dan janin aterm.
Syarat-syarat untuk dilakukan vacuum juga terpenuhi, diantaranya janin hidup, presentasi vertex/ taksiran berat janin 3255 gram, kepala sudah masuk panggu (di hodge 3-4), panggul ibu adekuat, pembukaan lengkap, ketuban sudah pecah, kontraksi baik dan ibu masih mampu mengejan.
Setelah dilakukan ekstraksi vakum 1 kali pasang 1 tarikan sedang, ♀ 3300 gram, 48 cm, AS 6/8. Plasenta lahir spontan, kesan lengkap. Ukuran 20x20x2 cm3, berat 500 gram, PTP : 50 cm, insersi paracentralis. Setelah plasenta lahir, masih terlihat adanya perdarahan, perdarahan ditemukan berasal dari robekan di vulva karena pecahnya oedem saat persalinan. Bekuan-bekuan darah dibersihkan kemudian diputuskan tidak dilakukan hecting untuk meminimalisasi manipulasi, dan diberikan tampon dari tempat robekan dan ditutup perban.
Umumnya partus lama, yang kemudian diakhiri dengan VE dapat mengakibatkan hal-hal yang demikian sampai terjadi retensio urine. Sehingga dilakukan pemasangan dauer catheter untuk memberi istirahat pada otot-otot kandung kencing. Dengan demikian, jika ada kerusakan-kerusakan pada otot-otot kandung, otot-otot cepat pulih kembali sehingga fungsinya cepat kembali. Pasien tetap dilakukan pengawasan dalam 24 jam, apakah terus terjadi perdarahan dan dengan tampon, perdarahan tidak masive. Setelah 24 jam kemudian tampon dilepas dan aff catheter keesokan harinya untuk dilakukan blast training. Fungsi miksi baik dan keesokan harinya pasien diijinkan pulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F. G., Gant N.F., Leveno K. J., Gilstrap L. C., Hauth J. C., Wenstrom K. D., 2006. Obstetri William Edisi 21. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2. Wiknjosastro, H, Saifuddin A. B., Rachimhadhi, T. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Bagian Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
3. Pope, C. S. 2006. Vacuum Extraction. E Medicine.
4. Norwitz, E. R. 2001. Obstetric and Gynecologic at a Glance. Osney Mead, Oxford. USA.
5. Evans, A. T. Messer, R. H. 2007. Manual of Obstetrics, 7th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Texas.
Nama : Ny. M
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Dagang
Agama : Islam
Alamat : Watumalang, Wonosobo
Masuk RS : 13 Juni 2008, pukul 11.20
II. ANAMNESA
1. Keluhan utama : ibu tidak kuat mengejan dalam persalinan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RS Wonosobo dengan diantar bidan dengan keterangan G3P2A0 multigravida hamil aterm dalam persalinan kala 2 lama dengan udem labia mayor kanan. Pasien merasa hamil 9 bulan, kenceng-kenceng teratur dirasakan sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, air kawah sudah keluar (ngepyok) sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit, lendir darah sudah keluar sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien sudah merasa lemas tidak ada tenaga, sudah dipimpin mengejan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit oleh bidan.
Riwayat obstetri :
I. Anak ♀, umur 12 tahun, lahir dengan VE di RS, BBL 3100 gram, sehat.
II. Anak ♂, umur 5,5 tahun, lahir spontan di bidan, BBL 3200 gram, sehat.
III. Hamil ini
HPMT : 8 September 2007
HPL : 15 Juni 2008
UK : 39 minggu 5 hari
Mual muntah : tidak ada, hanya saat awal-awal kehamilan
Sesak nafas : tidak ada
Riwayat pernikahan :
Menikah 14 tahun yang lalu
Riwayat menstruasi :
Menarche umur 14 tahun, teratur tiap bulan 1x, durasi 5 hari, tidak ada dismenorrhea
Riwayat leukhorea :
Jarang, warna putih jernih, tidak bau, tidak gatal, sedikit
Riwayat ANC :
Teratur tiap bulan di bidan
Riwayat KB :
KB suntik 3 bulan setelah anak kedua umur 1 tahun, berhenti sejak 3 tahun yang lalu
Riwayat penyakit :
Asma, hipertensi, DM, jantung disangkal pasien.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal pasien
6. Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal : pasien sadar dan berorientasi penuh, tidak demam, tidak pusing
Sistem respiratorius : tidak batuk, tidak sesak nafas
Sistem kardiovaskular : tidak berdebar-debar, tidak nyeri dada, tidak sesak nafas
Sistem gastrointestinal : tidak anoreksia, tidak mual, tidak muntah, bab normal lancar.
Sistem muskuloskeletal : gerakan bebas, ada nyeri otot di punggung, pegal di punggung, tidak ada patah tulang
Sistem obstetri : pasien merasa hamil 9 bulan, kenceng-kenceng teratur dirasakan sejak 8 jam SMRS, air kawah sudah keluar (ngepyok) sejak 2 jam SMRS, lendir darah sudah keluar sejak 5 jam SMRS. Pasien merasa lemas tidak ada tenaga, sudah dipimpin mengejan sejak 2 jam SMRS oleh bidan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Composmentis, lemah
2. Vital sign : T : 100/60 mmHg
R : 20 x/menit, teratur
N : 100 x/menit, teratur
S : 36,8C
3. Kepala :Mesocephal, simetris, tidak ada deformitas, rambut hitam distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak rontok, tidak nyeri tekan, tidak oedem facial
4. Pemeriksaan Mata: Palpebra tidak edema, Conjunctiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, pupil reflek cahaya +, isokor Ø 2 mm
5. Pemeriksaan Telinga: tidak ada otore, tidak ada deformitas
6. Pemeriksaan Hidung: Nafas cuping hidung tidak ada, tidak ada deformitas, tidak ada rinore/ discharge.
7. Pemeriksaan Mulut: Bibir tidak sianosis, Bibir tidak kering, Lidah tidak kotor, gigi ada yang berlubang, tidak karies, tidak ada stomatitis, Faring tidak hiperemis, Tonsil tidak membesar.
8. Pemeriksaan Collum : tidak ada deviasi trakhea, Kelenjar Thyroid tidak membesar, Lnn tidak membesar, JVP tidak ↑
9. Pemeriksaan Thorax :
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba tidak kuat angkat di SIC V linea mid clavicula sin
Perkusi :
Kanan atas : SIC IV linea mid clavicula sinistra
Kiri atas : SIC IV parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I lebih keras daripada II, reguler, tidak ada gallop, tidak ada bising
Pulmo
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi, tidak nampak ada ketinggalan gerak nafas
Palpasi : tidak ada ketinggalan gerak, fremitus suara D = S.
Perkusi : sonor seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : SD vesikuler, tidak ada ST
10. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : cembung (membuncit sesuai umur kehamilan), tidak terlihat darm steifung, tidak terlihat darm contour, tidak ada sikatrik, terlihat striae gravidarum.
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan di seluruh lapang perut, hepar teraba 2 jari bac dextra, tepi tumpul konsistensi lunak, lien tak teraba
Perkusi : tymphani, tidak asites, pemeriksaan shifting dullness (-)
11. Pemeriksaan Costovertebrae
Inspeksi : tidak ada deformitas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tidak ada nyeri ketok
12. Pemeriksaan Extremitas :
Superior : tidak ada deformitas, tidak sianosis, tidak pucat, tidak edema
Inferior : tidak ada deformitas, tidak sianosis, tidak pucat, tidak edema
13. Pemeriksaan Obstetrik :
KU: lemah, composmentis
Inspeksi :
Mata : conjunctiva tidak anemis
Thorax : hiperpigmentasi papillae dan areola mammae, papilla mammae menonjol. Kelenjar mammae membesar
Abdomen : terlihat striae gravidarum
Ekstremitas : tidak ada oedem
Palpasi abdomen:
Leopold I : TFU 32 cm, pada fundus teraba bagian lunak
Leopold II : teraba janin tunggal, letak memanjang, puka (punggung janin di kanan, bagian kecil di sebelah kiri), HIS (+) 2-3x/ 35-40/ kuat
Leopold III : bagian terbawah janin teraba bulat dan keras, kesan masuk panggul
Leopold IV : bagian terbawah janin teraba 1/5 bagian
Kesimpulan: janin tunggal, letak memanjang, puka, preskep, kepala teraba 1/5 bagian, HIS (+) 2-3x/ 35-40/ kuat, DJJ (+) 144x/menit/teratur, TBJ 3255 gram
Pemeriksaan Dalam:
Tampak vulva hematom dan laserasi di labia mayor, dinding vagina licin, serviks tipis, Ф lengkap, selket (-), kepala ↓ H3-4, promontorium tak teraba, STLD (+), AK (+).
Pemeriksaan penunjang laboratorium
WBC : 16,92 + 103/µl ↑
LYM : 0,85 – 103/µl ↓
MID : 0,71 + 103/ µl ↑
GRA : 15,35 + 103/µl ↑
LY% : 5,0 - % ↓
MI% : 4,2 %
GR% : 90,7 + % ↑
RBC : 4,93 106/µl
HGB : 12,1 g/dl
HCT : 39,68 %
MCV : 81 fl
MCH : 24,6 – pg ↓
MCHC : 30,6 g/dl
RDWc : 17,7 %
PLT : 289 103/µl
PCT : 0,26 %
MPV : 9,0 fl
PDWc : 37,2 %
HbsAg : -
HIV : -
Hb ulangan : 11,6
Pukul 11.30
Diagnosa:
Kala II lama dengan oedem vulva
Prognosis
Bagi ibu dengan dilakukan VE baik
Bagi janin dengan dilakukan VE baik
Terapi:
Vacuum extraction
Informed consent keluarga acc
Pukul 11.45
Bayi lahir secara vacuum extraction, sekali pasang, satu kali tarikan sedang, ♀ 3300 gram, 48 cm, AS 6/8
Injeksi Oxytocin 5 IU IM
Pukul 11.50
Plasenta lahir spontan, kesan lengkap. Ukuran 20x20x2 cm3, berat 500 gram, PTP : 50 cm, insersi paracentralis
Injeksi methergin 0,2 mg IM
Diagnosa :
Post partus VE atas indikasi kala II lama oleh karena hejan ibu tidak adequat, dengan oedem vulva P3A0H0
Terapi:
Amoxicillin 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Viliron 1x1 tablet
Pasang DC
Pasang tampon pada laserasi di labia mayora selama 24 jam
Awasi perdarahan dari laserasi
Tanggal 14 Juni 2008, pukul 11.00
Diagnosa : post partus VE atas indikasi kala II lama oleh karena hejan ibu tidak adequat, dengan oedem vulva P3A0H1
Keluhan : tidak ada
KU : baik, sadar, tidak anemis
Vital sign : TD 110/80, N 80x, R 20x, t afebris
Palpasi abd : supel, nyeri tekan (-)
TFU : 2 jari bawah pusat
Lokhea : rubra, perdarahan volume normal
ASI/ laktasi : +/+
BAB/BAK : +/ terpasang catheter
Terapi:
aff tampon
Amoxicillin 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Viliron 1x1 tablet
Aff DC dan Blast training besok
Tanggal 15 Juni 2008, 08.00
Diagnosa : post partusVE atas indikasi hejan ibu tidak adequat, dengan oedem vulva P3A0H2
Keluhan : tidak ada
KU : baik, sadar, tidak anemis
Vital sign : TD 100/80, N 80x, R 20x, t afebris
Palpasi abd : supel, nyeri tekan (-)
TFU : 2 jari bawah pusat
Lokhea : rubra, perdarahan volume normal
ASI/ laktasi : +/+
BAB/BAK : +/ + lancar
Terapi:
Amoxicillin 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Viliron 1x1 tablet
Blast training
Tanggal 16 Juni 2008, 06.00
Diagnosa : post partusVE atas indikasi hejan ibu tidak adequat, dengan oedem vulva P3A0H3
Keluhan : tidak ada
KU : baik, sadar, tidak anemis
Vital sign : TD 100/80, N 80x, R 20x, t afebris
Palpasi abd : supel, nyeri tekan (-)
TFU : 2 jari bawah pusat
Lokhea : rubra, perdarahan volume normal
ASI/ laktasi : +/+
BAB/BAK : +/ + lancar
Terapi:
Amoxicillin 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Viliron 1x1 tablet
BLPL
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Vacuum extraction adalah suatu tindakan persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga (vakum) pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstraktor vakum atau ventous.
Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetric yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengejan ibu dan ekstraksi pada bayi. Oleh karena itu, kerjasama dan kemampuan ibu untuk mengekspresikan bayinya merupakan factor yang sangat penting dalam menghasilkan akumulasi tenaga dorongan dengan tarikan ke arah yang sama.
Tarikan pada kulit kepala bayi dilakukan dengan membuat cengkraman yang dihasilkan dari aplikasi tekanan negative. Mangkuk logam atau silastik akan memegang kulit kepala yang akibat tekanan vakum, menjadi kaput artificial. Mangkuk dihubungkan dengan tuas penarik (yang dipegang oleh penolong persalinan) melalui seutas rantai. Ada 3 gaya yang bekerja pada prosedur ini, yaitu tekanan intrauterin (oleh kontraksi), tekanan ekspresi eksternal (tenaga mengejan) dan gaya tarik (ekstraksi vakum).
B. INDIKASI
Indikasi dilakukannya ekstraksi vakum bisa karena indikasi ibu dan janin.
a. Indikasi janin
Janin yang dicurigai memerlukan persalinan segera misalnya pada fetal distres (masih kontroversi)
b. Indikasi Ibu
Kala II lama/ kala II tak maju
Keadaan ibu dengan kontraindikasi meneran misalnya pada PEB dan eklampsia
Kondisi yang memerlukan kala II diperpendek, misalnya pada penyakit jantung kompensata grade III-IV, penyakit paru fibrotik, TBC, riwayat seksio secarea sebelumnya.
Kelelahan ibu
Pada umumnya kala II lama dengan presentasi belakang kepala merupakan indikasi untuk melakukan vakuum extraction berhubung dengan meningkatnya bahaya bagi ibu dan janin. Dalam hubungan ini, pengawasan khususnya terhadap janin harus dilakukan dengan teliti.
Apabila HIS cukup kuat dan persalinan belum selesai setelah kala II lamanya pada seorang primigravida 1,5-2 jam dan 0,5 jam pada seorang multipara, sebaiknya pada presentasi belakang kepala dengan kepala janin di dasar panggul, persalinan diselesaikan. Pada umumnya dalam hal ini ubun-ubun kecil sudah di depan.
C. KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi dilakukannya vacuum extraction dapat diklasifikasikan menjadi kontraindikasi absolut dan relatif.
a. Kontraindikasi absolut
Bukan presentasi puncak kepala (presentasi muka atau dahi)
Kepala belum masuk PAP
Pembukaan servix belum lengkap
Ada bukti klinis adanya DKP
Ruptur uteri membakat (ruptur uteri imminens)
Fetal distres terus menerus pada auskultasi
b. Kontraindikasi relatif
Janin prematur/ TBJ <2500 gram
Letak di panggul tengah
Sikap bayi yang sulit, misal presbo
D. SYARAT
Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan vacuum extraction antara lain:
Janin hidup
Presentasi vertex/ presbelkep, janin aterm >2500 gram
Kepala sudah masuk PAP (kepala di Hodge 3-4, atau teraba 1/5-2/5)
Kepala janin sudah mengalami engagement
Panggul ibu adekuat secara klinis
Analgesia yang sesuai
Pembukaan lengkap dan ketuban sudah pecah atau sudah dipecah
Kontraksi masih baik
Ibu kooperatif dan mau mengejan
Kandung kencing ibu kosong
Operator berpengalaman-kompeten
Rencana pendukung apabila vakum gagal SC
Untuk menentukan pembukaan lengkap, pemeriksaan harus dilakukan dengan teliti. Vacuum extraction hanya digunakan pada presentasi belakang kepala. Dalam keadaan darurat, ada kelonggaran mengenai syarat pembukaan lengkap. Dalam keadaan terpaksa, ekstraksi dengan vacuum extraction dapat dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap tetapi sedikitnya 7 cm.
Ekstraktor vakum masih boleh digunakan, apabila pada presentasi belakang kepala janin sudah sampai Hodge II tetapi belum sampai Hodge III, asal tidak ada DKP.
Kriteria Vacuum Mnemonic
A ANESTHESIA
ASSISTANCE Pereda nyeri yang adekuat
Neonatal support
B BLADDER Kandung kencing dikosongkan
C CERVIX Dilatasi penuh
Ruptur of membran (ketuban pecah)
D DETERMINE Posisi, station, dan kecukupan ukuran panggul
Pinggirkan kemungkinan distosia bahu
E EQUIPMENT Lihat pada cup vacuum, pompanya, pipanya dan cek tekanannya
F FONTANELLE Posisi cup di atas fontanella posterior
Usapkan jari di sekitar cup untuk membersihkan jaringan maternal
G GENTLE TRACTION Sebagai permulaan tekan hingga 100 mmHg diantara kontraksi
Hanya boleh narik saat ada kontraksi
Saat timbul kontraksi naikkan tekanan hingga 600 mmHg, anjurkan ibu untuk melakukan usaha mengejan dengan bagus, traksi pada axis jalan lahir
H HALT Tidak ada kemajuan dengan 3 traksi
Vacuum lepas 3x
Tidak ada kemajuan yang signifikan setelah 30 menit dilakukan persalinan pervaginam
I INCISSION Episiotomi jika terjadi laserasi yang mengancam
J JAW Lepaskan vacuum ketika jepitan sudah tergapai atau yakin kalau kepala sudah lahir
E. ALAT VACUUM EXTRACTION
a. Sejenis mangkok dari logam yang agak mendatar dalam berbagai ukuran (diameter 30-60 mm) dengan lubang di tengah-tengahnya.
b. Pipa karet yang pada ujung satu dihubungkan dengan mangkok dan pada ujung yang lain dengan suatu alat penarik dari logam.
c. Rantai dari logam yang berhubungan dengan alat bundar dan datar, alat tersebut dimasukkan ke dalam rongga mangkok sehingga dapat menutup lubangnya, selanjutnya rantai dimasukkan ke dalam pipa karet dan setelah ditarik kuat dikaitkan kepada alat penarik.
d. Pipa karet yang pada ujung yang satu dihubungkan dengan alat penarik dan pada ujung yang lain dengan botol penampung cairan yang terisap (lendir, darah, air ketuban dan sebagainya).
e. Manometer dan pompa tangan untuk mengisap udara, yang berhubungan dengan botol penampung dan menyelenggarakan vakum antara mangkok dan kepala janin.
F. PEMASANGAN VACUUM EXTRACTION
Pasien dalam posisi lithotomi. Vulva dan sekitarnya dibersihkan dengan kapas sublimat atau kapas lisol dan kemudian dengan tinctura iodin 2%. Kandung kencing dan rectum harus kosong.
Dilakukan pemeriksaan dalam sekali lagi dengan teliti dengan perhatian khusus pada pembukaan, sifat serviks dan vagina, turunnya kepala janin dan posisinya. Anestesi blok pudendus jika perlu, dilakukan.
Dipilih mangkok yang akan dipakai. Mangkok dicelup dalam air sabun steril atau dibasahi seluruhnya dengan spiritus–sabun ( jangan menggunakan minyak karena licin dan mudah lepas), lalu dimasukkan ke dalam vagina. Mula-mula mangkok dalam posisi agak miring (tidak menghadap vulva) dimasukkan ke dalam introitus vagina sambil menekan komisura posterior ke belakang dan kemudian diselipkan ke dalam vagina. Kemudian mangkok diputar, sehingga menghadap ke kepala janin.
Dalam presentasi belakang kepala mangkok dipasang pada oksiput atau sedekat-dekatnya. Apabila oksiput tidak jelas letaknya atau presentasi lain, maka mangkok dipasang dekat pada sakrum ibu, terlebih bila kepala masih tinggi. Letak mangkok pda kepala harus sedemikian rupa sehingga arah tarikan nantinya tegak lurus dengan mangkok. Kemudian dengan satu atau dua jari diperiksa di sekitar mangkok apakah ada jaringan serviks atau vagina terjepit. Apabila ada jaringan terjepit, maka harus segera dilepaskan dari jepitan.
Oleh asisten, udara dari pompa dikeluarkan sehingga tercapai tekanan negatif dalam botol, pipa-pipa dan mangkok. Kulit kepala janin disedot ke dalam mangkok dan mangkok melekat pada kepala. Supaya mangkok melekat dengan benar, mangkok harus diisi penuh dengan kulit dan jaringan bawah kulit secara perlahan-lahan. Dengan pompa lekatan erat dicapai dengan meningkatkan tekanan negatif dalam 3 tahap. Mula-mula dipompa sampai minus 0,2 kg/ cm2 kemudian ditunggu 2 menit lagi, lalu dipompa sampai minus 0,4 kg/ cm2 kemudian ditunggu 2 menit lagi. Akhirnya dipompa sampai minus 0,6 kg/ cm2. biasanya tekanan ini sudah cukup. Apabila perlu ditambah lagi sampai mu=inus 0,7 kg/ cm2 atau 0,8 kg/ cm2.
Setelah tekanan yang diinginkan tercapai masih ditunggu 2 menit lagi sebelum tarikan definitif dimulai bersama-sama dengan HIS sambil wanita disuruh meneran seperti pada pimpinan partus biasa dengan kedua lengan wanita merangkul dan menarik lipat lutut ke arah kepala ibu.
Adakalanya HIS sudah timbul sebelum tekanan yang dikehendaki tercapai. Dalam hal ini vacuum extraction sudah boleh ditarik secara hati-hati supaya mangkok jangan sampai lepas dan supaya kepala janin lebih turun. Apabila HIS hilang tarikan jangan dilepas sama sekali, akan tetapi tarikan ringan diteruskan secara kontinu supaya kepala tidak terlampau mundur. Dengan demikian pada HIS berikutnya ibu meneran lagi dan kepala sekarang maju dengan titik permulaan yang lebih rendah letaknya. Tarikan definitif dilakukan apabila sudah dicapai tekanan 0,6 atau 0,7 kg/cm2. Selama itu pemeriksaan dalam ulangan harus dilakukan beberapa kali, sedikitnya setiap kali setelah tekanan dinaikkan untuk memeriksa apakah ada jaringan terisap ke dalam mangkok. Lamanya tindakan sebaiknya tidak melebihi 30 menit, maksimum 40 menit. Ekstraksi yang terlampau lama dianggap berbahaya bagi anak.
G. GAYA TARIKAN PADA VACUUM EXTRACTION
Seperti telah dijelaskan di atas tarikan definitif pada vacuum extraction sinkron dengan HIS dan tenaga meneran. Di luar HIS, tarikan definitif tidak boleh dilakukan karena kurang efektif. Jadi tarikan pada vacuum extraction sifatnya berkala (intermiten). Dulu ekstraksi ini dipakai juga dengan tarikan kontinyu pada pembukaan kecil, misalnya 4 cm dengan mangkok nomor 3, untuk mempercepat pembukaan. Akan tetapi sekarang usaha ini tidak dilakukan lagi karena waktu tindakan terlampau lama dan dianggap berbahaya bagi anak. Arah tarikan harus sesuai dengan turunnya kepala (seperti pada cunam) dan tegak lurus dengan mangkok:
Kepala tinggi, arah tarikan ke dorsal
Kepala tengah, arah tarikan datar
Kepala di dasar panggul, arah taruikan ke atas/ ventral
Mula-mula tarikan dilakukan oleh tangan kanan pada pegangan yang berbentuk palang, sambil tangan kiri berusaha menahan mangkok supaya mangkok tidak mudah lepas dari kepala. 3 jari tangan kiri dimasukkan ke dalam vagina, ibu jari ditempatkan di pinggir mangkok bagian depan, jari telunjuk dan jari tengah di kepala anak, ventral dari mangkok. Apabila tangan kanan mengadakan ekstraksi, bersamaan ibu jari menekan mangkok bagian depan pada kepala. Jadi ada kerjasama (sinkronisasi) antara tangan kanan dan tangan kiri. Dalam pegangan 3 jari ini (Drei-fingergriff) mangkok tidak mudah lepas karena menurut pengalaman mangkok biasanya lepas di pinggir depan lebih dulu. Bagi orang yang banyak pengalaman dengan vacuum extraction jarang lepas sama sekali, karena sewaktu mangkok mulai mau lepas terdengar bunyi sedotan seperti bunyi peluit. Secara reflektoris tarikan segera dihentikan sehingga mangkok tidak jadi lepas. Dalam hal demikian jaringan lunak mudah tersedot ke dalam mangkok, sehingga perlu diperiksa dalam lagi.
Apabila kepala sudah hampir lahir, tangan kiri mengambil alih vacuum extraction dengan memegang pipa karetnya (bukan pegangannya) dekat pada vulva sambil pipa dililit-lilitkan pada jari-jari. Tangan kanan yang sekarang bebas menyokong dan melindungi perineum. Arah tarikan dengan tangan kiri itu adalah ke atas (ventral). Setelah seluruh kepala lahir, bahu dan badan anak dilahirkan seperti biasa. Kemudian ventil dilepas (sekrupnya dikendorkan) perlahan-lahan supaya udara masuk ke dalam botol dan tekanan negatifnya hilang. Mangkok dapat dilepaskan dari kepala anak. Apabila mangkok sukar lepas karena sangat erat hubungannya dengan kepala, maka pipa karet yang menghubungkan botol dengan pegangan dilepaskan lebih dahulu. Dengan ekstraktor vakum, lahirnya kepala dapat diusahakan perlahan-lahan seperti pada partus spontan. Karena itu perlukaan jalan lahir ringan. Pertimbangkan episiotomi menurut keadaan.
H. KRITERIA VACUUM EXTRACTION GAGAL
1. Waktu dilakukan traksi, mangkok lepas sebanyak 3 kali. Mangkok lepas pada waktu traksi kemungkinan disebabkan:
a. Tenaga vakum terlalu rendah
b. Tekanan negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksadenum yang sempurna yang mengisi seluruh mangkok
c. Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkok sehingga mangkok tidak dapat mencengkeram dengan baik
d. Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkok
e. Kedua tangan kiri dan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik
f. Traksi terlalu kuat
g. Cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran penghubung
h. Adanya DKP. Setiap mangkok lepas pada waktu traksi, harus selalu diteliti satu-persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan koreksi.
2. Tiga kali tarikan, pada tiga kontraksi, tidak ada kemajuan
3. Dalam waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi vacuum extraction dapat berakibat pada ibu dan janin
1. Komplikasi pada ibu :
Perdarahan
Trauma jalan lahir
Infeksi
2. Komplikasi pada janin
Ekskoriasi kulit kepala
Sefalhematom
Subgaleal hematom. Hematom ini cepat diresorbsi tubuh janin. Bagi janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus neonatorum yang berat.
Nekrosis kulit kepala (scalp necrosis) yang dapat menimbulkan alopesia
J. KEUNGGULAN VACUUM EXTRACTION
Pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)
Tanpa GA (anestesi umum)
Mangkok tidak menambah besar ukuran kepala yang harus melalui jalan lahir
Vacuum extraction dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan serviks belum lengkap
Trauma pada kepala janin lebih ringan
K. KERUGIAN VACUUM EXTRACTION
Persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama
Tenaga traksi tidak sekuat pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap sebagai keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga yang berlebihan
Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari karet dan harus selalu kedap udara
BAB III
PEMBAHASAN
Pada presentasi kasus ini dibahas tentang sebuah kasus mengenai suatu tindakan obstetri yaitu vacuum extraction pada multigravida dengan umur kehamilan aterm (39+5 minggu) atas indikasi kala II lama dengan disertai oedem vulva. Pada pasien ini didiagnosis kala II lama karena sudah dilakukan pimpinan persalinan di bidan selama 2 jam, tetapi belum berhasil, dikarenakan kekuatan hejan ibu tidak adekuat. Oedem vulva dapat terjadi dalam persalinan dengan disproporsi sefalopelvik atau apabila wanita mengejan terlampau lama sedang kepala belum cukup turun. Hal itu mempersulit pemeriksaan dalam dan menghambat kemajuan persalinan yang akhirnya dapat menimbulkan kerusakan luas pada jalan lahir.
Kondisi pasien secara umum baik, pasien tampak lemah karena kelelahan mengejan di bidan. HIS kuat dengan frekuensi 2-3x dengan durasi 30-40 detik. Keadaan janin baik dengan DJJ 144x/ menit/ teratur. Servik pembukaan lengkap 10 cm dan kepala sudah turun di Hodge 3-4.
Pada kasus ini yang menjadi masalah adalah adanya oedem vulva yang diperkirakan menghambat kemajuan persalinan. Untuk memperkecil kerusakan luas pada jalan lahir dan mempercepat persalinan, diputuskan untuk dilakukan vacuum extraction tanpa episiotomi. Keadaan ibu yang lemah, bukan berarti ibu tidak mempunyai tenaga sama sekali, dengan motivasi dari operator diharapkan dapat memperkuat hejan ibu yang sebelumnya tidak adekuat. Bagaimanapun juga kekuatan hejan ibu masih dibutuhkan, sedangkan alat vacuum extarction membantu untuk mempercepat pelahiran, bukan sebagai penarik utama. Untuk dilakukan vacuum extraction tidak ada kontraindikasi, pasien tidak DKP, tidak ada malpresentasi, dan janin aterm.
Syarat-syarat untuk dilakukan vacuum juga terpenuhi, diantaranya janin hidup, presentasi vertex/ taksiran berat janin 3255 gram, kepala sudah masuk panggu (di hodge 3-4), panggul ibu adekuat, pembukaan lengkap, ketuban sudah pecah, kontraksi baik dan ibu masih mampu mengejan.
Setelah dilakukan ekstraksi vakum 1 kali pasang 1 tarikan sedang, ♀ 3300 gram, 48 cm, AS 6/8. Plasenta lahir spontan, kesan lengkap. Ukuran 20x20x2 cm3, berat 500 gram, PTP : 50 cm, insersi paracentralis. Setelah plasenta lahir, masih terlihat adanya perdarahan, perdarahan ditemukan berasal dari robekan di vulva karena pecahnya oedem saat persalinan. Bekuan-bekuan darah dibersihkan kemudian diputuskan tidak dilakukan hecting untuk meminimalisasi manipulasi, dan diberikan tampon dari tempat robekan dan ditutup perban.
Umumnya partus lama, yang kemudian diakhiri dengan VE dapat mengakibatkan hal-hal yang demikian sampai terjadi retensio urine. Sehingga dilakukan pemasangan dauer catheter untuk memberi istirahat pada otot-otot kandung kencing. Dengan demikian, jika ada kerusakan-kerusakan pada otot-otot kandung, otot-otot cepat pulih kembali sehingga fungsinya cepat kembali. Pasien tetap dilakukan pengawasan dalam 24 jam, apakah terus terjadi perdarahan dan dengan tampon, perdarahan tidak masive. Setelah 24 jam kemudian tampon dilepas dan aff catheter keesokan harinya untuk dilakukan blast training. Fungsi miksi baik dan keesokan harinya pasien diijinkan pulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F. G., Gant N.F., Leveno K. J., Gilstrap L. C., Hauth J. C., Wenstrom K. D., 2006. Obstetri William Edisi 21. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2. Wiknjosastro, H, Saifuddin A. B., Rachimhadhi, T. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Bagian Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
3. Pope, C. S. 2006. Vacuum Extraction. E Medicine.
4. Norwitz, E. R. 2001. Obstetric and Gynecologic at a Glance. Osney Mead, Oxford. USA.
5. Evans, A. T. Messer, R. H. 2007. Manual of Obstetrics, 7th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Texas.
KASUS CA MAMMAE
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Tani
Agama : Islam
Alamat : Kalikajar, Wonosobo
Masuk Poliklinik : 3 April 2008
II. ANAMNESA
1. Keluhan utama : Benjolan pada payudara kanan
2. Keluhan tambahan : Luka yang tidak sembuh-sembuh di payudara kanan
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
± 1 tahun yang lalu, pasien menyadari benjolan di payudara kanan, awalnya sebesar kelereng, dan muncul gatal-gatal tidak lama kemudian. Awalnya gatal-gatal diabaikan, lama-lama gatal menjadi perlukaan yang terus meluas, dan mulai berdarah. Payudara tidak nyeri, tidak perih, tidak keluar nanah. Benjolan membesar 1 tahun ini, hingga kira-kira sebesar bola ping pong. Puting tidak pernah keluar cairan, maupun darah. Pasien ke dokter, 10 hari yll, diberikan Amoxycillin. Karena tidak ada perubahan, pasien ke poliklinik bedah RSUD Wonosobo, pasien juga mengeluh nyeri tulang dan punggung kiri linu dan panas, tidak nyeri di ketiak. Nafsu makan dan berat badan menurun. Tidak ada keluhan pada payudara kiri. Tidak ada riwayat trauma.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat sakit hipertensi ada
- Riwayat pembedahan disangkal
- Tidak pernah menderita penyakit tumor atau kanker
- Tidak ada riwayat alergi
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit kanker atau tumor.
6. Riwayat Reproduksi
- Pasien menarche pertama usia 17 tahun, durasi 7 hari dan tiap bulan 2x.
- Pasien mempunyai anak 1 orang, tidak pernah keguguran.
- Anak pertama lahir saat pasien berumur 25 tahun
- Pasien tidak haid lagi sejak 1 tahun yang lalu
- Pasien tidak menyusukan anaknya setelah melahirkan.
- Riwayat pemakai KB : tidak ada.
7. Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal : pasien sadar dan berorientasi penuh, tidak demam, tidak pusing
Sistem respiratorius : tidak batuk, tidak sesak nafas
Sistem kardiovaskular : tidak berdebar-debar, tidak nyeri dada, tidak sesak nafas
Sistem gastrointestinal : tidak anoreksia, tidak mual, tidak muntah, bab normal lancar.
Sistem muskuloskeletal : gerakan bebas, ada nyeri otot di punggung, pegal di punggung, tidak ada patah tulang
Sistem integumentum : gatal-gatal pada payudara kanan, juga ada benjolan yang tidak sakit, dirasakan mengganggu
RESUME ANAMNESIS
Pasien ♀ umur 45 tahun mengeluhkan benjolan pada payudara kanan tidak cepat membesar sejak 1 tahun yll disertai gatal-gatal di daerah benjolan, meluas menjadi luka, berdarah,dari puting tidak keluar cairan, nyeri tulang dan punggung. Nafsu makan dan berat badan menurun. 10 hari yll pasien ke dokter diterapi amoxicillin.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Composmentis, GCS : 15
2. Vital sign : T : 180/100 mmHg
R : 20 x/menit, teratur
N : 84 x/menit, teratur
S : 36,8C
3. Kepala :Mesocephal, simetris, tidak ada deformitas, rambut hitam distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak rontok, tidak nyeri tekan, tidak oedem facial
4. Pemeriksaan Mata: Palpebra tidak edema, Conjunctiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, pupil reflek cahaya +, isokor Ø 2 mm
5. Pemeriksaan Telinga: tidak ada otore, tidak ada deformitas
6. Pemeriksaan Hidung: Nafas cuping hidung tidak ada, tidak ada deformitas, tidak ada rinore/ discharge.
7. Pemeriksaan Mulut: Bibir tidak sianosis, Bibir tidak kering, Lidah tidak kotor, gigi ada yang berlubang, tidak karies, tidak ada stomatitis, Faring tidak hiperemis, Tonsil tidak membesar.
8. Pemeriksaan Collum : tidak ada deviasi trakhea, Kelenjar Thyroid tidak membesar, Lnn tidak membesar, JVP tidak ↑
9. Pemeriksaan Thorax :
Cor
Inspeksi : IC tidak terlihat
Palpasi : IC teraba tidak kuat angkat di SIC V linea mid clavicula sin
Perkusi :
Kanan atas : SIC IV linea mid clavicula sinistra
Kiri atas : SIC IV parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I lebih keras daripada II, reguler, tidak ada gallop, tidak ada bising
Pulmo
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi, tidak nampak ada ketinggalan gerak nafas
Palpasi : tidak ada ketinggalan gerak, fremitus suara D = S.
Perkusi : sonor seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, tidak ada Suara tambahan
10. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : cembung (gemuk), tidak terlihat darm steifung, tidak terlihat darm contour, tidak ada sikatrik
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan di seluruh lapang perut, hepar teraba 2 jari bac dextra, tepi tumpul konsistensi lunak, lien tak teraba
Perkusi : tymphani, tidak asites, pemeriksaan shifting dullness (-)
11. Pemeriksaan Costovertebrae
Inspeksi : tidak ada deformitas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tidak ada nyeri ketok
12. Pemeriksaan extremitas :
Superior : tidak ada deformitas, tidak sianosis, tidak pucat, tidak edema
Inferior : tidak ada deformitas, tidak sianosis, tidak pucat, tidak edema
B. Status Lokalis
- Regio Mammae Dextra
Inspeksi : Payudara kiri dan kanan asimetris. Tampak benjolan di payudara kanan pada kuadran caudo lateral, kulit payudara pada benjolan kemerahan, tampak mengkilat dan tegang, retraksi papilla mammae ke arah benjolan, tampak ulserasi, tampak tanda radang. Tampak perdarahan pada ulserasi, tidak ada pus, kulit di sekitar ulserasi berlekuk, tampak oedem, tidak ada gambaran Peau d’ Orange
Palpasi : Benjolan dengan diameter 5 cm pada kuadran caudo lateral. Berbentuk bulat, konsistensi keras, batas tidak jelas, mobile, melekat terfiksir pada kulit lepas dari dasar dinding dada, tidak ada nyeri tekan. Dengan pemijitan pada papilla mamae tidak ada keluar cairan.
- Regio Mammae Sinistra
Inspeksi : tidak tampak benjolan, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada retraksi papilla mammae, tidak ada ulserasi
Palpasi : Tidak teraba massa/benjolan.
- Regio Aksila Dextra :
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
- Regio Aksila Sinistra :
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
- Regio supraklavikuler dextra dan sinistra
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
IV. PEMBAHASAN
1. Anamnesis
Pasien ♀ umur 45 tahun mengeluhkan benjolan pada payudara kanan tidak cepat membesar sejak 1 tahun yll disertai gatal-gatal di daerah benjolan, meluas menjadi luka, berdarah,dari puting tidak keluar cairan, nyeri tulang dan punggung. Nafsu makan dan berat badan menurun. 10 hari yll pasien ke dokter diterapi amoxicillin.
2. Keadaan Umum : Composmentis, GCS : 15
Vital sign : T : 180/100 mmHg
R : 20 x/menit, teratur
N : 84 x/menit, teratur
S : 36,8C
Status generalis : dbn
Status Lokalis :
- Regio Mammae Dextra
Inspeksi : Payudara kiri dan kanan asimetris. Tampak benjolan di payudara kanan pada kuadran caudo lateral, kulit payudara pada benjolan kemerahan, tampak mengkilat dan tegang, retraksi papilla mammae ke arah benjolan, tampak ulserasi, tampak tanda radang. Tampak perdarahan pada ulserasi, tidak ada pus, kulit di sekitar ulserasi berlekuk, tampak oedem, tidak ada gambaran Peau d’ Orange
Palpasi : Benjolan dengan diameter 5 cm pada kuadran caudo lateral. Berbentuk bulat, konsistensi keras, batas tidak jelas, mobile, melekat terfiksir pada kulit lepas dari dasar dinding dada, tidak ada nyeri tekan. Dengan pemijitan pada papilla mamae tidak ada keluar cairan.
- Regio Mammae Sinistra
Inspeksi : tidak tampak benjolan, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada retraksi papilla mammae, tidak ada ulserasi
Palpasi : Tidak teraba massa/benjolan.
- Regio Aksila Dextra :
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
- Regio Aksila Sinistra :
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
- Regio supraklavikuler dextra dan sinistra
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
V. DIAGNOSIS KERJA
Tumor Mammae Dextra suspect Ca Mammae (T3N0M0)
VI. DIAGNOSIS BANDING
Paget’s disease
Mastitis TB
Abses Mammae
Dermatitis eksematosa
VII. USULAN PEMERIKSAAN
1. Biopsy (untuk menetukan rencana tx lanjut)
VIII. TERAPI
1. Operatif: Mastectomy (melihat hasil PA dari biopsy, curiga malignansi mastectomy radikal)
2. Radioterapi setelah dilakukan mastectomy radikal
3. Khemoterapi lanjutan setelah mastectomy radikal
4. Terapi hormonal uji reseptor estrogen untuk melihat keefektifan terapi ini.
IX. PROGNOSA :
Dubia tergantung hasil pemeriksaan PA.
Insidensi dan Epidemiologi
Karsinoma payudara pada wanita menduduki menduduki tempat nomor dua setelah karsinoma serviks uterus. Di Amerika Serikat, karsinoma payudara merupakan 28 % kanker pada wanita kulit putih, dan 25 % pada wanita kulit hitam.
Kurva insidensi-usia bergerak naik terus sejak usia 30 tahun. Kanker ini jarang sekali ditemukan pada wanita usia di bawah 20 tahun. Angka tertinggi terdapat pada usia 45-66 tahun. Insidensi karsinoma mamma pada lelaki hanya 1 % dari kejadian pada perempuan.
Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi:
Penyebab tumor payudara tampaknya multifaktorial, tetapi faktor penting yang memulai hiperplasia adalah hiperestrinisme. Juga faktor genetika dan hormonal.
Faktor risiko kejadian kanker payudara menurut Zwaveling (1985), Parakrama Chandrasoma (1997) Rossa dan Harvey (1994) dibagi menjadi :
a. Umur wanita lebih dari 40 tahun.
b. Riwayat keluarga.
c. Riwayat kanker payudara sebelumnya.
d. Penyakit payudara jinak.
e. Diit tinggi lemak.
f. Primigravida atau multipara lebih dari 30 tahun.
g. Menopause lebih dari 55 tahun.
Klasifikasi
Penyakit-penyakit payudara pada dasarnya dapat disimpulkan menjadi :
1. Penyakit Bawaan
2. Penyakit Peradangan (Mastitis)
3. Penumbuhan jinak : Fibroadenoma
Kelainan fibrokistik
Kistosarkoma filloides
Nekrosis lemak
Papiloma intraductus, terdiri dari :
Ekstasia ductus mamma/mastitis sel plasma
Mioblastoma sel granuler
4. Penumbuhan ganas : Adenocarsinoma
Sarcoma
Tingkat Penyebaran
Kanker payudara sebagian besar mulai berkembang di duktus, setelah itu baru menembus ke parenkim. Lima belas sampai empat puluh persen karsinoma payudara bersifat multisentris.
Prognosis pasien ditentukan oleh tingkat penyebaran dan potensi metastasis. Bila tidak diobati, ketahanan hidup lima tahun adalah 16 – 22 %, sedangkan ketahanan hidup sepuluh tahun adalah 1 – 5 %. Ketahanan hidup tergantung pada tingkat penyakit, saat mulai pengobatan, gambaran histopatologik, dan uji reseptor estrogen yang bila positif lebih baik.
Prosentase ketahanan hidup lima tahun ditentukan pada penderita yang diobati lengkap. Pada tingkat I ternyata 15 % meninggal dunia karena penentuan TNM dilakukan secara klinik, yang berarti metastasis kecil dan metastasis mikro tidak dapat ditemukan. Pada 85 % orang yang hidup setelah lima tahun, tentu termasuk penderita yang tidak sembuh dan menerima penanganan karena kambuhnya penyakit atau karena metastasis. Demikian juga pada mereka dengan tingkat penyebaran II-III.
Klasifikasi penyebaran TNM :
T
Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan
Tis Karsinoma in situ dan penyakit paget pada papila tanpa teraba tumor
To Tidak ada bukti adanya tumor primer
T1 Tumor < 2 cm
T2 Tumor 2 – 5 cm
T3 Tumor > 5 cm
T4 Tumor dengan penyebaran langsung ke dinding thoraks atau ke kulit dengan tanda udem, tukak, atau peau d’orange
N
Nx Kelenjar regional tidak dapat ditentukan
No Tidak teraba kelenjar aksila
N1 Teraba kelenjar aksila homolateral yang tidak melekat
N2 Teraba kelenjar aksila homolateral yang melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan sekitarnya
N3 Terdapat kelenjar mamaria interna homolateral
M
Mx Tidak dapat ditentukan metastasis jauh
Mo Tidak ada metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh termasuk ke kelenjar supraklavikuler
Keterangan :
Lekukan pada kulit, retraksi papila, atau perubahan lain pada kulit, kecuali yang terdapat pada T4, bisa terdapat pada T1, T2, atau T3 tanpa mengubah klasifikasi.
Dinding thoraks adalah iga, otot interkostal dan m. serratus anterior, tanpa otot pektoralis.
Prognosis dan tingkat penyebaran tumor :
Tingkat penyebaran secara klinik Ketahanan hidup lima tahun (%)
I. T1 N0 M0
(kecil, terbatas pada mammae)
85
II. T2 N1 M0
(tumor lebih besar; kelenjar terhinggapi tetapi terbebas dari sekitarnya) 65
III. T0-2 N2 M0
T3 N1-2 M0
(kanker lanjut dan penyebaran ke kelenjar lanjut, tetapi semuanya terbatas di lokoregional) 40
IV. T (semua) N (semua) M1 (tersebar di luar lokoregional) 10
Lokoregional dimaksudkan untuk daerah yang meliputi struktur dan organ tumor primer, serta pembuluh limfe, daerah saluran limfe dan kelenjar limfe dari struktur atau organ yang bersangkutan.
Metastasis hematogen kanker payudara :
Letak Gejala dan tanda utama
Otak Nyeri kepala, mual-muntah, epilepsi, ataksia, paresis, parestesia
Pleura Efusi, sesak nafas
Paru Biasanya tanpa gejala
Hati Kadang tanpa gejala
Massa, ikterus obstruksi
Tulang
- tengkorak
- vertebra
- iga
- tulang panjang
Nyeri, kadang tanpa keluhan
Kempaan sumsum tulang
Nyeri, patah tulang
Nyeri, patah tulang
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Benjolan di payudara biasanya mendorong penderita untuk ke dokter. Benjolan ganas yang kecil sukar dibedakan dengan benjolan tumor jinak, tetapi kadang dapat diraba benjolan yang melekat pada jaringan sekitarnya. Bila tumor telah besar, paerlekatan lebih jelas. Konsistensi kelainan ganas biasanya keras. Pengeluaran cairan dari puting biasanya mengarah ke papiloma atau karsinoma intraduktal, sedangkan nyeri lebih mengarah ke kelainan fibrokistik.
Tabel 1. Gejala dan tanda penyakit payudara
Tanda atau Gejala Interpretasi
a. Nyeri
- Berubah dengan daur menstruasi Penyebab fisiologi seperti pada tegangan pramenstruasi atau penyakit fibrokistik
- Tidak tergantung daur menstruasi Tumor jinak, tumor ganas atau infeksi.
b. Benjolan di payudara
- Keras Permukaan licin dan fibroudenoma atau kista
Permukaan keras, berbenjol atau melekat pada kanker atau inflamasi non-infektif
- Kenyal Kelainan fibrokistik
- Lunak Lipoma
c. Perubahan kulit
- Bercawak Sangat mencurigakan karsinoma
- Benjolan kelihatan Kista, karsinoma, fibroadenoma besar
- Kulit jeruk Di atas benjolan : kanker (tanda khas)
- Kemerahan Infeksi jika panas
- Tukak Kanker lama (terutama pada orang tua)
d. Kelainan puting atau aerola
- Retraksi Fibrosis karena kanker
- Infeksi baru Retraksi baru karena kanker (bidang fibrosis karena pelebaran duktus)
- Eksema Unilateral : penyakit paget (tanda khas kanker)
e. Keadaan cairan
- Seperti susu Kehamilan atau laktasi
- Jernih Normal
- Hijau Perimenopause
Pelebaran duktus
Kelainan fibrolitik
f. Hemoragik Karsinoma
Papiloma Intraduktus
Dengan mengamati sifat dan perilaku suatu penyakit yang berhubungan antara pengaruh jejas dan reaksi tubuh melalui pengamatan penyakit dari segala seginya, maka diagnosa dapat ditegakkan, dengan tetap mengingat definisi penyakit yang merupakan proses dinamik, sehingga pemeriksaan sesaat hanyalah merupakan suatu fragmen monomental dari proses yang berlaku, yang pada saat berikutnya dapat mengalami perubahan-perubahan lagi
Kanker payudara biasanya mempunyai gambaran klinik sebagai berikut :
a. Terdapat benjolan keras yang lebih melekat atau terfiksir.
b. Tarikan pada kulit di atas tumor.
c. Ulserasi atau koreng.
d. Peau de’orange.
e. Discharge dari puting susu
f. Asimetris payudara.
g. Retraksi puting susu.
h. Elevasi dari puting susu.
i. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak.
j. Satelit tumor di kulit.
k. Eksim puting susu dan edema.
Pemeriksaan Klinik
Pada pemeriksaan klinik dilakukan langsung pada penderita dengan pertumbuhan neoplasmanya, menurut cara-cara yang lazim dilakukan juga terhadap penyakit lain pada umumnya :
a. Anamnesis
Adanya benjolan pada payudara merupakan keluhan utama dari penderita. Pada mulanya tidak merasa sakit, akan tetapi pada pertumbuhan selanjutnya akan timbul keluhan sakit. Pertumbuhan cepat tumor merupakan kemungkinan tumor ganas. Batuk atau sesak nafas dapat terjadi pada keadaan dimana tumor metastasis pada paru. Tumor ganas pada payudara disertai dengan rasa sakit di pinggang perlu dipikirkan kemungkinan metastasis pada tulang vertebra. Pada kasus yang meragukan anamnesis lebih banyak diarahkan pada indikasi golongan resiko
Nyeri adalah fisiologis kalau timbul sebelum atau sesudah haid dan dirasakan pada kedua payudara. Tumor-tumor jinak seperti kista retensi atau tumor jinak lain, hampir tidak menimbulkan nyeri. Bahkan kanker payudara dalam tahap permulaanpun tidak menimbulkan rasa nyeri. Nyeri baru terasa kalau infiltrasi ke sekitar sudah mulai
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik payudara harus dikerjakan dengan cara gentle dan tidak boleh kasar dan keras. Tidak jarang yang keras menimbulkan petechlenecehymoses dibawah kulit.orang sakit dengan lesi ganas tidak boleh berulang-ulang diperiksa oleh dokter atau mahasiswa karena kemungkinan penyebaran
Harus dilakukan pertama dengan tangan di samping dan sesudah itu dengan tangan ke atas, dengan posisi pasien duduk. Pada inspeksi dapat dilihat dilatasi pembuluh-pembuluh balik di bawah kulit akibat pembesaran tumor jinak atau ganas dibawah kulit
Dapat dilihat :
- Puting susu tertarik ke dalam.
- Eksem pada puting susu.
- Edema.
- Peau d’orange.
- Ulserasi, satelit tumor di kulit.
- Nodul pada axilla (Zwaveling, 1985).
Palpasi
Palpasi harus meliputi seluruh payudara, dari parasternal kearah garis aksila ke belakang, dari subklavikular ke arah paling distal (Hanifa Wiknjosastro, 1994).
Palpasi dilakukan dengan memakai 3-4 telapak jari. Palpasi lembut dimulai dari bagian perifer sampai daerah areola dan puting susu.
I. Pemeriksaan Sitologi Kanker Payudara
Dapat dipakai untuk menegakkan diagnosa kanker payudara melalui tiga cara :
- Pemeriksan sekret dari puting susu.
- Pemeriksaan sedian tekan (Sitologi Imprint).
- Aspirasi jarum halus (Fine needle aspiration).
II. Biopsi
Biopsi insisi ataupun eksisi merupakan metoda klasik yang sering dipergunakan untuk diagnosis berbagai tumor payudara. Biopsi dilakukan dengan anestesi lokal ataupun umum tergantung pada kondisi pasien. apabila pemeriksaan histopatologi positif karsinoma, maka pada pasien kembali ke kamar bedah untuk tindakan bedah terapetik.
Pemeriksaan Penunjang
Dengan mammografi dapat ditemukan benjolan yang kecil sekalipun. Tanda berupa mikrokalsifikasi tidak khas untuk kanker. Bila secara klinis dicurigai ada tumor dan pada mamografi tidak ditemukan apa-apa, pemerikasaan harus dilanjutkan dengan biopsi sebab sering karsinoma tidak tampak pada mammogram. Sebaliknya, bila mamografi positif dan secara klinis tidak teraba tumor, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pungsi atau biopsi di tempat yang ditunjukkan oleh foto tersebut.
Mammografi pada masa pramenopause umumnya tidak bermanfaat karena gambaran kanker di antara jaringan kelenjar kurang tampak.
Ultrasonografi berguna terutama untuk menentukan adanya kista; kadang tampak kista sebesar 1-2 cm.
Pemeriksaan sitologi pada sediaan yang diperoleh dari pungsi dengan jarum halus (FNA=fine needle aspiration biopsy) dapat dipakai untuk menentukan apakah akan segera disiapkan pembedahan dengan sediaan beku atau akan dilanjutkan dengan pemeriksaan lain atau langsung akan dilakukan ekstirpasi. Hasil positif pada pemeriksaan sitologi bukan indikasi untuk bedah radikal karena hasil positif palsu selalu dapat terjadi, sementara hasil negatif palsu sering terjadi.
Sediaan jaringan untuk pemeriksaan histologik dapat diperoleh secara pungsi jarum besar yang menghasilkan suatu silinder jaringan yang cukup untuk pemeriksaan termasuk teknik biokimia. Biopsi secara ini, yang biasa disebut core biopsi, dapat digunakan untuk biopsi kelainan yang tidak dapat diraba seperti temuan pada foto mamma. Digunakan pendekatan secara stereofaksi USG atau pencitraan lain yang juga digunakan pada FNA.
Terapi
Sebelum merencanakan terapi karsinoma mamma, diagnosis klinis dan histopatologik serta tingkat penyebarannya harus dipastikan dahulu. Diagnosis klinis harus sama dengan diagnosis histopatologik. Bila keduanya berbeda, harus ditentukan yang mana yang keliru. Atas dasar diagnosis tersebut, termasuk tingkat penyebaran penyakit, disusunlah rencana terapi dengan mempertimbangkan manfaat dan mudarat setiap tindakan yang akan diambil. Bila bertujuan kuratif, tindakan radikal yang berkonsekuensi mutilasi harus dikerjakan demi kesembuhan. Akan terapi, bila tindakannya paliatif, alasan nonkuratif menentukan terapi yang akan dipilih.
Pembedahan:
Untuk mendapat diagnosis histology, biasanya dilakukan biopsy sehingga tindakan ini dapat dianggap sebagai tindakan pertama pada pembedahan mamma. Dengan sediaan beku, hasil pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh dalam waktu 15 menit. Bila pemeriksaan menunjukkan tanda tumor jinak, operasi diselesaikan. Akan terapi, pada hasil yang menunjukkan tumor ganas, operasi dapat dilanjutkan dengan bedah kuratif.
Bedah kuratif yang mungkin dilakukan ialah mastektomi radikal, dan bedah konservatif merupakan eksisi tumor luas.
Terapi kuratif dilakukan jika tumor terbatas pada payudara dan tidak ada infiltrasi ke dinding dada dan kulit mamma, atau infiltrasi dari kelenjar limfe ke struktur sekitarnya. Tumor disebut mampu angkat (operable) jika dengan tindak bedah radikal seluruh tumor dan penyebarannya di kelenjar limfe dapat dikeluarkan.
Bedah radikal menurut Halsted meliputi pengangkatan payudara dengan sebagian besar kulitnya, m. pektoralis mayor, m. pektoralis minor, dan semua kelenjar ketiak sekaligus. Pembedahan ini merupakan pembedahan baku sejak permulaan abad ke-20 hingga tahun lima puluhan.
Setelah tahun enam puluhan biasanya dilakukan operasi radikal yang dimodifikasi oleh Patey. Pada operasi ini, m. pektoralis mayor dan m. pektoralis minor dipertahankan jika tumor mamma jelas bebas dari otot tersebut.
Sekarang, biasanya dilakukan pembedahan kuratif dengan mempertahankan payudara. Bedah konservatif ini selalu ditambah diseksi kelejar aksila dan radioterapi pada (sisa) payudara tersebut. Tiga tindakan tersebut merupakan satu paket terapi yang harus dilaksanakan serentak. Secara singkat paket tindakan tersebut disebut “terapi dengan mempertahankan payudara”. Syarat mutlak untuk operasi ini adalah tumor merupakan tumor kecil dan tersedia sarana radioterapi yang khusus (megavolt) untuk penyinaran. Penyinaran dilakukan untuk mencegah kambuhnya tumor di payudara dari jaringan tumor yang tertinggal atau dari sarang tumor lain (karsinoma multisentrik).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada saat terakhir biasanya dilakukan bedah radikal yang dimodifikasi (Patey). Bila ada kemungkinan dan tersedia sarana penyinaran pascabedah, dianjurkan terapi yang mempertahankan payudara, yaitu berupa lumpektomi luas, segmentektomi, atau kuadrantektomi dengan diseksi kelenjar aksila, yaitu terapi kuratif dengan mempertahankan payudara.
Bila dilakukan pengagkatan mamma, pertimbangkan kemungkinan rekonstruksi mamma dengan implantasi protesis atau cangkok flap muskulokutan. Implantasi protesis atau rekontruksi mamma secara cangkok dapat dilakukan sekaligus dengan bedah kuratif atau beberapa waktu setelah penyinaran, kemoterapi ajuvan, atau rehabilitasi penderita selesai. Jika hal ini tidak mungkin atau tidak dipilih, usahakan protesis eksterna, yaitu protesis buatan yang disangga oleh kutang. Bentuk dan beratnya disesuaikan dengan bentuk dan berat payudara di sisi lain.
Bedah paliatif:
Bedah paliatif pada kanker payudara hampir tidak pernah dilakukan. Kadang residif lokoregional yang soliter dieksisi, tetapi biasanya pada awalnya saja tampak soliter, padahal sebenarnya sudah menyebar sehingga pengangkatan tumor residif tersebut sering tidak berguna. Kadang dilakukan amputasi kelenjar mamma pada tumor yang tadinya tidak mampu angkat karena ukurannya kemudian diperkecil oleh radioterapi. Walaupun tujuan terapi tersebut paliatif, kadang ada yang berhasil untuk waktu yang sangat berarti.
Radioterapi:
Radioterapi untuk kanker payudara biasanya digunakan sebagai terapi kuratif dengan mempertahankan mamma, dan sebagai terapi tambahan atau terapi paliatif.
Radioterapi kuratif sebagai terapi tunggal lokoregional tidak begitu efektif, tetapi sebagai terapi tambahan untuk tujuan kuratif pada tumor yang relatif besar berguna.
Radioterapi paliatif dapat dilakukan dengan hasil baik untuk waktu terbatas bila tumor sudah tak mampu-angkat bila mencapai tingkat T4, misalnya ada perlekatan pada dinding thoraks atau kulit. Pada penyebaran di luar daerah lokoregional, yaitu di luar kawasan payudara dan ketiak, bedah payudara tidak berguna karena penderita tidak dapat sembuh.
Biasanya seluruh payudara dan kelenjar aksila dan supraklavikula diradiasi. Akan tetapi, penyulitnya adalah pembengkakan lengan karena limfudem akibat rusaknya kelenjar ketiak supraklavikula. Jadi, radiasi harus dipertimbangkan pada karsinoma mamma yang tidak mampu angkat jika ada metastasis. Kadang masih dapat dipikirkan amputasi mamma setelah tumor mengecil oleh radiasi.
Kemoterapi:
Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang digunakan bila ada penyebaran sistemik, dan sebagai terapi ajuvan.
Kemoterapi ajuvan diberikan kepada pasien yang pada pemeriksaan histopatologik pascabedah mastektomi ditemukan metastasis di sebuah atau beberapa kelenjar. Tujuannya adalah menghancurkan mikrometastasis yang biasanya terdapat pada pasien yang kelenjar aksilanya sudah mengandung metastasis. Obat yang diberikan adalah kombinasi siklofodfamid, metotreksat, dan 5-fluorourasil (CMF) selama enam bulan pada perempuan usia pramenopause, sedangkan kepada yang pasca menopause diberikan terapi ajuvan hormonal berupa pil antiestrogen.
Kemoterapi paliatif dapat diberikan kepada pasien yang telah menderita metastasis sistemik. Obat yang dipakai secara kombinasi, antara lain CMF atau vinkristin dan adriamisin (VA), atau 5 fluorourasil, adriamisin (adriablastin), dan siklofosfamid (FAC).
Terapi hormonal:
Indikasi pemberian terapi hormonal adalah bila penyakit menjadi sistemik akibat metastasis jauh. Terapi hormonal biasanya diberikan secara paliatif sebelum kemoterapi karena efek terapinya lebih lama dan efek sampingnya kurang, tetapi tidak semua karsinoma mamma peka terhadap terapi hormonal. Hanya kurang lebih 60 % yang bereaksi baik dan penderita mana yang ada harapan memberi respons dapat diketahui dari “uji reseptor estrogen” pada jaringan tumor.
Terapi hormonal paliatif dapat dilakukan pada penderita yang pramenopause dengan cara ovarektomi bilateral atau dengan pemberian antiestrogen, seperti tamoksifen atau aminoglutetimid.
Terapi hormon diberikan sebagai ajuvan kepada pasien pascamenopause yang uji reseptor estrogennya positif dan pada pemeriksaan histopatologik ditemukan kelenjar aksila yang berisi metastasis. Obat yang dipakai adalah sediaan anti estrogen tamoksifen; kadang menghasilkan remisi selama beberapa tahun. Estrogen tidak dapat diberikan kerena efek samping terlalu berat.
Prognosis
Prognosis tumor payudara tergantung dari :
a. Besarnya tumor primer.
b. Banyaknya/besarnya kelenjar axilla yang positf.
c. Fiksasi ke dasar dari tumor primer.
d. Tipe histologis tumor/invasi ke pembuluh darah.
e. Tingkatan tumor anaplastik.
f. Umur/keadaan menstruasi.
g. Kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Marina, L. Sartono, Mungkinkah Kanker Menjadi Penyakit Turunan, dalam Medika Maret (3) 16; FK-UI, Jakarta, 1990; 245.
2. Ramli, M., Kanker Payudara dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah Staf Pengajar FK-UI, Jakarta, 1995.
3. Copelnd, E.M dan Bland, F.I., Payudara dalam Buku Ajar Bedah, Sobiston Bagian 1, EGC, Jakarta, 1995.
4. Gani, W.T., Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia, EGC, Jakarta, 1995; 25-50.
5. Aryandono, T., Prinsip Oncologi dan Kanker Payudara dalam Hand Out Bedah Tumor, FK-UGM, Yogyakarta, 1997.
6. Moersadik, S., Seratus Pertanyaan Mengenai Kanker, Wanita Sejahtera, Jakarta, 1981, 51-60.
7. Djamaloeddin, Kelainan pada Mammae dalam Ilmu Kandungan, ed. 2, Wiknjosastro H, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1997.
8. Sjamsuhidayat R dan Jong W, Dinding Toraks, Pleura dan Payudara dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 2005.
Nama : Ny. H
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Tani
Agama : Islam
Alamat : Kalikajar, Wonosobo
Masuk Poliklinik : 3 April 2008
II. ANAMNESA
1. Keluhan utama : Benjolan pada payudara kanan
2. Keluhan tambahan : Luka yang tidak sembuh-sembuh di payudara kanan
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
± 1 tahun yang lalu, pasien menyadari benjolan di payudara kanan, awalnya sebesar kelereng, dan muncul gatal-gatal tidak lama kemudian. Awalnya gatal-gatal diabaikan, lama-lama gatal menjadi perlukaan yang terus meluas, dan mulai berdarah. Payudara tidak nyeri, tidak perih, tidak keluar nanah. Benjolan membesar 1 tahun ini, hingga kira-kira sebesar bola ping pong. Puting tidak pernah keluar cairan, maupun darah. Pasien ke dokter, 10 hari yll, diberikan Amoxycillin. Karena tidak ada perubahan, pasien ke poliklinik bedah RSUD Wonosobo, pasien juga mengeluh nyeri tulang dan punggung kiri linu dan panas, tidak nyeri di ketiak. Nafsu makan dan berat badan menurun. Tidak ada keluhan pada payudara kiri. Tidak ada riwayat trauma.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat sakit hipertensi ada
- Riwayat pembedahan disangkal
- Tidak pernah menderita penyakit tumor atau kanker
- Tidak ada riwayat alergi
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit kanker atau tumor.
6. Riwayat Reproduksi
- Pasien menarche pertama usia 17 tahun, durasi 7 hari dan tiap bulan 2x.
- Pasien mempunyai anak 1 orang, tidak pernah keguguran.
- Anak pertama lahir saat pasien berumur 25 tahun
- Pasien tidak haid lagi sejak 1 tahun yang lalu
- Pasien tidak menyusukan anaknya setelah melahirkan.
- Riwayat pemakai KB : tidak ada.
7. Anamnesis Sistem:
Sistem serebrospinal : pasien sadar dan berorientasi penuh, tidak demam, tidak pusing
Sistem respiratorius : tidak batuk, tidak sesak nafas
Sistem kardiovaskular : tidak berdebar-debar, tidak nyeri dada, tidak sesak nafas
Sistem gastrointestinal : tidak anoreksia, tidak mual, tidak muntah, bab normal lancar.
Sistem muskuloskeletal : gerakan bebas, ada nyeri otot di punggung, pegal di punggung, tidak ada patah tulang
Sistem integumentum : gatal-gatal pada payudara kanan, juga ada benjolan yang tidak sakit, dirasakan mengganggu
RESUME ANAMNESIS
Pasien ♀ umur 45 tahun mengeluhkan benjolan pada payudara kanan tidak cepat membesar sejak 1 tahun yll disertai gatal-gatal di daerah benjolan, meluas menjadi luka, berdarah,dari puting tidak keluar cairan, nyeri tulang dan punggung. Nafsu makan dan berat badan menurun. 10 hari yll pasien ke dokter diterapi amoxicillin.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Composmentis, GCS : 15
2. Vital sign : T : 180/100 mmHg
R : 20 x/menit, teratur
N : 84 x/menit, teratur
S : 36,8C
3. Kepala :Mesocephal, simetris, tidak ada deformitas, rambut hitam distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak rontok, tidak nyeri tekan, tidak oedem facial
4. Pemeriksaan Mata: Palpebra tidak edema, Conjunctiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, pupil reflek cahaya +, isokor Ø 2 mm
5. Pemeriksaan Telinga: tidak ada otore, tidak ada deformitas
6. Pemeriksaan Hidung: Nafas cuping hidung tidak ada, tidak ada deformitas, tidak ada rinore/ discharge.
7. Pemeriksaan Mulut: Bibir tidak sianosis, Bibir tidak kering, Lidah tidak kotor, gigi ada yang berlubang, tidak karies, tidak ada stomatitis, Faring tidak hiperemis, Tonsil tidak membesar.
8. Pemeriksaan Collum : tidak ada deviasi trakhea, Kelenjar Thyroid tidak membesar, Lnn tidak membesar, JVP tidak ↑
9. Pemeriksaan Thorax :
Cor
Inspeksi : IC tidak terlihat
Palpasi : IC teraba tidak kuat angkat di SIC V linea mid clavicula sin
Perkusi :
Kanan atas : SIC IV linea mid clavicula sinistra
Kiri atas : SIC IV parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I lebih keras daripada II, reguler, tidak ada gallop, tidak ada bising
Pulmo
Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi, tidak nampak ada ketinggalan gerak nafas
Palpasi : tidak ada ketinggalan gerak, fremitus suara D = S.
Perkusi : sonor seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, tidak ada Suara tambahan
10. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : cembung (gemuk), tidak terlihat darm steifung, tidak terlihat darm contour, tidak ada sikatrik
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan di seluruh lapang perut, hepar teraba 2 jari bac dextra, tepi tumpul konsistensi lunak, lien tak teraba
Perkusi : tymphani, tidak asites, pemeriksaan shifting dullness (-)
11. Pemeriksaan Costovertebrae
Inspeksi : tidak ada deformitas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tidak ada nyeri ketok
12. Pemeriksaan extremitas :
Superior : tidak ada deformitas, tidak sianosis, tidak pucat, tidak edema
Inferior : tidak ada deformitas, tidak sianosis, tidak pucat, tidak edema
B. Status Lokalis
- Regio Mammae Dextra
Inspeksi : Payudara kiri dan kanan asimetris. Tampak benjolan di payudara kanan pada kuadran caudo lateral, kulit payudara pada benjolan kemerahan, tampak mengkilat dan tegang, retraksi papilla mammae ke arah benjolan, tampak ulserasi, tampak tanda radang. Tampak perdarahan pada ulserasi, tidak ada pus, kulit di sekitar ulserasi berlekuk, tampak oedem, tidak ada gambaran Peau d’ Orange
Palpasi : Benjolan dengan diameter 5 cm pada kuadran caudo lateral. Berbentuk bulat, konsistensi keras, batas tidak jelas, mobile, melekat terfiksir pada kulit lepas dari dasar dinding dada, tidak ada nyeri tekan. Dengan pemijitan pada papilla mamae tidak ada keluar cairan.
- Regio Mammae Sinistra
Inspeksi : tidak tampak benjolan, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada retraksi papilla mammae, tidak ada ulserasi
Palpasi : Tidak teraba massa/benjolan.
- Regio Aksila Dextra :
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
- Regio Aksila Sinistra :
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
- Regio supraklavikuler dextra dan sinistra
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
IV. PEMBAHASAN
1. Anamnesis
Pasien ♀ umur 45 tahun mengeluhkan benjolan pada payudara kanan tidak cepat membesar sejak 1 tahun yll disertai gatal-gatal di daerah benjolan, meluas menjadi luka, berdarah,dari puting tidak keluar cairan, nyeri tulang dan punggung. Nafsu makan dan berat badan menurun. 10 hari yll pasien ke dokter diterapi amoxicillin.
2. Keadaan Umum : Composmentis, GCS : 15
Vital sign : T : 180/100 mmHg
R : 20 x/menit, teratur
N : 84 x/menit, teratur
S : 36,8C
Status generalis : dbn
Status Lokalis :
- Regio Mammae Dextra
Inspeksi : Payudara kiri dan kanan asimetris. Tampak benjolan di payudara kanan pada kuadran caudo lateral, kulit payudara pada benjolan kemerahan, tampak mengkilat dan tegang, retraksi papilla mammae ke arah benjolan, tampak ulserasi, tampak tanda radang. Tampak perdarahan pada ulserasi, tidak ada pus, kulit di sekitar ulserasi berlekuk, tampak oedem, tidak ada gambaran Peau d’ Orange
Palpasi : Benjolan dengan diameter 5 cm pada kuadran caudo lateral. Berbentuk bulat, konsistensi keras, batas tidak jelas, mobile, melekat terfiksir pada kulit lepas dari dasar dinding dada, tidak ada nyeri tekan. Dengan pemijitan pada papilla mamae tidak ada keluar cairan.
- Regio Mammae Sinistra
Inspeksi : tidak tampak benjolan, warna kulit sama dengan sekitar, tidak ada retraksi papilla mammae, tidak ada ulserasi
Palpasi : Tidak teraba massa/benjolan.
- Regio Aksila Dextra :
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
- Regio Aksila Sinistra :
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
- Regio supraklavikuler dextra dan sinistra
Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan tidak teraba benjolan.
V. DIAGNOSIS KERJA
Tumor Mammae Dextra suspect Ca Mammae (T3N0M0)
VI. DIAGNOSIS BANDING
Paget’s disease
Mastitis TB
Abses Mammae
Dermatitis eksematosa
VII. USULAN PEMERIKSAAN
1. Biopsy (untuk menetukan rencana tx lanjut)
VIII. TERAPI
1. Operatif: Mastectomy (melihat hasil PA dari biopsy, curiga malignansi mastectomy radikal)
2. Radioterapi setelah dilakukan mastectomy radikal
3. Khemoterapi lanjutan setelah mastectomy radikal
4. Terapi hormonal uji reseptor estrogen untuk melihat keefektifan terapi ini.
IX. PROGNOSA :
Dubia tergantung hasil pemeriksaan PA.
Insidensi dan Epidemiologi
Karsinoma payudara pada wanita menduduki menduduki tempat nomor dua setelah karsinoma serviks uterus. Di Amerika Serikat, karsinoma payudara merupakan 28 % kanker pada wanita kulit putih, dan 25 % pada wanita kulit hitam.
Kurva insidensi-usia bergerak naik terus sejak usia 30 tahun. Kanker ini jarang sekali ditemukan pada wanita usia di bawah 20 tahun. Angka tertinggi terdapat pada usia 45-66 tahun. Insidensi karsinoma mamma pada lelaki hanya 1 % dari kejadian pada perempuan.
Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi:
Penyebab tumor payudara tampaknya multifaktorial, tetapi faktor penting yang memulai hiperplasia adalah hiperestrinisme. Juga faktor genetika dan hormonal.
Faktor risiko kejadian kanker payudara menurut Zwaveling (1985), Parakrama Chandrasoma (1997) Rossa dan Harvey (1994) dibagi menjadi :
a. Umur wanita lebih dari 40 tahun.
b. Riwayat keluarga.
c. Riwayat kanker payudara sebelumnya.
d. Penyakit payudara jinak.
e. Diit tinggi lemak.
f. Primigravida atau multipara lebih dari 30 tahun.
g. Menopause lebih dari 55 tahun.
Klasifikasi
Penyakit-penyakit payudara pada dasarnya dapat disimpulkan menjadi :
1. Penyakit Bawaan
2. Penyakit Peradangan (Mastitis)
3. Penumbuhan jinak : Fibroadenoma
Kelainan fibrokistik
Kistosarkoma filloides
Nekrosis lemak
Papiloma intraductus, terdiri dari :
Ekstasia ductus mamma/mastitis sel plasma
Mioblastoma sel granuler
4. Penumbuhan ganas : Adenocarsinoma
Sarcoma
Tingkat Penyebaran
Kanker payudara sebagian besar mulai berkembang di duktus, setelah itu baru menembus ke parenkim. Lima belas sampai empat puluh persen karsinoma payudara bersifat multisentris.
Prognosis pasien ditentukan oleh tingkat penyebaran dan potensi metastasis. Bila tidak diobati, ketahanan hidup lima tahun adalah 16 – 22 %, sedangkan ketahanan hidup sepuluh tahun adalah 1 – 5 %. Ketahanan hidup tergantung pada tingkat penyakit, saat mulai pengobatan, gambaran histopatologik, dan uji reseptor estrogen yang bila positif lebih baik.
Prosentase ketahanan hidup lima tahun ditentukan pada penderita yang diobati lengkap. Pada tingkat I ternyata 15 % meninggal dunia karena penentuan TNM dilakukan secara klinik, yang berarti metastasis kecil dan metastasis mikro tidak dapat ditemukan. Pada 85 % orang yang hidup setelah lima tahun, tentu termasuk penderita yang tidak sembuh dan menerima penanganan karena kambuhnya penyakit atau karena metastasis. Demikian juga pada mereka dengan tingkat penyebaran II-III.
Klasifikasi penyebaran TNM :
T
Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan
Tis Karsinoma in situ dan penyakit paget pada papila tanpa teraba tumor
To Tidak ada bukti adanya tumor primer
T1 Tumor < 2 cm
T2 Tumor 2 – 5 cm
T3 Tumor > 5 cm
T4 Tumor dengan penyebaran langsung ke dinding thoraks atau ke kulit dengan tanda udem, tukak, atau peau d’orange
N
Nx Kelenjar regional tidak dapat ditentukan
No Tidak teraba kelenjar aksila
N1 Teraba kelenjar aksila homolateral yang tidak melekat
N2 Teraba kelenjar aksila homolateral yang melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan sekitarnya
N3 Terdapat kelenjar mamaria interna homolateral
M
Mx Tidak dapat ditentukan metastasis jauh
Mo Tidak ada metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh termasuk ke kelenjar supraklavikuler
Keterangan :
Lekukan pada kulit, retraksi papila, atau perubahan lain pada kulit, kecuali yang terdapat pada T4, bisa terdapat pada T1, T2, atau T3 tanpa mengubah klasifikasi.
Dinding thoraks adalah iga, otot interkostal dan m. serratus anterior, tanpa otot pektoralis.
Prognosis dan tingkat penyebaran tumor :
Tingkat penyebaran secara klinik Ketahanan hidup lima tahun (%)
I. T1 N0 M0
(kecil, terbatas pada mammae)
85
II. T2 N1 M0
(tumor lebih besar; kelenjar terhinggapi tetapi terbebas dari sekitarnya) 65
III. T0-2 N2 M0
T3 N1-2 M0
(kanker lanjut dan penyebaran ke kelenjar lanjut, tetapi semuanya terbatas di lokoregional) 40
IV. T (semua) N (semua) M1 (tersebar di luar lokoregional) 10
Lokoregional dimaksudkan untuk daerah yang meliputi struktur dan organ tumor primer, serta pembuluh limfe, daerah saluran limfe dan kelenjar limfe dari struktur atau organ yang bersangkutan.
Metastasis hematogen kanker payudara :
Letak Gejala dan tanda utama
Otak Nyeri kepala, mual-muntah, epilepsi, ataksia, paresis, parestesia
Pleura Efusi, sesak nafas
Paru Biasanya tanpa gejala
Hati Kadang tanpa gejala
Massa, ikterus obstruksi
Tulang
- tengkorak
- vertebra
- iga
- tulang panjang
Nyeri, kadang tanpa keluhan
Kempaan sumsum tulang
Nyeri, patah tulang
Nyeri, patah tulang
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Benjolan di payudara biasanya mendorong penderita untuk ke dokter. Benjolan ganas yang kecil sukar dibedakan dengan benjolan tumor jinak, tetapi kadang dapat diraba benjolan yang melekat pada jaringan sekitarnya. Bila tumor telah besar, paerlekatan lebih jelas. Konsistensi kelainan ganas biasanya keras. Pengeluaran cairan dari puting biasanya mengarah ke papiloma atau karsinoma intraduktal, sedangkan nyeri lebih mengarah ke kelainan fibrokistik.
Tabel 1. Gejala dan tanda penyakit payudara
Tanda atau Gejala Interpretasi
a. Nyeri
- Berubah dengan daur menstruasi Penyebab fisiologi seperti pada tegangan pramenstruasi atau penyakit fibrokistik
- Tidak tergantung daur menstruasi Tumor jinak, tumor ganas atau infeksi.
b. Benjolan di payudara
- Keras Permukaan licin dan fibroudenoma atau kista
Permukaan keras, berbenjol atau melekat pada kanker atau inflamasi non-infektif
- Kenyal Kelainan fibrokistik
- Lunak Lipoma
c. Perubahan kulit
- Bercawak Sangat mencurigakan karsinoma
- Benjolan kelihatan Kista, karsinoma, fibroadenoma besar
- Kulit jeruk Di atas benjolan : kanker (tanda khas)
- Kemerahan Infeksi jika panas
- Tukak Kanker lama (terutama pada orang tua)
d. Kelainan puting atau aerola
- Retraksi Fibrosis karena kanker
- Infeksi baru Retraksi baru karena kanker (bidang fibrosis karena pelebaran duktus)
- Eksema Unilateral : penyakit paget (tanda khas kanker)
e. Keadaan cairan
- Seperti susu Kehamilan atau laktasi
- Jernih Normal
- Hijau Perimenopause
Pelebaran duktus
Kelainan fibrolitik
f. Hemoragik Karsinoma
Papiloma Intraduktus
Dengan mengamati sifat dan perilaku suatu penyakit yang berhubungan antara pengaruh jejas dan reaksi tubuh melalui pengamatan penyakit dari segala seginya, maka diagnosa dapat ditegakkan, dengan tetap mengingat definisi penyakit yang merupakan proses dinamik, sehingga pemeriksaan sesaat hanyalah merupakan suatu fragmen monomental dari proses yang berlaku, yang pada saat berikutnya dapat mengalami perubahan-perubahan lagi
Kanker payudara biasanya mempunyai gambaran klinik sebagai berikut :
a. Terdapat benjolan keras yang lebih melekat atau terfiksir.
b. Tarikan pada kulit di atas tumor.
c. Ulserasi atau koreng.
d. Peau de’orange.
e. Discharge dari puting susu
f. Asimetris payudara.
g. Retraksi puting susu.
h. Elevasi dari puting susu.
i. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak.
j. Satelit tumor di kulit.
k. Eksim puting susu dan edema.
Pemeriksaan Klinik
Pada pemeriksaan klinik dilakukan langsung pada penderita dengan pertumbuhan neoplasmanya, menurut cara-cara yang lazim dilakukan juga terhadap penyakit lain pada umumnya :
a. Anamnesis
Adanya benjolan pada payudara merupakan keluhan utama dari penderita. Pada mulanya tidak merasa sakit, akan tetapi pada pertumbuhan selanjutnya akan timbul keluhan sakit. Pertumbuhan cepat tumor merupakan kemungkinan tumor ganas. Batuk atau sesak nafas dapat terjadi pada keadaan dimana tumor metastasis pada paru. Tumor ganas pada payudara disertai dengan rasa sakit di pinggang perlu dipikirkan kemungkinan metastasis pada tulang vertebra. Pada kasus yang meragukan anamnesis lebih banyak diarahkan pada indikasi golongan resiko
Nyeri adalah fisiologis kalau timbul sebelum atau sesudah haid dan dirasakan pada kedua payudara. Tumor-tumor jinak seperti kista retensi atau tumor jinak lain, hampir tidak menimbulkan nyeri. Bahkan kanker payudara dalam tahap permulaanpun tidak menimbulkan rasa nyeri. Nyeri baru terasa kalau infiltrasi ke sekitar sudah mulai
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik payudara harus dikerjakan dengan cara gentle dan tidak boleh kasar dan keras. Tidak jarang yang keras menimbulkan petechlenecehymoses dibawah kulit.orang sakit dengan lesi ganas tidak boleh berulang-ulang diperiksa oleh dokter atau mahasiswa karena kemungkinan penyebaran
Harus dilakukan pertama dengan tangan di samping dan sesudah itu dengan tangan ke atas, dengan posisi pasien duduk. Pada inspeksi dapat dilihat dilatasi pembuluh-pembuluh balik di bawah kulit akibat pembesaran tumor jinak atau ganas dibawah kulit
Dapat dilihat :
- Puting susu tertarik ke dalam.
- Eksem pada puting susu.
- Edema.
- Peau d’orange.
- Ulserasi, satelit tumor di kulit.
- Nodul pada axilla (Zwaveling, 1985).
Palpasi
Palpasi harus meliputi seluruh payudara, dari parasternal kearah garis aksila ke belakang, dari subklavikular ke arah paling distal (Hanifa Wiknjosastro, 1994).
Palpasi dilakukan dengan memakai 3-4 telapak jari. Palpasi lembut dimulai dari bagian perifer sampai daerah areola dan puting susu.
I. Pemeriksaan Sitologi Kanker Payudara
Dapat dipakai untuk menegakkan diagnosa kanker payudara melalui tiga cara :
- Pemeriksan sekret dari puting susu.
- Pemeriksaan sedian tekan (Sitologi Imprint).
- Aspirasi jarum halus (Fine needle aspiration).
II. Biopsi
Biopsi insisi ataupun eksisi merupakan metoda klasik yang sering dipergunakan untuk diagnosis berbagai tumor payudara. Biopsi dilakukan dengan anestesi lokal ataupun umum tergantung pada kondisi pasien. apabila pemeriksaan histopatologi positif karsinoma, maka pada pasien kembali ke kamar bedah untuk tindakan bedah terapetik.
Pemeriksaan Penunjang
Dengan mammografi dapat ditemukan benjolan yang kecil sekalipun. Tanda berupa mikrokalsifikasi tidak khas untuk kanker. Bila secara klinis dicurigai ada tumor dan pada mamografi tidak ditemukan apa-apa, pemerikasaan harus dilanjutkan dengan biopsi sebab sering karsinoma tidak tampak pada mammogram. Sebaliknya, bila mamografi positif dan secara klinis tidak teraba tumor, pemeriksaan harus dilanjutkan dengan pungsi atau biopsi di tempat yang ditunjukkan oleh foto tersebut.
Mammografi pada masa pramenopause umumnya tidak bermanfaat karena gambaran kanker di antara jaringan kelenjar kurang tampak.
Ultrasonografi berguna terutama untuk menentukan adanya kista; kadang tampak kista sebesar 1-2 cm.
Pemeriksaan sitologi pada sediaan yang diperoleh dari pungsi dengan jarum halus (FNA=fine needle aspiration biopsy) dapat dipakai untuk menentukan apakah akan segera disiapkan pembedahan dengan sediaan beku atau akan dilanjutkan dengan pemeriksaan lain atau langsung akan dilakukan ekstirpasi. Hasil positif pada pemeriksaan sitologi bukan indikasi untuk bedah radikal karena hasil positif palsu selalu dapat terjadi, sementara hasil negatif palsu sering terjadi.
Sediaan jaringan untuk pemeriksaan histologik dapat diperoleh secara pungsi jarum besar yang menghasilkan suatu silinder jaringan yang cukup untuk pemeriksaan termasuk teknik biokimia. Biopsi secara ini, yang biasa disebut core biopsi, dapat digunakan untuk biopsi kelainan yang tidak dapat diraba seperti temuan pada foto mamma. Digunakan pendekatan secara stereofaksi USG atau pencitraan lain yang juga digunakan pada FNA.
Terapi
Sebelum merencanakan terapi karsinoma mamma, diagnosis klinis dan histopatologik serta tingkat penyebarannya harus dipastikan dahulu. Diagnosis klinis harus sama dengan diagnosis histopatologik. Bila keduanya berbeda, harus ditentukan yang mana yang keliru. Atas dasar diagnosis tersebut, termasuk tingkat penyebaran penyakit, disusunlah rencana terapi dengan mempertimbangkan manfaat dan mudarat setiap tindakan yang akan diambil. Bila bertujuan kuratif, tindakan radikal yang berkonsekuensi mutilasi harus dikerjakan demi kesembuhan. Akan terapi, bila tindakannya paliatif, alasan nonkuratif menentukan terapi yang akan dipilih.
Pembedahan:
Untuk mendapat diagnosis histology, biasanya dilakukan biopsy sehingga tindakan ini dapat dianggap sebagai tindakan pertama pada pembedahan mamma. Dengan sediaan beku, hasil pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh dalam waktu 15 menit. Bila pemeriksaan menunjukkan tanda tumor jinak, operasi diselesaikan. Akan terapi, pada hasil yang menunjukkan tumor ganas, operasi dapat dilanjutkan dengan bedah kuratif.
Bedah kuratif yang mungkin dilakukan ialah mastektomi radikal, dan bedah konservatif merupakan eksisi tumor luas.
Terapi kuratif dilakukan jika tumor terbatas pada payudara dan tidak ada infiltrasi ke dinding dada dan kulit mamma, atau infiltrasi dari kelenjar limfe ke struktur sekitarnya. Tumor disebut mampu angkat (operable) jika dengan tindak bedah radikal seluruh tumor dan penyebarannya di kelenjar limfe dapat dikeluarkan.
Bedah radikal menurut Halsted meliputi pengangkatan payudara dengan sebagian besar kulitnya, m. pektoralis mayor, m. pektoralis minor, dan semua kelenjar ketiak sekaligus. Pembedahan ini merupakan pembedahan baku sejak permulaan abad ke-20 hingga tahun lima puluhan.
Setelah tahun enam puluhan biasanya dilakukan operasi radikal yang dimodifikasi oleh Patey. Pada operasi ini, m. pektoralis mayor dan m. pektoralis minor dipertahankan jika tumor mamma jelas bebas dari otot tersebut.
Sekarang, biasanya dilakukan pembedahan kuratif dengan mempertahankan payudara. Bedah konservatif ini selalu ditambah diseksi kelejar aksila dan radioterapi pada (sisa) payudara tersebut. Tiga tindakan tersebut merupakan satu paket terapi yang harus dilaksanakan serentak. Secara singkat paket tindakan tersebut disebut “terapi dengan mempertahankan payudara”. Syarat mutlak untuk operasi ini adalah tumor merupakan tumor kecil dan tersedia sarana radioterapi yang khusus (megavolt) untuk penyinaran. Penyinaran dilakukan untuk mencegah kambuhnya tumor di payudara dari jaringan tumor yang tertinggal atau dari sarang tumor lain (karsinoma multisentrik).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada saat terakhir biasanya dilakukan bedah radikal yang dimodifikasi (Patey). Bila ada kemungkinan dan tersedia sarana penyinaran pascabedah, dianjurkan terapi yang mempertahankan payudara, yaitu berupa lumpektomi luas, segmentektomi, atau kuadrantektomi dengan diseksi kelenjar aksila, yaitu terapi kuratif dengan mempertahankan payudara.
Bila dilakukan pengagkatan mamma, pertimbangkan kemungkinan rekonstruksi mamma dengan implantasi protesis atau cangkok flap muskulokutan. Implantasi protesis atau rekontruksi mamma secara cangkok dapat dilakukan sekaligus dengan bedah kuratif atau beberapa waktu setelah penyinaran, kemoterapi ajuvan, atau rehabilitasi penderita selesai. Jika hal ini tidak mungkin atau tidak dipilih, usahakan protesis eksterna, yaitu protesis buatan yang disangga oleh kutang. Bentuk dan beratnya disesuaikan dengan bentuk dan berat payudara di sisi lain.
Bedah paliatif:
Bedah paliatif pada kanker payudara hampir tidak pernah dilakukan. Kadang residif lokoregional yang soliter dieksisi, tetapi biasanya pada awalnya saja tampak soliter, padahal sebenarnya sudah menyebar sehingga pengangkatan tumor residif tersebut sering tidak berguna. Kadang dilakukan amputasi kelenjar mamma pada tumor yang tadinya tidak mampu angkat karena ukurannya kemudian diperkecil oleh radioterapi. Walaupun tujuan terapi tersebut paliatif, kadang ada yang berhasil untuk waktu yang sangat berarti.
Radioterapi:
Radioterapi untuk kanker payudara biasanya digunakan sebagai terapi kuratif dengan mempertahankan mamma, dan sebagai terapi tambahan atau terapi paliatif.
Radioterapi kuratif sebagai terapi tunggal lokoregional tidak begitu efektif, tetapi sebagai terapi tambahan untuk tujuan kuratif pada tumor yang relatif besar berguna.
Radioterapi paliatif dapat dilakukan dengan hasil baik untuk waktu terbatas bila tumor sudah tak mampu-angkat bila mencapai tingkat T4, misalnya ada perlekatan pada dinding thoraks atau kulit. Pada penyebaran di luar daerah lokoregional, yaitu di luar kawasan payudara dan ketiak, bedah payudara tidak berguna karena penderita tidak dapat sembuh.
Biasanya seluruh payudara dan kelenjar aksila dan supraklavikula diradiasi. Akan tetapi, penyulitnya adalah pembengkakan lengan karena limfudem akibat rusaknya kelenjar ketiak supraklavikula. Jadi, radiasi harus dipertimbangkan pada karsinoma mamma yang tidak mampu angkat jika ada metastasis. Kadang masih dapat dipikirkan amputasi mamma setelah tumor mengecil oleh radiasi.
Kemoterapi:
Kemoterapi merupakan terapi sistemik yang digunakan bila ada penyebaran sistemik, dan sebagai terapi ajuvan.
Kemoterapi ajuvan diberikan kepada pasien yang pada pemeriksaan histopatologik pascabedah mastektomi ditemukan metastasis di sebuah atau beberapa kelenjar. Tujuannya adalah menghancurkan mikrometastasis yang biasanya terdapat pada pasien yang kelenjar aksilanya sudah mengandung metastasis. Obat yang diberikan adalah kombinasi siklofodfamid, metotreksat, dan 5-fluorourasil (CMF) selama enam bulan pada perempuan usia pramenopause, sedangkan kepada yang pasca menopause diberikan terapi ajuvan hormonal berupa pil antiestrogen.
Kemoterapi paliatif dapat diberikan kepada pasien yang telah menderita metastasis sistemik. Obat yang dipakai secara kombinasi, antara lain CMF atau vinkristin dan adriamisin (VA), atau 5 fluorourasil, adriamisin (adriablastin), dan siklofosfamid (FAC).
Terapi hormonal:
Indikasi pemberian terapi hormonal adalah bila penyakit menjadi sistemik akibat metastasis jauh. Terapi hormonal biasanya diberikan secara paliatif sebelum kemoterapi karena efek terapinya lebih lama dan efek sampingnya kurang, tetapi tidak semua karsinoma mamma peka terhadap terapi hormonal. Hanya kurang lebih 60 % yang bereaksi baik dan penderita mana yang ada harapan memberi respons dapat diketahui dari “uji reseptor estrogen” pada jaringan tumor.
Terapi hormonal paliatif dapat dilakukan pada penderita yang pramenopause dengan cara ovarektomi bilateral atau dengan pemberian antiestrogen, seperti tamoksifen atau aminoglutetimid.
Terapi hormon diberikan sebagai ajuvan kepada pasien pascamenopause yang uji reseptor estrogennya positif dan pada pemeriksaan histopatologik ditemukan kelenjar aksila yang berisi metastasis. Obat yang dipakai adalah sediaan anti estrogen tamoksifen; kadang menghasilkan remisi selama beberapa tahun. Estrogen tidak dapat diberikan kerena efek samping terlalu berat.
Prognosis
Prognosis tumor payudara tergantung dari :
a. Besarnya tumor primer.
b. Banyaknya/besarnya kelenjar axilla yang positf.
c. Fiksasi ke dasar dari tumor primer.
d. Tipe histologis tumor/invasi ke pembuluh darah.
e. Tingkatan tumor anaplastik.
f. Umur/keadaan menstruasi.
g. Kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Marina, L. Sartono, Mungkinkah Kanker Menjadi Penyakit Turunan, dalam Medika Maret (3) 16; FK-UI, Jakarta, 1990; 245.
2. Ramli, M., Kanker Payudara dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah Staf Pengajar FK-UI, Jakarta, 1995.
3. Copelnd, E.M dan Bland, F.I., Payudara dalam Buku Ajar Bedah, Sobiston Bagian 1, EGC, Jakarta, 1995.
4. Gani, W.T., Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia, EGC, Jakarta, 1995; 25-50.
5. Aryandono, T., Prinsip Oncologi dan Kanker Payudara dalam Hand Out Bedah Tumor, FK-UGM, Yogyakarta, 1997.
6. Moersadik, S., Seratus Pertanyaan Mengenai Kanker, Wanita Sejahtera, Jakarta, 1981, 51-60.
7. Djamaloeddin, Kelainan pada Mammae dalam Ilmu Kandungan, ed. 2, Wiknjosastro H, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1997.
8. Sjamsuhidayat R dan Jong W, Dinding Toraks, Pleura dan Payudara dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 2005.
Subscribe to:
Posts (Atom)